"Jangan harap aku akan tunduk kepada siapapun! Apalagi seorang wanita sepertimu!" Alaska Dirgantara.
"Sekeras apapun hatimu menolakku, aku tidak peduli! Akan aku pastikan hati sekeras batu itu luluh dengan caraku!" ucap Arumi Nadya Karima.
Alaska Dirgantara, merupakan pewaris tunggal Dirgantara. Pria keras dan kasar yang terpaksa harus menerima perjodohan dengan wanita pilihan Papa Farhan---ayah kandungnya, sebagai syarat untuk mendapatkan aset keluarganya.
***
Terbangun dari koma selama tiga bulan, Arumi Nadya Karima dikagetkan dengan status barunya yang tiba-tiba sudah menjadi istri dari pria kejam yang bahkan tidak dikenalinya sama sekali. Dan lebih parahnya lagi, ia hanya dijadikan alat untuk mempermudah jalannya mendapatkan aset Dirgantara dari ayah mertuanya.
Akankah Arumi mampu menjalini hari-harinya berganti status seorang istri dari pria keras dan kejam? Atau memilih pergi dari suaminya? Yuk ikuti kisah selanjutnya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lina Handayani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 27 : Menuduh Tanpa Bukti
..."Menuduh tanpa bukti itu adalah sebuah kejahatan yang tak terduga. Semua butuh bukti kuat untuk menuduh, kalau tidak maka kamu yang akan terjerumus dalam tuduhanmu sendiri."...
...~~~...
Arumi terus menunduk ketakutan di dalam pelukan suaminya, sedangkan Alaska terseyum puas dan kembali membentaknya.
"Katakan bahwa kamu yang sudah menghasut papaku untuk menuruti kemauanmu!" bentak Alaska cukup keras membuat tubuh Arumi merinding ketakutan.
"Hiks! Tidak! Aku tidak melakukannya," sahut Arumi terus memberitahu Alaska bahwasannya dia tidak melakukan apa yang dikatakan oleh suaminya itu.
Tanpa diduga, tangan Alaska seketika memutar keran air yang berada di atas kepala keduanya.
Cuurrr.
Shower yang berada tidak terlalu tinggi di atas kepala, membasahi tubuh keduanya. Dengan sorot mata tajam, Alaska menatap Arumi. Tangannya kini berpindah mencekam tengkuk istrinya dengan sangat kuat.
"Aaakkh! Mas, Arumi tidak bersalah tolong lepaskan! Ini sangat sakit!" rintih Arumi dengan tubuh yang sudah basah oleh air sower yang cukup deras meguyur sekujur tubuhnya.
Dug!
Alaska menyeret tubuh Arumi ke tembok yang berada di belakangnya dengan sangat kasar. Arumi hanya bisa diam ketakutan dan tubuhnya sudah basah kuyup, sehingga membuatnya kedinginan.
"Sudah aku bilang katakan yang sejujurnya!" tegas Alaska. Tangannya masih mencekal kuat tengkuk Arumi.
Arumi hanya mampu memejamkan kedua belah matanya, meratapi rasa sakit di tengkuk dan tangganya yang semakin perih terkena oleh air. Jika seperti ini, ia merasa menjadi seorang budak bukan istri.
"Maaf Mas, aku tidak melakukan itu. Tuduhan Mas itu tidak benar!" tegas Arumi berusaha keras menyadarkan Alaska.
"Haha ... aku cukup tahu sikapmu, sudah pasti yang bisa melakukan itu hanya kamu! Apalagi setelah kamu tahu kalau aku menikahimu hanya untuk mendapatkan aset Dirgantara, mungkin bukan bagimu untuk bales dendam?" ucap Alaska terseyum sinis menatap gadis yang sudah lemah itu.
"Aaaww! Tidak sedikitpun aku melakukan itu Mas! Walaupun aku sudah tahu Mas hanya menikahiku bukan kerana cinta. Akan tetapi, aku tidak membalas perbuatan Mas itu dengan kebencian! Apalagi mengadukannya kepada Papa Farhan. Mas telah salah mengiraku! Mas tidak punya bukti bukan? Untuk apa Mas menuduhku?" tanya Arumi di sela ringisannya karena rasa sakit yang semakin terasa.
"Halah sudahlah! Kamu dari tadi hanya ngeles saja. Mau ada bukti atau enggak aku tahu bahwa kamu yang melakukan itu!" balas Alaska tidak sama sekali mempercayai perkataan istrinya.
"Terserah Mas mau percaya atau tidak. Mau sampai kapanpun Arumi tidak bersalah, dan Mas akan tahu kalau tuduhan Mas Alaska terhadapku itu keliru!" ucap Arumi penuh dengan keyakinan.
"Aaahkk! Sialan! Kamu malah membantah perkataanku, dasar wanita tidak tahu malu! Aku tidak akan melepaskanmu, ingat itu!" Alaska menghempaskan wajah Arumi dengan kasar.
Kemudian, Alaska pun berjalan keluar dari dalam kamar mandi dan menutup pintu dengan sangat keras.
Brakk!
Pintu itu pun tertutup cukup keras, membuat Arumi terkejut dan tertunduk lemas di bawah guyuran shower yang masih menyala.
