"Dewa Penghancur"
Kisah ini bermula dari seorang pemuda bernama Zhi Hao, yang sepanjang hidupnya selalu menjadi korban penghinaan dan pelecehan. Hidup di pinggiran masyarakat, Zhi Hao dianggap rendah—baik oleh keluarganya sendiri, lingkungan, maupun rekan-rekan sejawat. Setiap harinya, ia menanggung perlakuan kasar dan direndahkan hingga tubuh dan jiwanya lelah. Semua impian dan harga dirinya hancur, meninggalkan kehampaan mendalam.
Namun, dalam keputusasaan itu, lahir tekad baru. Bukan lagi untuk bertahan atau mencari penerimaan, melainkan untuk membalas dendam dan menghancurkan siapa saja yang pernah merendahkannya. Zhi Hao bertekad meninggalkan semua ketidakberdayaannya dan bersumpah: ia tak akan lagi menjadi orang terhina. Dalam pencarian kekuatan ini, ia menemukan cara untuk mengubah dirinya—tidak hanya dalam penampilan, tetapi juga dalam jiwa dan sikap.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jajajuba, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16: Hukuman dari Kakak
Xiao Bai mengerutkan kening, matanya menyipit melihat Xiao Lui yang terengah-engah di hadapannya. "Kau ini kenapa? Kenapa wajahmu lebam begitu?" tanyanya, suaranya dingin dan menusuk.
"Zhi Hao... dia... dia sangat kuat," Xiao Lui terengah-engah, dadanya masih terasa nyeri. "Aku hampir mati, Kak Bai! Dia menendangku sampai terbang!"
Xiao Bai mencibir, "Kau memang bodoh, mengalahkan Zhi Hao saja tidak becus.”
Xiao Lui terdiam, wajahnya pucat pasi. "Aku tahu, Kak Bai. Tapi aku harus membalas dendam! Dia telah menghinaku, dia telah melukai harga diriku!"
"Harga diri?" Xiao Bai tertawa mengejek. "Kau hanya seorang pengecut yang takut mati! Tapi karena kamu merupakan bawahanku langsung, aku akan membantumu menghajarnya. Dia pikir siapa dia bisa seenaknya.”
"Dia mungkin lupa dua hari yang lalu aku menendangnya. Jadi dia begitu arogan. Atau kepalanya sudah terbentur batu. Jadi, bagaimana ceritanya kamu bisa dibegitukan oleh Zhi Hao. Bukankah dia hanya sampah yang anak kecil saja bisa mengalahkan?" kata Xiao Bai, suaranya bergetar dengan amarah.
Xiao Lui, pemuda bertubuh kurus dengan mata yang teduh, hanya menggeleng pelan. "Tidak, Kak Bai, itu sekarang berbeda. Dia benar-benar menjadi kuat."
"Siapa yang percaya dengan ucapan bodohmu itu, Xiao Lui? Ini hanya dua hari sejak dia pergi meninggalkan Kota Linggau. Dengan dua hari itu, mana mungkin dia bisa menjadi kuat. Otakmu sepertinya perlu di-servis," kata Xiao Bai, nada sarkastiknya menusuk telinga Xiao Lui.
"Memangnya otakku barang, jadi di-servis?" gumam Xiao Lui dalam benaknya, wajahnya memerah menahan amarah.
"Pergilah dulu, biarkan dia bersenang-senang sebentar. Setelah aku mengumpulkan tenaga, kita akan mendatanginya," kata Xiao Bai, matanya berkilat penuh dendam.
"Baik, Kak Bai," jawab Xiao Lui dengan berat hati. Dia berdiri, berbalik badan, dan pergi meninggalkan taman.
Xiao Bai, yang ditinggal sendirian, menghela nafas panjang. Dia menatap langit senja yang mulai memerah, pikirannya dipenuhi oleh bayangan Zhi Hao, pemuda yang pernah dianggapnya lemah dan tak berdaya.
“Bagaimana bisa orang itu menjadi kuat, apakah dia menemukan warisan dewa?”
Angin berbisik melalui jendela kamar penginapan, membawa aroma bunga melati dan aroma tubuh wanita yang sedang bersandar di sampingnya. Wanita itu, dengan rambut panjang yang terurai dan mata yang berbinar, sedang mengupas apel dengan tangan lentiknya.
"Kak Bei, tak usah kamu pikirkan tentang itu. Siapa yang tidak tahu dengan sampah Klan Zhi. Mana mungkin dia bisa menjadi kuat dalam dua hari. Kecuali dia diberi kekuatan oleh dewa," ujar wanita itu, menyodorkan sepotong apel ke mulut Xiao Bai.
"Apa yang kamu katakan memang benar. Tidak ada hal yang seinstan itu. Aku menolak percaya," jawab Xiao Bai, menerima potongan apel itu dan menjilati tangan wanita itu dengan penuh nafsu. Gerakan itu membuat wanita itu terangsang, pipinya memerah.
"Apakah Kak Bai menginginkannya lagi? Biar aku coba gaya terbaru," ujarnya, matanya berbinar nakal.
"Oh, kamu masih memiliki gaya yang lain?" tanya Xiao Bai, senyum licik terkembang di wajahnya.
"Tentu saja!" Wanita itu mendorong tubuh kekar Xiao Bai ke kasur, membuat pemuda itu terlentang. "Aku akan mengambil alih. Ini adalah gaya mendominasi!" ujarnya seraya menindih Xiao Bai, tubuhnya yang lentur menempel erat pada tubuh Xiao Bai.
