Di usianya yang sudah sangat matang ini, Khalif Elyas Hermawan belum juga menemukan pasangan yang cocok untuk dijadikan pendamping hidup. Orang tuanya sudah lelah menjodohkan Khalif dengan anak rekan bisnis mereka, tapi tetap saja Khalif menolak dengan alasan tidak ada yang cocok.
Mahreen Shafana Almahyra gadis cantik berumur 25 tahun, tidak dapat menolak permintaan sang bibi untuk menikah dengan seorang laki-laki yang tidak ia kenal sama sekali.
Ya, gadis yang akrab di sapa Alma itu tinggal bersama paman dan bibinya, karena sejak umur 15 tahun, kedua orang tuanya sudah meninggal.
Bagaimana kisah Khalif dan Salma? Ikuti terus kisahnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fana01, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27
..."Setiap pagi adalah kesempatan baru untuk meraih impian dan menjadikan kehidupan lebih bermakna"...
...🌹🌹🌹...
"Mas, ini udah jam tujuh lewat, mas nggak kerja?" Alma menarik selimut Khalif. Setelah menunaikan kewajibannya sebagai seorang Muslim, Khalif melanjutkan tidurnya lagi. Bukannya bangun Khalif malah mengeratkan selimutnya lagi.
Alma mengguncang lengan kekar Khalif, berharap Khalif segera bangun. Sudah tiga kali dia datang ke kamar untuk menyuruh Khalif bangun, namun lelaki itu tidak peduli sama sekali.
"Mas Khalif" Alma yang merasa kesal menampar bokong Khalif agak keras.
"Aw Mahreen" ringis Khalif, Khalif langsung duduk, merasa sakit di bokongnya.
"Ini udah jam tujuh lewat, bukannya mas ada rapat? kenapa malah tidur?"sewot Alma.
"Mas nggak masuk kerja, malas" Alma melongo mendengar ucapan Khalif, apa katanya? Malas? Sejak kapan Khalif malas kerja? Selama mereka menikah, Khalif tidak pernah tidak pergi bekerja. Bahkan menurutnya Khalif sudah seperti robot yang di stel untuk bekerja.
"Mas, tapi kak Rey sudah nunggu di bawah" Khalif membuka kembali selimut yang sempat di pakainya.
"Setidaknya temuin dulu kak Rey, kasihan dia udah nunggu dari tadi" ucap Alma.
Dengan perasaan malas Khalif bangkit dari ranjang dan turun kebawah menemui Rey.
"Lo ngapain pagi-pagi datang kerumah gua" Khalif menghempaskan tubuhnya ke atas sofa. Sejak bangun dari subuh tadi badannya terasa lelah, dan rasa malas menguasai dirinya.
"Lo belum siap-siap? Lo ingat kan kalau hari ini kita ada rapat tentang pembatalan kerjasama dengan Golden group?" Rey mengingatkan Khalif, siapa tau bosnya ini lupa dengan Masalah yang dia timbulkan sendiri.
"Lo aja yang urus, hari ini gua nggak masuk kantor" ujar Khalif dengan rasa tidak bersalah sama sekali. Dia sudah merebahkan badannya di atas sofa, menutup mata dengan lengannya. Rey heran melihat tingkah Khalif.
"Gua nggak mau, Lo yang buat masalah dengan memutuskan kerjasama. Dan sekarang Lo nyuruh gua buat handle semua? Tidak" tolak Rey.
"Lo kan sekretaris gua, jadi terserah gua mau nyuruh Lo"
"Gua tetep nggak mau, kalau Lo nggak masuk kantor, gua juga nggak masuk"
"Ok gaji Lo nggak gua kasih bukan ini"
"Ya jangan gitu dong Lif" bujuk Rey.
"Terserah Lo pilih sendiri"
"Ok gua yang bakalan urus semua" putus Rey. Dari pada gajinya nggak keluar bulan ini, biarlah dia yang mengalah. Kalau bukan gaji yang di berikan Khalif cukup besar, sudah dari dulu dia cari pekerjaan lain.
"Kak Rey, sudah mau pulang? Alma sudah nyiapin sarapan, kak Rey makan dulu baru pulang" Alma menahan Rey yang hendak pulang.
"Sayang biarkan saja dia pulang, kalau kamu nyuruh dia makan disini lama-lama dia bisa ngelunjak" Alma melotot ke arah Khalif.
"Alhamdulillah kalau begitu saya tidak menolak tawaran Alma" ucap Rey sumringah.
"Kenapa? Bukannya Lo tau kalau menolak rezeki itu tidak baik?" ucap Rey melihat Khalif yang menatap tajam padanya. Tanpa di suruh Rey berjalan menuju meja makan.