"Hiks! Hiks! Mas kamu kejam sama aku. Padahal awalnya kamu begitu lembut sampai aku terkecoh dan percaya kepadamu. Hiks! Akan tetapi, nyatanya kamu begitu kejam terhadapku. Sebegitu bencinya kamu Mas kepada istrimu sendiri? Sampai-sampai kamu menuduhku begitu penuh paksaan," lirih Arumi dengan menangis sejadi-jadinya di dalam kamar mandi.
Wanita cantik itu sudah tidak perduli lagi dengan rasa dingin air shower yang terus membasahi tubuhnya. Tubuhnya sudah menggigil, tetep Arumi masih termenung dengan rasa sakit hatinya oleh tuduhan dari suaminya. Walaupun begitu, tubuhnya yang sudah tidak berdaya itu hanya mampu merasakan dinginnya air shower, sedangkan hati Arumi merasakan sakit yang teramat sangat, sehingga membuatnya tudak memperdulikan tubuhnya lagi yang sudah basah kuyup bahkan sampai menggigil kedinginan.
Biasanya berdiri di bawah air shower yang menyala itu bersama dengan pasangan halal adalah momen yang romantis dan sangat ditunggu-tunggu. Namun, berbeda dengan pasangan suami istri ini. Bukan hal romantis yang didapatkan, tetepi rasa sakit fisik dan batin yang mampu dirasakan oleh Arumi.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Setengah jam Arumi berada di dalam kamar mandi, sedangkan Alaska tidak memperdulikannya sama sekali. Sampai wanita berparas cantik itu keluar dari dalam kamar mandi, dengan baju yang sudah basah kuyup dan tubuhnya begitu mengigil, tetap Alaska tidak menghampirinya.
Ceclek!
"Huh! Alhamdulillah Mas Alaska tidak ada. Aku bisa keluar dengan leluasa," gumam Arumi setelah melihat sekeliling kamar yang ternyata tidak mendapatkan keberadaan suaminya.
Kaki jenjang itu melangkah keluar dari dalam kamar mandi, ia terfokus untuk cepat keluar dari kamar suaminya tanpa sepengetahuan Alaska. Namun, baru beberapa langkah. Terdengar suara bariton dari balik pintu kamar mandi, seketika membuat Arumi menghentikannya langkahnya.
"Kamu mau ke mana, Arumi?" tanya Alaska yang ternyata berada di balik pintu kamar mandi.
Deg!
"Itu kan suara Mas Alaska. Apa dia ada di sini? Aduh gimana ini?" gumam Arumi ketakutan untuk berbalik.
"Ya, ini aku suamimu! Arumi berbaliklah!" pinta Alaska dengan penuh penekanan.
Detik kemudian Arumi menurut dan membalikan tubuhnya segera untuk berhadapan dengan suaminya.
"Mau ke mana kamu?" tanya kembali Alaska. Sorot matanya menatap tajam Arumi yang hanya menunduk dengan tumbuh yang mengigil.
"Eeemm ... itu Mas mau ganti baju," jawab Arumi yang masih menunduk, tidak kuasa menatap wajah Alaska.
"Tidak boleh! Kamu harus tetap berada di sini!" tegas Alaska membuat Arumi terkejut.
"Hah apa Mas? Di sini? Enggak Mas! Arumi harus ganti baju dulu ke kamar," tolak Arumi mentah, sepontan membuat Alaska kesal karena istrinya itu tidak mau menurut.
"Kamu tetap di sini dan ganti baju di sini!" ucap Alaska mempertegas perkataannya tadi.
"Aku tidak mau Mas! Kamar aku di bawah. Permisi Mas, Arumi keluar dulu sudah sangat dingin," kata Arumi meninggalkan Alaska yang masih berdiri di hadapannya.
Sreettt!
Tangan Arumi ditarik paksa oleh Alaska agar wanita itu tidak lari lagi darinya. Terpaksa kini Alaska melakukan hal kasar lagi kepada Arumi karena terlanjur kesal.
"Aaahkk! Mas ini sakit, tangan Arumi masih sakit. Jangan dipegang! Aaaww!" ringis Arumi kembali merasakan sakit di pergelangan tangannya yang masih memerah ulah Alaska menumpahkan teh panas ke tangannya. Ditambah cekalan tangan suaminya yang begitu kasar menimbulkan bekas merah di pergelangan tangannya.
"Sudah aku bilang! Kamu tetap di sini! Suruh siapa ngeyel?" ujar Alaska menatap wajah Arumi dari dekat.
"Aaaww! Tapi Mas, kamar Arumi berada di bawah bukan di sini. Baju-baju Arumi juga di sana," ucap Arumi sekuat tenaga ingin melepas cekalan tangan Alaska.
"Sekarang dan seterusnya, kamarmu di sini! Kamu akan tidur di sini dan baju-bajumu sudah berada di lemari. Jangan membantah dan beralasan lagi!" tegas Alaska membuat kedua bola mata Arumi membulat sempurna.
"Apa Mas? Di kamar ini? Mas beneran minta Arumi tidur di sini selamanya?" tanya Arumi yang kini wajahnya nampak berbinar mendengar keputusan Alaska.
"Iya. Cepatlah ganti baju sana! Tapi jangan senang dulu, kita akan tetap tidur terpisah!" ucap Alaska membuat senyum Arumi kembali sirna.
Arumi hanya diam saja, ia memikirkan apa yang akan terjadi kedepannya jika suaminya tetap bersikap seperti itu terhadap dirinya. Namun di sisi lain, ia juga sangat senang karena bisa banyak waktu berdua lagi dengan Alaska.