Desahan dan erangan memenuhi ruangan, sebuah simfoni dari kenikmatan dan kehangatan.
***
Di tempat yang jauh berbeda, Zhi Hao sedang berjalan menuju kediaman Klan Zhi. Matahari terbenam, langit berwarna jingga kemerahan, memantulkan bayangan panjang Zhi Hao di jalan setapak yang berkelok-kelok.
Dia melihat Zhi Long, adiknya, sedang berbincang dengan seorang gadis cantik dari Klan Su.
"Adik!" sapa Zhi Hao, suaranya terdengar jelas di tengah keheningan senja.
Zhi Long menghentikan langkahnya, terkejut mendengar suara itu. Matanya terbelalak, menemukan Zhi Hao berdiri di hadapannya.
"Hao, kamu kembali?" ujar gadis itu, suaranya bergetar dengan rasa terkejut.
"Memangnya mengapa, bukankah ini adalah kediaman Klan Zhi?" jawab Zhi Hao, tatapannya tajam, tertuju pada gadis itu.
"Kakak, selamat datang. Begitu cepat kamu kembali, apakah kamu bosan di luar sana?" tanya Zhi Long, nada sindiran tersirat dalam suaranya.
Zhi Hao mengerutkan kening, merasakan ketegangan dalam ucapan Zhi Long. "Tidak, aku hanya ingin melihat keluarga."
"Keluarga?" Zhi Long tertawa kecil, "Kau sudah meninggalkan keluarga kita. Kau sudah tidak pantas disebut bagian dari Klan Zhi."
"Kau berhak menilai, adikku," jawab Zhi Hao, nadanya tenang, namun matanya menyala dengan api amarah yang terpendam.
"Aku tidak menilai. Aku hanya menyatakan fakta. Kau masih menjadi sampah. Kau juga tidak berguna. Kau tidak pantas berada di sini," ujar Zhi Long, nada suaranya semakin tajam.
Zhi Hao menarik napas dalam-dalam, berusaha menahan amarahnya. "Aku akan membuktikan bahwa kau salah, adikku. Aku akan menunjukkan bahwa aku bukan lagi sampah. Aku akan menunjukkan bahwa aku lebih kuat dari yang kau bayangkan."
"Buktikan saja," jawab Zhi Long, senyum miring terkembang di wajahnya. "Tapi ingat, aku tidak akan segan-segan untuk melenyapkanmu jika kau berani menantangku."
Zhi Hao menatap Zhi Long dengan tatapan tajam, rahangnya mengeras.
"Oh ya Hao, aku sudah bertunangan dengan Zhi Long. Kamu tidak perlu lagi memikirkan aku."
Zhi Hao tersenyum tipis, nada suaranya datar. "Eh, kamu pikir aku pernah memasukkanmu dalam hatiku? Kita mungkin berteman sejak kecil dan itu jangan kamu anggap kita bisa berteman hingga dewasa. Tapi, selamat atas kalian. Kalian memang cocok."
Ia tahu bagaimana sifat adiknya yang haus kekuasaan dan ingin menguasai Klan Zhi.
Su Xue, dulunya dijodohkan dengan Zhi Hao oleh Klan Su. Zhi Hao hanya menganggap Su Xue sebagai teman masa kecil yang menyebalkan, tidak pernah memikirkan untuk mencintainya.
"Cih, mengapa harus munafik?" kata Su Xue, suaranya bergetar dengan amarah.
"Sudahlah sayang, biarkan saja Kak Hao. Dia sudah lelah setelah perjalanannya. Lagipula ia juga tidak akan mempengaruhi apapun di Klan. Ayah juga tidak suka dengan seorang sampah yang membuat malu keluarga. Aku pun menyesal punya Kakak seperti dia yang tak berguna." Zhi Long berkata dengan nada meremehkan, matanya penuh dengan kebencian.
Beng!
Sebuah hantaman keras mendarat di wajah Zhi Long, membuat tubuhnya terhuyung ke belakang.
Su Xue terkejut, "Kak Long!" teriaknya.
Zhi Long sendiri terkejut, "Kamu berani menamparku?" Ia berdiri gegas, namun sebuah tamparan lagi mendarat di wajahnya.
Plak!
"Ini adalah hukuman atas ketidaksopanan kamu terhadap seorang Kakak!" ujar Zhi Hao, menarik tangannya dan berbalik, memasuki kediaman Klan Zhi.
Su Xue terdiam, matanya terbelalak, terkejut dengan perubahan drastis yang terjadi pada Zhi Hao.
Zhi Long, yang masih terhuyung, meraba wajahnya yang terasa panas.
"Kau... Kau berani menamparku?" Zhi Long berteriak, nafasnya tersengal-sengal.
"Aku tidak hanya berani menamparmu, aku juga berani mengalahkanmu," Zhi Hao menjawab dengan tenang, suaranya terdengar dingin dan penuh ancaman.
"Kita akan bertemu lagi, adikku," Zhi Hao berkata, matanya berkilat tajam, "Dan saat itu, kau akan menyesali semua kata-katamu."
Zhi Hao menghilang di balik pintu, meninggalkan Zhi Long dan Su Xue yang terdiam dengan rasa takut dan keheranan.
tampar aja.
klo ada kesempatan bunuh sekalian, dri pd jdi duri dalam talam. wkwkwk