cerita ini masih bersetting di Dunia Globus di sebuah benua besar yang bernama Fangkea .
Menceritakan tentang seorang anak manusia , dimana kedua orang tua nya di bunuh secara sadis dan kejam serta licik oleh sekelompok pendekar kultivator .
Trauma masa kecil , terbawa hingga usia remaja , yang membuahkan sebuah dendam kesumat .
Dalam pelarian nya , dia terpisah dari sang kakak sebagai pelindung satu satu nya .
Bagai manakah dia menapaki jalan nya dalam hidup sebatang kara dengan usia yang masih sangat belia .
Bisakah dia mengungkap motif pembunuhan kedua orang tua nya , serta mampu kah dia membalas dendam ? .
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alvinoor, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Meniti Jejak Takdir.
Pagi itu Cin Hai sengaja berjalan jalan di pusat kota Tao sendirian, dia tidak ingin mengajak Yi Feng maupun Ma Qiau menemani nya, karena sedari pagi, dia tidak melihat Yi Feng di rumah nya.
Cin Hai melihat sebuah toko yang menjual pakaian laki laki dan perempuan. Sebuah jubah putih yang di pajang di toko itu, menarik perhatian nya.
Dihampiri nya pelayan toko itu untuk bertanya harga jubah putih itu.
"Maaf siocia, bolehkah saya tahu, berapa harga jubah putih itu?" tanya Cin Hai kepada wanita penjaga toko pakaian itu.
Wanita penjaga toko pakaian itu terdiam beberapa saat lamanya, lalu dengan seiris senyuman sinis diujung bibir nya, wanita penjaga toko itu berkata, "ini terbuat dari sutra Dewa, harga nya sangat mahal, kau tidak mungkin mampu membeli nya, pergilah ke toko lain nya, yang menjual pakaian bekas, itu baru cocok bagi mu!"...
"Maafkan saya Cici, saya cuma bertanya saja, siapa tahu saya memiliki tail yang cukup untuk membeli nya, kalau sekira nya Cici merasa terganggu, saya mohon diri, maafkan saya cici" ujar Cin Hai bermaksud berlalu dari tempat itu.
Tiba-tiba dari dalam terdengar suara wanita memanggil nya.
"Kong Cu!, tunggu sebentar" seorang wanita paro baya berwajah cantik, muncul di pintu pembatas dengan ruang tengah.
Cin Hai berbalik menatap kearah wanita paro baya yang terlihat masih cantik itu.
"Ada apa bibi, maafkan saya kalau sudah mengganggu" ucap Cin Hai sambil membungkukan badan nya.
"Tidak apa apa Kong Cu, saya dengar tadi Kong Cu menanyakan harga baju jubah putih ini kan?" tanya wanita itu.
"Iya bibi, benar saya menanyakan harga jubah itu, barangkali tail saya cukup, tetapi kalau harga nya sangat mahal, saya mohon maaf bibi, anggap saja pertanyaan saya tadi tidak pernah ada, saya mohon tidak usah di perpanjang lagi" ucap Cin Hai meminta maaf beberapa kali.
"Bukan seperti itu Kong Cu, maafkan pelayan saya ini, jubah ini titipan seseorang, saya harus menjual nya seharga sepuluh tail emas saja, cuma sarat nya, jubah ini harus pas di tubuh Kong Cu, sudah banyak yang mencoba nya, tetapi jubah ajaib ini selalu berubah bentuk, bisa mengecil, bisa juga membesar, sehingga sampai sekarang, jubah ini belum juga laku, padahal sudah lebih dari satu musim jubah ini di titipkan di tempat ini, bagai mana Kong Cu, maukah Kong Cu mencoba nya, siapa tahu jubah ini berjodoh dengan Kong Cu, kalau benar berjodoh, Kong Cu cukup membayar seharga sepuluh keping tail emas saja" ujar pemilik toko itu meminta Cin Hai mencoba jubah itu.
Cin Hai segera melangkah mendekati wanita cantik pemilik toko pakaian itu.
Wanita itu menyerahkan jubah putih itu untuk di coba oleh Cin Hai di ruang coba pakaian.
Secara ajaib, jubah itu tiba tiba pas di tubuh Cin Hai. Sehingga saat mengenakan jubah itu, Cin Hai terlihat semakin tampan saja.
Wanita paro baya pemilik toko pakaian itu tercengang melihat penampilan Cin Hai setelah mengenakan jubah ajaib itu.
"Oh Kong Cu, ternyata benar dugaan saya, jika Kong Cu berjodoh dengan jubah ini, syukurlah akhirnya jubah ajaib ini menemukan tuan nya" ujar wanita pemilik toko pakaian itu kegirangan.
Setelah membayar sepuluh keping tail emas, Cin Hai segera beranjak pergi dari toko pakaian itu, menuju ke rumah Yi Feng.
Di rumah kediaman Yi Feng, dia masih tidak melihat pemuda itu, bahkan Swan Niang adik nya saja tidak terlihat.