"Lihatlah dia, dia sudah seperti tuan rumah saja disini" sewot Khalif. Sejak tadi dia selalu mengomel, entah apa yang merasuki Khalif pagi ini, sehingga bersikap tidak seperti biasanya.
"Hmmm masakan kamu benar-benar enak, kapan-kapan saya boleh dong makan disini lagi" pinta Rey, yang tentu saja di respon baik oleh Alma. Dia sudah tidak heran lagi melihat Khalif dan Rey selalu bertengkar.
"Lihat kan dia sudah mulai ngelunjak, nggak Lo nggak boleh numpang makan disini. Kalau mau di masakin sana cari istri sendiri"
"Wah, Lo memang keterlaluan ya, Alma kamu yang sabar aja ya, kadang tingkahnya memang seperti bayi tantrum" Alma hanya tersenyum menanggapi ucapan Khalif.
Khalif menggeser piringnya ke samping, biasanya jika sudah seperti itu, tandanya Khalif sudah selesai makan.
"Mas kok makannya dikit?"
"Perut mas rasanya lagi nggak enak" perutnya terasa penuh padahal dari bangun dia belum memakan apa-apa.
"Apa mungkin karena ada Lo ya disini?" tatap Khalif pada Rey.
"Sepertinya Lo cari gara-gara terus dari tadi ya" balas Rey.
"Becanda gua" ucap Khalif, kemudian dia berlalu pergi. Dia kembali merebahkan tubuhnya ke sofa di ruang tengah sambil menonton acara tv.
Setelah selesai makan Rey pamit berangkat ke kantor.
Sementara Alma, menemani Khalif di ruang tengah.
"Mas kamu kenapa? Kalau lagi sakit mending kita ke dokter aja ya?" terlihat raut cemas di wajah Alma. Pasalnya Khalif tidak pernah begini. Zaman sekarang ada saja penyakit aneh yang di idap manusia, dia takut itu terjadi pada Khalif. Katakan saja dia parnoan, lebih baik waspada sejak sekarang dari pada tidak sama sekali.
*****
Hari sudah menjelang sore, saat ini Alma sedang bersantai di halaman rumah memanfaatkan waktu dengan merawat tanaman bunga yang ada di samping rumah, ini merupakan salah satu yang paling menyenangkan bagi Alma.
Tidak hanya menyenangkan tetapi juga menghilangkan stres, menikmati sentuhan alam yang menghadirkan rasa damai. Aroma bunga mawar tercium di indra penciumannya.
Saking asyiknya Alma tidak sadar kalau sejak tadi Khalif terus memperhatikannya.
"Mahreen" panggil Khalif.
Alma berjengit mendengar panggilan Khalif" Astaghfirullah mas" kaget Alma, hampir saja alat penyiram yang di tangannya jatuh mengenai kakinya.
"Mas sejak kapan di situ?" dia tidak tau kalau Khalif sudah ada di belakangnya.
"Sudah dari tadi, sepertinya bunga-bunga ini lebih menarik daripada aku, membuat orang cemburu saja" Rajuk Khalif.
"Mas cemburu juga sama bunga?"
"Tentu saja segala sesuatu yang mengalihkan perhatianmu dari mas, membuat mas cemburu"
"Bohong banget sih mas"
"Beneran loh sayang, mas nggak bohong"
"Udah ah Alma mau masuk" Khalif mengekor di belakang Alma, dia memeluk Alma dari belakang, membuat perempuan itu susah berjalan.
"Ih mas, lepasin dulu, aku susah jalannya kalau mas kayak gini" Alma mencoba melepas tangan Khalif yang berada di perutnya, tapi itu sia-sia saja, kekuatannya tidak sebanding dengan Khalif.
"Mas lepas nggak" Khalif malah menyandarkan kepala ke bahu Alma. Aroma tubuh Alma selalu dapat menenangkan pikirannya.
"Sayang apa kita punya stroberi"
""Ada, mas mau makan stroberi?"
"Ya, tolong ambilin ya" pinta Khalif, lidahnya terasa pahit. Apa mungkin dia mau sakit? Selama ini di termasuk orang yang jarang sakit. Tapi sekalinya sakit pasti langsung masuk rumah sakit.
Alma meletakkan stroberi yang sudah di cuci bersih ke depan Khalif. Warna merah stroberi itu sangat menggiurkan.
"Tumben mas mau stroberi, biasanya kalau ditawarin selalu nolak"
"Nggak tau lagi pengen aja, dari tadi lidah mas terasa pahit"
Belum sempat Khalif menelan buah itu, sesuatu yang aneh terasa di perutnya, ada dorongan kuat yang ingin segera di keluarkan. Khalif langsung berlari menuju kamar mandi, mengeluarkan semua isi perutnya.
*****