Seorang penjual keliling bernama Raka, yang punya jiwa petualang dan tidak takut melanggar aturan, menemukan sebuah alat kuno yang bisa membawanya ke berbagai dimensi. Tidak sengaja, ia bertemu dengan seorang putri dari dimensi sihir bernama Aluna, yang kabur dari kerajaan karena dijodohkan dengan pangeran yang tidak ia cintai.
Raka dan Aluna, dengan kepribadian yang bertolak belakang—Raka yang konyol dan selalu berpikir pendek, sementara Aluna yang cerdas namun sering gugup dalam situasi berbahaya—mulai berpetualang bersama. Mereka mencari cara untuk menghindari pengejaran dari para pemburu dimensi yang ingin menangkap mereka.
Hal tersebut membuat mereka mengalami banyak hal seperti bertemu dengan makhluk makhluk aneh dan kejadian kejadian berbahaya lainnya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zoreyum, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Malam Kedua Di Hutan Terkutuk
Saat malam kedua tiba, kegelapan di Hutan Terkutuk tampak lebih pekat dan menyesakkan. Udara di sekeliling mereka terasa lebih dingin, seolah-olah ada energi gelap yang mengelilingi setiap langkah Raka. Meskipun malam pertama berhasil dia lalui dengan susah payah, Raka tahu bahwa ujian malam kedua ini tidak akan lebih mudah—mungkin malah sebaliknya.
Raka duduk di antara akar pohon besar yang menjalar di tanah, merapatkan jubahnya untuk menghangatkan diri. Fluffernox berbaring di dekatnya dengan mata setengah tertutup, tampak tenang, seolah suasana mengerikan di sekitar mereka tidak memengaruhinya sama sekali.
“Kau tampak terlalu santai, Fluffernox,” kata Raka sambil berusaha tetap tenang. “Apa tidak ada yang bisa menggoyahkanmu sedikitpun?”
Fluffernox membuka sebelah matanya, tersenyum kecil. “Nak, setelah bertahun-tahun hidup sebagai makhluk ajaib, kau akan belajar untuk tidak terlalu peduli pada ilusi seperti ini. Yang lebih penting adalah ketenangan pikiran. Ilusi ini hanya akan semakin kuat jika kau merasa takut.”
Raka mengangguk, mengingat pelajaran itu dengan sungguh-sungguh. Dia harus tetap tenang, tetapi ketika suara-suara mulai muncul kembali di sekitar mereka, detak jantungnya meningkat tanpa bisa ia cegah.
Dari kegelapan, suara langkah kaki berat terdengar semakin mendekat, seolah ada sesuatu yang besar bergerak di antara pepohonan. Ketika Raka menoleh, dia melihat bayangan hitam yang menjulang tinggi, sosok menyeramkan dengan mata merah menyala yang menatapnya tanpa berkedip. Sosok itu tampak seperti makhluk yang hanya ada dalam mimpi buruk—tinggi, kurus, dengan tangan panjang yang merentang ke arah Raka.
Jantung Raka berdegup lebih kencang, tetapi dia mencoba mengingat nasihat Fluffernox. “Ini hanya ilusi… Ini hanya ilusi…” gumamnya pelan, meskipun tubuhnya gemetar.
Makhluk itu perlahan bergerak semakin dekat, dan suara berbisik yang dalam terdengar di telinga Raka. “Kau tidak akan pernah berhasil, Raka. Kau hanya manusia biasa. Kau tidak bisa menyelamatkan siapa pun.”
Raka menutup matanya, berusaha untuk tidak membiarkan kata-kata itu merasuk ke dalam pikirannya. Namun, suara itu semakin intens, semakin nyata, membuatnya merasa seolah-olah kebenaran sedang diucapkan di telinganya.
“Kau akan gagal, seperti semua orang sebelum kau. Serahkan saja Kristal Bayangan itu, dan semua penderitaan ini akan berakhir.”
Raka menggenggam jimat di lehernya, mengingat tujuannya. “Tidak! Aku… aku tidak akan menyerah. Apa pun yang terjadi, aku harus menyelamatkan Aluna.”
Fluffernox menatap Raka dengan penuh perhatian, lalu mengangguk perlahan. “Baik, Nak. Pertahankan pikiranmu. Jangan biarkan suara-suara itu mengendalikannya.”
