Namanya Erik, pria muda berusia 21 tahun itu selalu mendapat perlakuan yang buruk dari rekan kerjanya hanya karena dia seorang karyawan baru sebagai Office Boy di perusahaan paling terkenal di negaranya.
Kehidupan asmaranya pun sama buruknya. Tiga kali menjalin asmara, tiga kali pula dia dikhianati hanya karena masalah ekonomi dan pekerjaannya.
Tapi, apa yang akan terjadi, jika para pembenci Erik, mengetahui siapa Erik yang sebenarnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rcancer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sikap Tak Biasa
"Panggil tiga orang petugas keamanan, cepat!" teriak Alex pada tiga orang yang jaraknya paling dekat.
"Siap, Tuan," tiga pria yang tadi menghajar Erik langsung melaksanakan tugas yang diperintahkan.
Selain patuh, mereka juga terlihat senang, karena apa yang mereka rencanakan berjalan dengan baik tanpa hambatan yang berarti.
"Sepertinya rencana kita berhasil, Bos," ungkap salah satu dari tiga orang itu. "Tidak ada yang menaruh curiga pada kita."
"Pasti itu. Aku yakin, Tuan Alex memanggil pihak keamanan untuk mengamankan anak sialan itu," sahut rekannya.
"Hahaha... mampus kau, Erik. Mendekam lah kamu di penjara! Hahaha..." ujar pria yang dipanggil Bos, yang paling bahagia diantara tiga orang tersebut.
Sementara itu dalam ruangan khusus petugas kebersihan, Alex memperhatikan dua anak muda yang terduduk sambil menahan sakit.
Alex menoleh, menatap beberapa orang yang ada di sana. "Kalian berdua, bawa anak ini ke ruang kesehatan," titahnya sambil menunjuk ke arah Jojo.
"Saya tidak apa-apa, Tuan," ucap Jojo nampak begitu kaget. "Dan teman saya ini, tidak bersalah. Dia tidak mencuri."
"Biar nanti pihak keamanan yang menyelidikinya," ucap Alex. "Kalian, cepat bawa dia."
"Baik, Tuan," jawab dua petugas kebersihan. Mereka langsung merengkuh tubuh Jojo.
Sahabat Erik itu pun tak bisa berbuat banyak.
"Kamu jangan khawatir, aku pasti akan baik-baik saja," ucap Erik yang mengerti kepanikan sahabatnya.
Jojo pun mengangguk dan dia segera meninggalkan sahabatnya.
"Apa benar, kamu yang tadi membersihkan ruang kerja Tuan besar?" tanya Alex begitu sahabatnya menjauh.
"Benar, Tuan," jawab Erik menahan perih.
Alex menghela nafas panjang. Tak lama kemudian tiga orang petugas keamanan datang bersama tiga orang yang tadi memanggilnya.
"Pagi, Tuan Alex, ada yang bisa kami bantu?" tanya salah seorang petugas keamanan, sekaligus menjabat sebagai pemimpin keamanan dalam perusahaan tersebut.
"Perintahkan anak buahmu untuk mengantar anak ini ke ruangan Tuan besar," titah Alex. Apa yang dia ucapkan sukses membuat semua yang ada di sana terkejut.
"Ke ruangan Tuan besar?" tanya petugas keamanan memastikan pendengarannya.
"Kenapa? Ada masalah?" tanya Alex. "Ini perintah langsung dari Tuan besar, mengerti!"
"Siap! Saya mengerti, Tuan!" jawab petugas keamanan.
"Dan selidiki juga, pencurian jam tangan yang baru saja terjadi di sini. Selidiki dengan baik. Jika sudah ada hasilnya, segera bawa ke ruangan saya," titah Alex lagi.
"Siap, Tuan!" pemimpin keamanan itu langsung memberi perintah kepada dua anak buahnya, untuk segera melaksanakan tugas yang mereka terima.
"Gila! Tuan besar langsung turun tangan," ujar seorang pria berperut agak buncit, yang tadi memukuli Erik. Begitu Alex meninggalkan ruang tersebut, semua yang ada di sana, langsung membicarakan Erik.
"Hahaha... biar tahu rasa dia, rasanya di blacklist dari perusahaan karena telah berbuat ulah," sahut pria yang lebih kekar dari dua rekannya.
"Tapi kok aneh ya?" sekarang pria yang tubuhnya lebih pendek dari dua rekannya yang bersuara.
"Aneh kenapa?" tanya pria berperut buncit.
"Nggak seperti biasanya, karyawan yang mau dipecat, langsung menghadap Tuan besar. Biasanya kan, cukup menghadap Tuan Alex saja."
"Benar juga," sahut pria perut buncit.
"Ah, bodo amat! Bagi aku, yang penting Erik dipecat dan di blacklist. Kalau perlu, sekalian dimasukkan ke penjara," ungkap pria bertubuh kekar masih terlihat sangat bahagia.
