Aillard Cielo Van Timothee adalah seorang Grand Duke yang sangat dikagumi. Dia sangat banyak memenangkan perang yang tak terhitung jumlahnya hingga semua rakyat memujanya. Namun hal yang tak disangka-sangka, dia tiba-tiba ditemukan tewas di kamarnya.
Clarisse Edith Van Leonore adalah seorang putri dari kerajaan Leonore. Keberadaannya bagaikan sebuah noda dalam keluarganya hingga ia di kucilkan dan di aniaya. Sampai suatu hari ia di paksa bunuh diri dan membuat nyawanya melayang seketika. Tiba-tiba saja ia terbangun kembali ke dua tahun yang lalu dan ia bertekad untuk mengubah takdirnya dan memutuskan untuk menyelamatkannya.
"Apakah kamu tidak punya alternatif lain untuk mati?"
"Aku disini bukan untuk mencari mati." jawab Clarisse tenang.
"Lalu untuk apa kamu kesini, menyodorkan dirimu sendiri ke dalam kamp musuh?" Aillard mengangkat alisnya sambil memandang Clarisse dengan sinis.
"Aku disini berniat membuat kesepakatan denganmu. Mari kita menikah!"
➡️ Dilarang memplagiat ❌❌
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon KimHana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CHAPTER 12 - MEMBALIKKAN KEADAAN
"Tentu saja anak Kaisar, saudari." jawab Adeline.
Perempuan bodoh ini! Apakah dia bahkan tidak tau dengan semua itu?
Clarisse menganggukkan kepalanya menatap Adeline dengan senyuman licik. "Lalu bukankah berarti statusku lebih tinggi darinya?"
Adeline langsung terdiam, tidak ingin menjawab pertanyaan Clarisse. Jika ia menyangkalnya, bukankah itu berarti ia tidak mengakui darah kerajaan? Tetapi jika ia mengatakan ya, bukankah berarti dia membuat rencana perempuan ini berhasil. Adeline menggeretakkan giginya menatap Clarisse dengan pandangan berbisa.
Melihat Adeline menatapnya dengan pandangan seperti itu, tidak sedikitpun membuat Clarisse merasa takut yang ada dia hanya merasa puas. Kapan lagi dia melihat perempuan ini mengungkapkan wujud aslinya, ini sangat jarang terjadi. Namun sayangnya pemandangan itu hanya bisa di lihat olehnya karena posisi Adeline yang membelakangi wanita-wanita itu.
"Kamu sendiri yang melompat masuk ke dalam lubang yang kamu gali sendiri, saudari!" Clarisse tersenyum dalam batinnya melihat Adeline yang telah masuk ke perangkapnya.
"Saudari, kenapa kamu tidak menjawab pertanyaanku? Apakah kamu sariawan?" tanya Clarisse berpura-pura khawatir. "Lalu kenapa anda tidak menggunakan isyarat aja. Jika ya cukup anggukkan kepala, jika tidak anda cukup menggeleng-gelengkan kepala anda saja."
Adeline makin melototkan matanya yang membuat suasana hati Clarisse semakin membaik. Tak lama setelah itu Clarisse mendengar suara Adeline yang mengatakan ya dengan suara sepelan nyamuk.
"Apa yang kamu katakan, saudari? Aku tidak mendengarnya." ujar Clarisse berpura-pura tuli. Ia bahkan berinisiatif mengorek-ngorek telinganya supaya bisa mendengar suara Adeline.
Jika mata bisa membunuh, Clarisse mungkin sudah terbunuh oleh tatapan Adeline sekarang. Tatapan itu begitu ganas sehingga Clarisse pun tidak bisa tidak mengabaikannya.
"Ya." ujar Adeline sambil menahan amarahnya.
Clarisse tersenyum puas lalu mengalihkan pandangannya kepada Fantine yang sekarang sedang gemetar ketakutan, "Apakah kamu mendengar perkataan tuan putri tadi? Dia bilang statusku lebih tinggi darimu. Jadi bukankah aku harus memberimu hukuman karena mencoba mencelakakan ku."
"Menyakiti anggota kerajaan, apa hukuman yang setimpal untuk itu?" Clarisse mengetuk-ngetuk dagunya sambil berpura-pura berpikir apa yang harus dia lakukan kepada Fantine.
Mendengar itu membuat Fantine tidak dapat menahan rasa takutnya lagi, dia segera berlutut di depan Clarisse sambil memohon, "Maafkan saya, Yang mulia! Saya benar-benar tidak sengaja melakukanya! Tolong maafkan saya!" Dia terus mengucapkan kalimat itu berulang-ulang kali dengan berlinang air mata yang hampir membuat Clarisse merasa iba.
Namun ketika Clarisse mengingat penderitaannya lagi di masa lalu membuat ia tidak lagi merasa kasihan. Ini bahkan belum seberapa dengan penganiayaan yang di lakukan oleh mereka.
Dia memandang Fantine yang berlutut di depannya lalu berkata dengan datar, "Jika kamu benar-benar ingin aku memaafkanmu, silahkan tuangkan teh itu juga ke badanmu seperti yang kamu lakukan padaku!"
