NovelToon NovelToon
ARGRAVEN

ARGRAVEN

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis
Popularitas:3.7k
Nilai: 5
Nama Author: Eva

WARNING ⚠️

Mengandung beberapa adegan kekerasan yang mungkin dapat memicu atau menimbulkan rasa tidak nyaman bagi sebagian pembaca.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eva, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Idrak

Idrak [Dalam keadaan merasakan, mengetahui, sesuatu dari akal dan batin.]

***

Tok tok tok

Agraven meninggalkan mayat Ardi begitu saja. Ia tidak peduli dengan darah yang ada di bajunya. Karena ketukan pintu itu seperti menuntut.

Dengan kesal ia berjalan untuk membuka pintu.

Cklkk

Setelah pintu terbuka, Agraven langsung melihat siapa si pengetuk.

Deg

"KAK AGRAVEN!"

Grep

Tubuh Agraven sedikit terhuyung ke belakang karena belum siap menerima serangan tiba-tiba berupa pelukan dari Aza.

"Kak hiks... di k-kamar ada d-darah ...."

Agraven langsung tersadar dari lamunannya. Ia segera menenggelamkan wajah Aza yang ketakutan ke depan dadanya.

Baru saja Aza ingin mendongak, tapi Agraven lebih dulu menahan kepalanya dengan usapan menenangkan di puncak kepalanya.

Sebenarnya hal itu dilakukan Agraven untuk mengalihkan perhatian Aza. Ia tidak akan membiarkan Aza melihat apa yang ada di dalam ruangannya sekarang.

"Enggak usah takut. Itu darah nyamuk yang jadi beban dunia." Agraven menjawab dengan jawaban yang tidak masuk akal.

"B-banyak, Kak. Berceceran di lantai ...."

"Nyamuknya besar, Za."

"Jangan dipikirin, jangan diingat, sekarang istirahat," lanjut Agraven. Kepala Aza menggeleng kuat di dadanya.

"T-takut," cicit Aza.

Agraven terkekeh kecil saat merasakan pergerakan Aza di dadanya. Tak henti-hentinya kepala Aza ia usap. Tidak peduli sang empu masih sesenggukan menangis.

"Pindah kamar," pungkas Agraven.

Mendengar itu mata Aza melotot. Jadi kamarnya nggak hanya satu? Pikir Aza.

Aza itu naif. Mana mungkin rumah rasa istana itu hanya memiliki satu kamar saja.

Agraven pernah membohonginya dan Aza langsung percaya begitu saja.

"Kak Agra jangan tidur di sini," cicit Aza menunduk.

"Ini kamar saya," jawab Agraven singkat.

"Ya udah Aza yang pindah." Aza baru saja ingin melangkah keluar kamar, tapi lengannya langsung ditahan oleh Agraven.

"Di sini cuma ada dua kamar. Yang satu lagi buat tempat saya musnahin sampah. Kamu tau, kan, isinya apa aja?"

Aza langsung bergidik ngeri. Kepalanya langsung menggeleng cepat.

"Sana tidur. Saya akan di sofa lagi," ungkap Agraven dengan menekankan kata lagi.

"Jadi kamarnya nggak cuma dua--"

"Banyak. Kamu bebas pilih," potong Agraven. Tangan kirinya diam-diam menarik knop pintu dan menutupnya.

Aza tidak lagi menangis, bahkan keadaannya sekarang sudah jauh lebih baik.

Agraven membawa Aza ke sebuah kamar yang belum pernah ditempati seorang pun selama rumah itu dibangun.

Cklkk

"Istirahat, Za. Saya mau bersih-bersih dulu, sampahnya belum dibuang," kata Agraven saat pintu kamar itu terbuka.

"Kak!"

"Hm?" Agraven kembali berbalik ke hadapan Aza.

"Darah tadi, darah siapa?"

Agraven menampilkan wajah datarnya. Ia menghela napas.