Kedua rekannya hanya tersenyum saja.
#####
Sementara itu di ruangan sang presdir.
"Loh, apa yang terjadi?" Tuan besar nampak kaget begitu melihat keadaan Erik saat masuk ke ruangannya.
"Nanti saya yang akan menjelaskan, Tuan," ucap Alex, "antar dia duduk di sofa," ucapnya pada dua petugas yang mengapit tubuh Erik.
"Bawa dia ke kamar, suruh dia berbaring di sana!"
Erik, Alex dan dua petugas keamanan nampak kaget mendengar perintah yang keluar dari mulut Tuan besar.
"Cepat! Tunggu apa lagi!" bentak sang presdir.
"Baik, Tuan," jawab dua petugas bersamaan.
Erik terperangah. Dari sorot matanya, nampak banyak sekali pertanyaan yang ingin dia lontarkan.
"Alex, hubungi dokter Inzagi. Suruh datang ke sini sekarang juga," titah Tuan yang kembali membuat Alex terperanjat.
Tuan besar mengikuti Erik hingga sampai ke kamar pribadinya, tanpa mempedulikan Alex yang penasaran akan sikapnya.
"Kami permisi dulu, Tuan," ucap dua petugas keamanan setelah mengantar Erik. Tuan besar hanya mengangguk sekali dan tatapannya tak lepas dari anak muda yang tadi sempat mendapat tamparan dan tendangan darinya.
"Tuan, saya..."
"Berbaringlah dan istirahat di sini. Sebentar lagi, dokter akan datang," ucap Tuan besar, semakin menambah rasa heran dalam raut wajah Erik.
Tuan besar pun pergi meninggalkan Erik dengan segudang pertanyaan dalam pikiran anak muda itu. Sikap Tuan besar berbeda dari yang tadi. Meskipun masih sangat dingin, tapi sikap yang sekarang ini lebih lembut.
"Aku tahu, kamu penasaran," ucap Tuan besar, kala kembali menemui Alex. Pria itu melangkah menunju kursi kebesarannya. "Lihatlah ini."
Alex mendekat. Matanya seketika melebar kala melihat apa yang ditunjukan Tuan besar. "Cincin itu?"
"Yah, cincin yang aku pesan khusus bersama kamu," ucap Tuan besar di atas kursi kebesarannya.
"Jadi anak itu..." lagi-lagi Alex menggantung ucapannya. Namun Tuan besar mengerti, apa yang akan dikatakan orang kepercayaannya.
"Aku sudah memastikannya, Lex. Kamu cek aja, berkas lamaran anak itu," Tuan besar mengarahkan layar laptopnya kepada Alex, lalu pandangannya dia alihkan ke pemandangan kota yang nampak dari kaca jendela ruang kerjanya.
"Astaga! Jadi selama ini, mereka ada di dekat kita?" tanya Alex.
Tuan besar menghela nafas panjang. "Yah, berkat kejadian tadi. Kalau tadi aku tidak menuduhnya pencuri, mungkin aku tidak akan pernah menemukannya."
"Mencuri? Mencuri bagaimana?" Alex kembali dibuat penasaran.
Tuan besar menatap Alex, lalu dia menceritakan kejadian dibalik dua cincin yang ada di atas meja kerjanya.
"Astaga! Kenapa dia harus mengalami tuduhan yang sama dalam satu waktu?" ungkap Alex heran.
"Hal yang sama? Maksud kamu?" sekarang, gantian, Tuan besar yang terkejut.
"Tadi, saat saya pergi ke ruangan petugas kebersihan, anak itu juga mendapat tuduhan pencurian dari beberapa karyawan kita."
"Apa! Bagaimana bisa?"
"Saya sendiri tidak tahu ceritanya bagaimana. Pas saya datang, dia lagi dihakimi oleh rekan kerjanya."
"Kurang ajar! Siapa yang berani melakukan itu di kantor saya!" Tuan besar nampak murka.
"Saya sudah menyuruh tim untuk menyelidiki kasus ini, Tuan. Untuk orang-orang yang menghajar Erik, akan saya tindak sekalian nanti setelah hasil penyelidikan saya terima."
Tuan besar langsung membuang muka kesalnya.
"Setelah tahu keberadaan mereka, apa yang akan Tuan lakukan?" tanya Alex begitu melihat Tuan besar terdiam sembari meredakan amarahnya.
"Aku? Aku harus menemui orang tua anak itu."
"Tapi, apa anda siap, dengan konsekuensi yang akan anda dapatkan?"
Lagi-lagi Tuan besar menghela nafas panjang. Dia tidak menjawab pertanyaan yang terlontar dari mulut Alex. Tapi dari raut wajahnya saat ini, Alex dapat menyimpulkan kalau Tuan besar, diambang keraguan.