Akhirnya, Cin Hai memutuskan pergi ke tempat kediaman keluarga Ran, barang kali Yi Feng dan adik nya berada di rumah Ma Qiau.
Yang ada cuma ibu nya Ma Qiau sedang berbicara dengan ayah Ma Qiau di teras depan, dengan mata agak sembab.
"Bibi, kemanakah Ma Qiau?" tanya Cin Hai kepada ibu Ma Qiau.
"Nak Cin Hai , Yi Feng dan Ma Qiau pagi pagi sekali sudah pergi menyusul Swi Lian dan Swan Niang yang sudah pergi dari tadi malam" ujar ibu Yi Feng bercerita kepada Cin Hai dengan air mata berderai.
"Hah pergi?, pergi kemana mereka bibi?" tanya Cin Hai terkejut sekali.
"Ketahuilah nak, Swi Lian dan Swan Niang pulang dari perguruan Kim Tiauw adalah karena penasaran dengan Thien Giok yang jatuh di Gunung Thien Shan, sudah banyak para pendekar yang bergerak ke sana untuk mencari benda itu, konon benda itu memiliki energi Qi murni yang luar biasa besar nya, sehingga siapapun yang mampu memiliki benda itu, akan memiliki kesaktian setara dengan Dewa, karena itulah Swi Lian dan Swan Niang berambisi untuk ikut mencari benda bertuah itu, dan Ma Qiau bersama dengan Yi Feng menyusul Swi Lian dan Swan Niang kesana, dia berpesan agar anak Cin Hai menunggu mereka kembali" ujar ibu Ma Qiau.
Cukup lama Cin Hai termenung memikirkan kedua sahabat nya itu. Dia tahu, jika sekarang, tempat itu sudah sangat rawan sekali. Karena sudah pasti, berpuluh puluh pendekar besar, bahkan para Datuk yang datang ke tempat itu, berambisi menguasai benda langit bertuah tinggi itu. Dan pertumpahan darah besar bakal tak terhindarkan lagi.
Kembali dia teringat ucapan dari pengemis buta yang bergelar Bu Beng Sin Kai (pengemis sakti tanpa nama) beberapa waktu yang lalu kepada nya, "takdir sudah di tulis. Nasip sudah ditentukan,Thien Giok menantikan majikan nya datang menjemputnya, Dunia akan geger, ada banyak darah yang tumpah, nyawa terbuang sia sia, semua demi ambisi tak berharga, dahaga kejayaan yang tak berguna. Yang datang akan terbuang, pemilik benda illahi harus berhati suci, tidak berambisi untuk memiliki, jika tidak, tubuh akan hancur luluh, tidak mampu menampung daya nya, terbanglah Pek Tiauw, raih lah takdir mu sendiri"...
"Kejadian mengerikan akan terjadi di sana bibi, darah akan tumpah, dan nyawa akan melayang sia sia, perebutan benda langit bertuah tinggi segera di mulai" ujar Cin Hai setengah bergumam kepada wanita ibu dari Ma Qiau itu.
"Untuk itulah. Ma Qiau dan Yi Feng harus segera menyusul Swi Lian dan Swan Niang yang pergi ke Gunung Thien Shan, bahaya besar menanti mereka di sana, orang orang akan saling bunuh, demi benda itu" Isak tangis ibu Ma Qiau menyertai ucapan nya.
Sebenar nya hati Cin Hai agak ngeri membayangkan pertumpahan darah yang bakal terjadi di Gunung Thien Shan itu nanti nya, tetapi untuk berdiam diri membiarkan kedua sahabat nya itu mempertaruhkan nyawa mereka, dia tidak sampai hati.
"Baiklah bibi, terimakasih atas keterangan dari bibi, saya akan menyusul mereka, dimanakah letak Gunung Thien Shan itu bi?" tanya Cin Hai.
"Arah Gunung Thien Shan berada di barat daya kota Tao ini, dengan mengikuti arah sungai Liong ini kearah hilir, setelah beberapa hari, Gunung Thien Shan itu akan terlihat dari kejauhan" ujar Ran Jong Jua, ayah dari Ran Ma Qiau.
"Baiklah paman, bibi, saya akan menyusul mereka, kasihan mereka" ujar Cin Hai.
"Tetapi nak, pesan Yi Feng dan Ma Qiau, agar kau menunggu mereka di tempat ini saja" kata ibu Ma Qiau.
"Tidak bibi, saya tidak akan berpangku tangan disaat sahabat sahabat saya dalam bahaya, bukankah maut sudah tertulis, dan ajal sudah ditentukan?, bila memang ini akhir untuk saya, saya rela paman!, bibi!, demi para sahabat saya" kata Cin Hai sambil melangkah keluar dari kediaman keluarga Ran, di ikuti dengan tatapan rasa kagum di hati sepasang suami istri itu.
Cin Hai melangkah arah ke barat kota Tao. Dan setelah keluar dari gerbang barat kota Tao, dia berbalik arah keselatan, menuju sungai Liong.
...****************...
kalau ma ling kue bisa bikin kenyang tuh.. 😅