"Jangan dipikirin, Azananta. Gimana mau sembuh kalo kamunya aja nggak pernah berhenti berpikiran yang enggak-enggak," ketus Agraven. "Ingat, Za. Jangan ingat kejadian itu, karena itu hanya membuat agoraphobia itu timbul lagi," lanjut Agraven.

Tangan Agraven memegang kedua bahu Aza. Matanya menatap lekat wajah wanita di depannya. "Saya sudah berusaha bantu kamu buat sembuh, sekarang bantu saya dengan tekad kemauan kamu untuk sembuh, Za."

"Tapi kakak tetap lakuin yang buat Aza takut," lirih Aza.

Agraven terdiam. Aza memang benar. Ia memang berusaha membuat Aza nyaman dengannya, tapi ia masih melakukan apa yang Aza takuti. Bukankah itu sama saja tidak ada hasilnya?

Melihat Agraven yang masih bergeming, Aza langsung memeluk Agraven dengan erat. Lagi-lagi Agraven terkejut dengan tindakan Aza yang diluar dugaan.

"Aza tau kok, kamu lagi berusaha bantu Aza. Aza juga tau kamu lagi menyembunyikan sesuatu yang membuat Aza takut sekarang, Aza juga tau kamu sedang berusaha buat nggak kasar sama Aza, Aza tau " lirih Aza di ceruk leher Agraven.

"Dan Aza tau kak Gagak lagi belajar buat ...."

"Buat?" Alis Agraven terangkat seolah bertanya.

"Cinta sama Aza."

"Kamu tau dari mana?" tanya Agraven khawatir.

"Di sini," tunjuk Aza pada mata Agraven.

Bibir Agraven berkedut menahan senyum. Cowok itu kembali menarik Aza ke dalam dekapannya. Sekarang ia lebih mengeratkan dekapannya.

"Maaf usaha saya sekarang sia-sia membuat kamu sembuh," lirih Agraven.

"Kak, maaf."

Alis Agraven menukik. "Kenapa?"

"B-bukannya psikopat itu manipulatif? psikopat nggak punya empati--"

"Saya bukan psikopat, Azananta," tekan Agraven.

"Tapi kakak suka bunuh-bunuh--"

"Bunuh-bunuh bukan berarti seseorang mempunyai jiwa psycho."

"Tetap aja kakak menghabisi nyawa mereka tanpa belas kasihan."

"Saya memiliki belas kasihan, empati ...." balas Agraven menggantungkan ucapannya. "Tapi bukan untuk manusia yang saya bunuh."

Aza mendongak sambil menatap sambil bertanya. "Lalu?"

"Karena saya kasihan sama orang di sekitarnya, sama keluarganya, sama korban akibat kelakuan menyimpangnya," jawab Agraven.

Aza sedikit mendengus. "Sama aja," lirihnya. "Berarti kamu nggak punya empati untuk orang terdekat, Kakak. Kakek misalnya, pasti mereka sedih lihat kamu yang juga suka berbuat menyimpang dari kelakuan manusia normal," jelas Aza sirat akan makna.

"Kamu pasti berpikiran kalo apa yang kamu lakukan itu bisa membuat orang lain tenang dengan cara membuat nyawa orang yang menjadi dalang ketidaksenangan itu melayang," sambung Aza lagi.

"Setidaknya mereka nggak ngalamin apa yang saya rasakan, Azananta!" tegas Agraven.

"Tetap aja Kakak psiko--"

"Saya bukan psikopat. Masih nggak percaya, coba tanya sama yang sering orang tanyakan di hp," suruh Agraven. Mereka sudah duduk di sofa kamar.

"Hah?" Otak Aza belum mencerna maksud dari Agraven.

"Biasanya orang nyari tau sesuatu itu nanya ke siapa? Yang sumber di hp," dengus Agraven. Ia lupa namanya.

"Mbah Google?" tebak Aza.

"Hmm," gumam Agraven.

"Hp Aza hasil give away udah nggak ada. Kan, sama kamu, Kak," ungkap Aza cemberut. Sungguh, ia merindukan handphone hasil dari menang give away tahun lalu.

"Give away?" Percayalah, Agraven sedang menahan tawanya sekarang.