Fantine langsung terbelalak mendengar perkataan Clarisse. Ia memandang teh yang berada di atas meja dan tidak bisa menahan perasaan takut. Bagi gadis bangsawan seperti dirinya yang tidak pernah terluka, tentu saja itu bagai hukuman mati. Kulit mulus seorang gadis sangatlah penting, bagaimana jika itu meninggalkan bekas luka baginya, dia takut dia tidak akan bisa menikah.
Teko teh itu ada dua, yang satunya sudah di tumpahkan oleh Clarisse dan yang satunya masih tersisa di atas meja. Clarisse memanfaatkan kesempatan itu, supaya Fantine tidak bisa mengelak lagi darinya.
"Saudari ke tujuh, bukankah itu terlalu berlebihan? Fantine benar-benar tidak sengaja melakukannya, tidak bisakah kamu melepaskannya kali ini?" ujar Adeline sambil menatap Fantine dengan kasihan.
"Tidak sengaja?" Clarisse menekankan kalimat itu lagi di depan Adeline sambil tersenyum sinis.
"Berarti yang ini tanganku juga tidak sengaja." ujar Clarisse sambil berjalan mengambil teko teh dan langsung menumpahkannya di badan Fantine.
"Aaaaaaah...." refleks Fantine berteriak kesakitan.
"Kenapa kamu berteriak?" ujar Clarisse sambil menatap Fantine dengan heran, "Itu bahkan tidak panas."
Fantine langsung terdiam dan menundukkan kepalanya merasa malu.
Tehnya sudah mulai mendingin sejak tadi, berbeda dari teh yang di tumpahkannya karena baru saja di antar oleh pelayan. Sebenarnya dia juga tidak berniat untuk mencelakakan Fantine karena kekuatannya belum cukup kuat. Dia hanya ingin memberinya pelajaran kecil saja, supaya mereka tidak terus meremehkannya.
"Saudari, aku merasa tidak nyaman dengan pakaianku yang basah. Bisakah aku pergi ke kamar untuk ganti baju?"
"Silahkan saudari setelah itu anda tidak perlu kesini lagi. Saya khawatir anda akan masuk angin karena pakaian anda yang basah, jadi istirahat saja di kamar." ujar Adeline dengan senyum lembutnya. Bahkan Clarisse mengagumi kalau topengnya masih terpasang saat ini, daya tahan wanita ular ini benar-benar kuat.
"Baik." Setelah mengatakan itu Clarisse berbalik pergi tanpa menoleh sedikit pun ke belakang. Lagipula dia juga tidak berniat untuk tinggal disini lebih lama lagi, karena itulah ketika kesempatan itu datang padanya dia tidak sabar untuk meninggalkan tempat ini.
"Anda sudah pulang, Yang mulia." Anne tersenyum di depan pintu sambil membawa seember cucian kotor dari kamar Clarisse.
Clarisse menganggukkan kepalanya menjawab pertanyaan Anne.
"Apakah anda sudah bertemu orang itu, Yang mulia?"
Clarisse terhenyak, melupakan tujuannya untuk menyelinap keluar. Karena dia hadang oleh kepala pelayan sebelumnya tentu saja dia membatalkan rencananya untuk pergi ke kediaman Grand Duke.
Ya, dia akan pergi ke kediaman Grand Duke sebelumnya dan tidak ingin di temani oleh Anne. Jika Anne ikut ia tidak yakin apakah ia masih mempunyai keberanian untuk menghadapi Grand Duke. Lagipula dia juga tidak ingin Anne juga ikut terkena getahnya jika Grand Duke tidak senang dengannya.
Sebelumnya Anne bersikeras memaksa untuk ikut, tetapi ketika ia mengatakan akan bertemu seseorang yang sangat penting dan orang itu akan sungkan jika ia pergi bersama orang lain, akhirnya dengan terpaksa Anne menyetujui permintaannya.
"Belum. Aku tidak jadi menemuinya karena harus menghadiri pesta teh Putri Adeline." jawab Clarisse.
"Putri Adeline?" batin Anne berteriak kaget. Apakah ia tidak salah dengar, bahwasanya tuannya di undang ke pesta teh putri Adeline.
Seakan tau dengan isi pikiran Anne, Clarisse menganggukkan kepalanya yang membuat Anne bertambah kaget.
"Lalu apakah anda baik-baik saja, Yang mulia?" tanya Anne cemas sambil berjalan menghampiri Clarisse. Ketika sudah sampai di depan Clarisse, betapa terkejutnya dia ketika melihat gaun tuannya yang basah.
"Kenapa gaun anda basah kuyup?" kata Anne khawatir.
"Aku tidak sengaja menumpahkan teh disana." jawab Clarisse tenang.
Anne memicingkan matanya menatap Clarisse dengan pandangan menyelidik. Siapa yang percaya tuannya begitu ceroboh hingga menumpahkan teh di depan orang banyak. Dia yakin ada yang tidak beres, tapi dia tidak ingin memprotesnya karena tuannya tidak mau mengungkapkannya.
"Cepat ganti baju Yang mulia, sebelum anda masuk angin."
Clarisse menganggukkan kepalanya sambil menyembunyikan punggung tangannya yang memerah karena tersiram air panas. Dia tidak ingin Anne mengetahui hal yang terjadi pada dirinya.