Makhluk itu masih berdiri di hadapan mereka, dan tiba-tiba dari bayangan lain muncul lebih banyak sosok menyeramkan, menatap Raka dengan mata menyala yang penuh amarah. Mereka mendekat, seolah ingin mencekiknya dengan tangan-tangan panjang mereka.
Raka ingin bangkit dan lari, tetapi dia tahu bahwa melarikan diri akan membuat ujian ini semakin sulit. Dengan segala keberanian yang tersisa, dia menatap bayangan itu, berkata dengan suara keras, “Pergi! Kalian hanya ilusi, dan aku tidak takut pada kalian!”
Sosok-sosok itu tampak terhenti sejenak, lalu perlahan menghilang menjadi kabut hitam yang lenyap di udara. Raka menarik napas lega, merasa beban di hatinya sedikit terangkat. Namun, dia tahu malam belum berakhir, dan ujian ini masih akan berlanjut.
Saat waktu berlalu, Raka terus berusaha menjaga ketenangannya, tetapi berbagai ilusi dan bisikan tidak henti-hentinya mencoba meruntuhkan semangatnya. Dia melihat bayangan-bayangan dari masa lalunya, sosok-sosok yang seolah-olah menyalahkannya atas kegagalan dan kelemahannya. Mereka menatapnya dengan pandangan penuh kebencian, mengingatkannya pada rasa tidak berdaya yang pernah dia rasakan.
“Kau ini siapa?” salah satu sosok itu berbicara dengan suara tajam. “Hanya pedagang keliling, tanpa kekuatan, tanpa kemampuan. Kau ingin menjadi pahlawan? Ini hanya mimpi, Raka.”
Raka menutup matanya, berusaha menghilangkan suara itu dari pikirannya. Namun, bayangan-bayangan itu semakin banyak, semakin kuat. Setiap kata-kata mereka menusuk hatinya, mengingatkannya pada kelemahannya sendiri.
“Fluffernox… aku tidak tahu berapa lama lagi aku bisa bertahan,” gumamnya dengan suara yang penuh kesedihan.
Fluffernox menepuk pundaknya dengan cakar gemuknya, menatap Raka dengan tatapan yang lebih lembut dari biasanya. “Nak, setiap orang memiliki ketakutannya sendiri. Tapi jangan biarkan mereka mengontrolmu. Ingat, kau berada di sini karena tujuanmu lebih besar daripada rasa takutmu. Kau berada di sini karena kau ingin menyelamatkan Aluna, bukan?”
Raka mengangguk pelan, matanya berkaca-kaca. “Ya… aku ingin menyelamatkan Aluna.”
“Kalau begitu, jangan biarkan kata-kata kosong itu menguasaimu,” kata Fluffernox sambil tersenyum kecil. “Ketakutanmu adalah bagian dari ujian ini. Selama kau tetap teguh, mereka tidak bisa menyakitimu.”
Mendengar kata-kata itu, Raka merasakan kehangatan dan keberanian baru dalam dirinya. Dia kembali mengingat alasan dia menjalani ujian ini. Aluna membutuhkan pertolongan, dan hanya dengan kekuatan yang akan dia dapatkan di sini, dia bisa menyelamatkannya.
Dengan hati yang lebih tenang, Raka kembali menutup matanya dan mencoba tidur di tengah bisikan dan suara mengganggu yang berusaha membuatnya goyah. Ketika dia terbangun keesokan harinya, fajar menyingsing di atas hutan, mengusir bayangan yang tersisa dan menandai berakhirnya malam kedua.
Raka menghela napas lega, merasakan kemenangan kecil di dalam hatinya. “Malam kedua selesai…”
Fluffernox menguap lebar, menggaruk perutnya dengan santai. “Kau melakukan yang baik, Nak. Tapi malam ketiga akan menjadi ujian terberat.”
Raka menatap hutan di depannya dengan tekad yang semakin besar. “Apa pun yang terjadi, aku akan bertahan hingga akhir.”
Dengan semangat yang baru, mereka mulai mempersiapkan diri untuk malam ketiga, malam terakhir yang akan menentukan keberhasilan Raka dalam menyelesaikan ujian dari Galendra.