"Iya, kak! Aza seneng banget tau setelah tau Aza pemenangnya. Awalnya Hp Aza masih yang ada tombol-tombolnya, terus kalo selfi harus dibalik dulu hpnya biar muka Aza dilihat kamera. Setelah menang give away itu hp Aza jadi bisa selfi tanpa perlu bolak-balik hpnya. Kameranya juga ada bagian depan," seru Aza bercerita.

Agraven tersenyum melihat itu. Akhirnya, dikit demi sedikit, Aza mulai terbuka padanya.

"Nih, pake hp saya." Agraven mengambil handphonenya dari dalam saku celana, lalu ia sodorkan kepada Aza.

Tangan Aza terulur menerima handphone Agraven. Ia menatap bingung ke arah handphone yang ada beberapa jenis bulatan seperti boba di belakangnya.

"Ini kameranya banyak banget," ringis Aza. Ia seperti orang yang baru pertama kali melihat handphone dengan logo apel digigit di belakangnya. "Kayak punya Afka sama Vanna," lanjutnya.

Agraven mendengus mendengar nama Rafka dari bibir Aza.

"Cepat cari, apa itu psikopat!" tuntut Agraven.

"Tapi kak ...."

"Apalagi, Azananta?" geram Agraven.

"Aza nggak bisa ngidupinnya," lirih Aza meringis.

Rahang Agraven seketika turun. Dengan kesabaran yang sudah diuji, ia menggapai kembali handphonenya, lalu ia nyalakan.

"Nih, kamu lihat-lihat aja. Saya bersih-bersih sebentar." Agraven langsung berdiri setelah memberikan handphonenya kembali kepada Aza.

"Aza nggak berani. Pasti isinya banyak foto pisau, alat-alat tajam, darah--"

"Jangan dibayangin," potong Agraven mengusap wajah Aza dengan gemas. Ia menunduk untuk menggapai wajah Aza yang masih duduk di sofa.

"Benar, 'kan?"

"Enggak ada, Azananta. Hp saya nggak ada foto aneh-aneh," sanggah Agraven.

Aza hanya mengangguk. Setelah itu Agraven keluar. Pekerjaannya belum selesai. Anggota tubuh Ardi masih bercecer di ruangannya.

Setelah Agraven hilang dari pandangannya, Aza menghela napas.

"Kak Agraven habis bunuh orang lagi," monolognya.

"Di bajunya banyak darah, untung Aza bisa mengendalikan pikiran. Kalay nggak pasti Aza kambuh lagi."

"Pokoknya Aza bakal cari cara supaya kak Gagak nggak lakuin hal mengerikan itu lagi ...."

"Tapi Aza nggak tau caranya gimana. Mencegahnya saat lagi melakukan itu, sama aja Aza masuk ke lembah kematian," lanjutnya bermonolog.

Pusing memikirkan itu, Aza beralih memperhatikan handphone di tangannya.

Merasa penasaran dengan isinya, jari Aza mulai berselancar di layar benda persegi panjang tersebut. Hal yang pertama kali menarik perhatiannya adalah galeri foto.

Namun, setelah membukanya Aza hanya bisa melongo melihat isinya. Ia tidak percaya dengan apa yang ia lihat sekarang.

"Ini beneran handphonenya kak Agra?" pekik Aza.

To be continue...

1
Los Dol TV
Keren dan Inspiratif.... semoga sudi singgah ke Karyaku , Rindu Gugat
Neneng Dwi Nurhayati
ini cerita nya Agra sama Ara itu beda agama gmna Kak,
Neneng Dwi Nurhayati
double up kak
opiko
Sudah menunggu dengan tidak sabar lanjutan cerita selanjutnya! Teruslah berkarya, author!
Rosalie: udah up yah🤗
total 1 replies
Rakka
Jangan bikin saya penasaran thor, update secepat mungkin ya! 🙏😊
Rosalie: Silahkan follow akun ini buat dapetin update an terbaru dari cerita ARGRAVEN 🥰
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!