NovelToon NovelToon
Meluluhkan Pangeran Dinginku

Meluluhkan Pangeran Dinginku

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Dikelilingi wanita cantik / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Seiring Waktu / Kaya Raya / Romansa
Popularitas:865
Nilai: 5
Nama Author: Mardi Raharjo

Rena Agnesia merasa sial saat tertimpa musibah, namun takdir itu mengantarkannya bertemu Jojo Ariando, pangeran tampan yang membuat hatinya meleleh.

Rena menjalin cinta jarak jauh dengan Jojo, seorang pria tampan nan dingin yang dikelilingi banyak wanita karena talentanya dalam pengobatan herbal.

Akankah mereka bersatu setelah konflik yang terus menghalangi cinta mereka? Mampukah Jojo memantapkan pilihan hati ke sosok Rena Agnesia di saat seorang rival berat hadir membayangi?

Saksikan romansa mereka hingga puncak manis yang didamba setiap insan di dunia.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mardi Raharjo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

27. Kontrak

Mau tak mau, Rena jadi kepikiran ucapan Tini.

"Apa dia marah karena kemarin kutolak? Perasaan aku ngga kasar kemarin", batin Rena yang malah tidak fokus melihat interior salon.

"Aduh!", pekik Rena mengernyit lantas mengusap-usap kelingking kakinya, terantuk pilar yang agak menonjol.

"Nah, kualat tuh sama pak Abdul", ujar Tini.

"Jahat!", ujar Rena seraya bangkit dan kembali fokus menilai interior salon.

Tak lama, mereka berempat dikumpulkan.

"Nah, Rena dan Tini, tulis apa saja yang kurang optimal. Untuk masing-masing, pilih juga salah satu dari mereka untuk kalian latih", ujar Abdul.

Rena masih memandang curiga kepada Salsa dan akhirnya memilih Nabila. Tini merasa siapapun sama saja, tidak ada masalah.

"Sekarang, kalian latihan seharian. Besok, Tini bertugas di sini bersama Salsa. Bulan depan ganti Rena di sini bersama Nabila. Paham?", ujar Abdul, mengkoordinasi kapster.

Mereka pun mengangguk dan segera berlatih. Sedangkan Abdul berjanji akan menjemput mereka nanti pukul 16. Setelah Abdul pulang, alih-alih menunjukkan bagaimana cara memangkas kepada Nabila, Rena malah curi pandang kepada Salsa dari atas ke bawah, menilai apakah benar perempuan waktu itu adalah Salsa atau bukan

"Apa benar yang kemarin itu Salsa? Tapi, posturnya seperti dia", batin Rena. Ia terus memperhatikan hingga semakin tidak fokus melatih Nabila, terutama saat melihat fitur wajah Salsa tanpa cadar.

"Mbak, sisirnya jatuh", ujar Nabila.

"Oh, maaf. Aku teledor", ucap Rena yang sebenarnya terkesima dengan kecantikan Salsa. Untung saja Rena masih menggunakan manequin, bukan manusia langsung.

"Sial! Kalau benar yang kemarin itu kamu, ihh bagusnya kuapakan wajahmu itu", geram Rena dalam hati karena insecure dengan kecantikan Salsa.

"Aduh!", pekik Nabila yang kepalanya tertusuk sisir karena Rena sedang mencontohkan cara memangkas gaya 'v' langsung ke rambut Nabila dan malah menekankan sisir dengan kuat ke kepala gadis itu.

"Eh, maaf. Aku ke kamar mandi dulu ya", pamit Rena. Ia harus menyegarkan pikirannya agar fokus melatih dan tidak membahayakan keselamatan Nabila.

Sepekan pun berlalu. Sikap Rena terlihat cenderung lebih dekat kepada Nabila dibanding Salsa. Sejak hari ke tiga, mereka pun dibagi menjadi dua tim.

"Kamu ada masalah ya sama Salsa?", celetuk Tini saat mereka bersama berbelanja alat dan stok salon siang itu.

"Ngga, memang kenapa Tin?", Rena yang memang masih belum menemukan bukti dan kejelasan tentang siapa gadis bercadar waktu itu, memilih menjaga jarak dengan Salsa.

"Kok kelihatan banget sampai si Salsa tanya kepadaku kenapa kamu seolah menjaga jarak dengannya daripada Nabila", jelas Tini.

"Ah, prasangkanya saja itu", elak Rena.

"Oh, kalau begitu, bulan depan kamu jadi mentor Salsa dan aku jadi mentor Nabila", ujar Tini, sengaja ingin melihat reaksi Rena.

"Engga ah. Aku sudah terlanjur klop dengan Nabil", Rena terdengar mencari alasan.

"Apanya? Kalian kan baru kenal sepekan? Bagaimana bisa tahu jika kamu ngga akan klop juga dengan Salsa?", telisik Tini, mulai curiga.

"Ya sudah, minimal kamu ajari teknik mematangkan blow dry kepada Salsa. Bagaimana?", Tini masih belum yakin dengan alasan Rena.

"Kamu kan juga bisa Tin. Kenapa harus aku?", protes Rena, mulai nampak gusar.

"Kenapa gusar begitu? Itu karena teknik blow dry kamu bisa tahan 3 hari. Punyaku cuma tahan sehari semalam",  alasan Tini masuk akal, berusaha mengorek alasan sebenarnya dari Rena.

Rena pun terdiam sejenak. Ia ingin menolak, namun alasan Tini terlalu masuk akal untuk disanggah dan malah akan mengonfirmasi bahwa ia memang sengaja menjaga jarak dengan Salsa.

"Oke, tiga hari saja. Kalau dia tidak mampu, itu memang masalahnya sendiri, bukan kesalahanku. Selebihnya, aku akan terus menjadi mentor Nabila", ujar Rena mengajukan batas waktu.

"Beres, yang penting sudah kamu latih. Mulai besok ya", setuju Tini. Ia ingin melihat bagaimana mereka berdua dalam tiga hari ke depan. Rena pun terpaksa menyetujui ucapan Tini.

Sore itu, Tini menyampaikan usulannya dan disetujui Abdul. Mereka berganti formasi mulai esok pagi.

"Uh, apa sih maksud si Tini? Aku kan ngga suka dekat-dekat Salsa. Kenapa juga harus cari-cari alasan", keluh Rena dalam perjalanan pulang. Gadis itu bahkan hampir menabrak bemper mobil yang sedang parkir karena tidak fokus menyetir.

Sesampainya di rumah, baru saja Rena meletakkan totebagnya, ponsel gadis itu sudah berdering  menampakkan id Abdul sebagai penelepon.

"Apaan lagi wak Abdul ini? Huh!", dengus Rena kesal.

"Iya pak?", sahut Rena terdengar ketus.

"Yang sopan kalau menjawab. Saya bos kamu", sahut Abdul, kembali ke setelan bossy.

"Iya, maaf pak. Ada apa?", sahut Rena lebih sopan namun tetap mengerutkan dahi.

"Nah, gitu kan lebih enak didengar", ucap Abdul, nampak bahagia. Rena hanya diam saja, tak bergeming atas ucapan Abdul.

"Kata Tini, kamu sengaja menjaga jarak dengan Salsa. Kenapa? Apa dia bermasalah?", selidik Abdul sebagai pemilik salon yang harus teliti kepada kapster baru. Rena terdiam sejenak, mencari alasan.

"Dasar Tini! Mulutnya ember!", rutuk Rena dalam hati.

"Tidak ada masalah pak. Saya juga tidak menjaga jarak. Besok, saya akan akan melatih Salsa selama tiga hari khusus teknik blow dry", Rena mencoba menepis ucapan Abdul.

"Kenapa tiga hari? Kamu kan punya skil lain seperti pijat dan marketing yang tidak dimiliki Tini", ungkap Abdul yang memang mencatat kelebihan dan kekurangan kapster di salonnya.

"Itu kan beda pak", tolak Rena yang mempelajari teknik pijat dari teman sesama kapster berbeda salon. Sedangkan marketing ia pelajari dari Alya.

"Apanya yang beda? Sebagai pegawai salon, saya berhak meminta kamu mengajari skil yang sesuai dengan perkembangan kemampuan pegawai. Termasuk kedua skil itu", jelas Abdul.

"Mana ada? Itu skil pribadi saya pak. Kenapa dulu bapak tidak meminta saya mengajari Tini? Bukankah ini terlalu mengintimidasi saya?", protes Rena masuk akal. Abdul pun berpikir sejenak.

"Ya sudah, berapa kamu mau dibayar untuk kedua skil itu?", tawar Abdul.

"Tidak dijual", tolak Rena tanpa pikir panjang. Alasan sebenarnya, Rena tak ingin berlama-lama dekat dengan Salsa. Ia bisa saja mengajari Tini dan Nabila tanpa biaya apapun, tapi tidak dengan Salsa.

"Satu kali gajimu. Bagaimana?", Abdul masih belum menyerah.

"Tetap tidak. Kalau bapak terus memaksa, saya akan mengajukan surat resign saja mulai besok", Rena mencoba menampakkan ketegasannya dalam pilihan, sudah jengah dengan sikap bossy Abdul.

"Hufh, tiga kali gaji, ajarkan skil itu kepada Salsa, Nabila, dan Tini. Kalau kamu ajukan resign secara sepihak, saya akan datangi rumah kamu dan menagih denda sesuai kontrak kerja, 28 juta!", ancam Abdul setelah menghela nafas panjang.

"Sial, itu sih sepuluh kali gaji pokok!", batin Rena yang tidak langsung menjawab tawaran dan ancaman Abdul.

"Bagaimana?", Abdul berusaha bernegosiasi.

"Hufh, baik lah. Berapa lama saya harus mengajar dan kapan kontrak itu kita tanda tangani?", Rena tidak punya alasan logis untuk menolak. Juga, ia tak punya uang sebanyak itu untuk membayar denda hanya karena ingin menjauhi Salsa.

"Tiga bulan totalnya. Dua bulan untuk Salsa, satu bulan untuk Nabila dan Tini", ujar Abdul, terdengar pilih kasih.

"Kok begitu?", protes Rena, merasa janggal.

"Ya, karena saya bosnya, juga saya sudah mencatat dan meneliti kemampuan kalian. Salsa tidak punya dasar seperti kalian bertiga. Maka dia harus diprioritaskan", jelas Abdul.

"Sudah lah, berhenti berdebat, besok kamu tanda tangan kontrak ke rumah saya!", pungkas Abdul sembari mematikan telepon.

"Iih", kesal Rena sembari melempar ponsel ke kasur dan menghentakkan kaki berulang kali.

"Kenapa lagi sih Na?", tanya bu Sri di belakang Rena tiba-tiba.

"Aduh! Ibuk ih, bikin jantungan! Salam dulu kan bisa", protes Rena sembari memegang dadanya yang berdegup kencang.

"Kan sudah. Kamu saja yang harus periksa ke spesialis telinga", balas bu Sri sembari tersenyum.

"Apaan sih buk? Aku ngga tuli ya. Tadi habis ada telepon dari wak Abdul, bikin kesel!", ungkap Rena.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!