Bagaimana perasaanmu jika teman kecilmu yang dahulunya cupu, kini menjadi pria tampan, terlebih lagi ia adalah seorang CEO di tempatmu bekerja?
Zanya andrea adalah seorang karyawan kontrak, ia terpilih menjadi asisten Marlon, sang CEO, yang belum pernah ia lihat wajahnya.
Betapa terkejutnya Zanya, karena ternyata Marlon adalah Hendika, teman kecilnya semasa SMP. Kenyataan bahwa Marlon tidak mengingatnya, membuat Zanya bertanya-tanya, apa yang terjadi sehingga Hendika berganti nama, dan kehilangan kenangannya semasa SMP.
Bekerja dengan Marlon membuat Zanya bertemu ayah yang telah meninggalkan dirinya sejak kecil.
Di perusahaan itu Zanya juga bertemu dengan Razka, mantan kekasihnya yang ternyata juga bekerja di sana dan merupakan karyawan favorit Marlon.
Pertemuannya dengan Marlon yang cukup intens, membuat benih-benih rasa suka mulai bertebaran dan perlahan berubah jadi cinta.
Mampukah Zanya mengendalikan perasaannya?
Yuk, ikuti kisah selengkapnya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Velvet Alyza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kekacauan di Kantor CEO
"Silahkan. Tanyakan aja, Pak. Kalau saya bisa jawab, akan saya jawab. Tapi jika itu menyangkut privasi saya, mungkin saya tidak bisa menjawab." jawab Zanya.
Marlon kagum dengan cara Zanya bicara, Gadis ini bisa memberi batas untuk privasinya.
"Waktu itu kamu pernah bilang bahwa ayah kamu meninggalkan kamu. Kamu tau siapa ayah kamu?" Tanya Marlon ragu-ragu.
Zanya mengangguk. "Iya, saya tau. Ayah saya adalah Gilang Dirgantara, ayah dari mantan tunangan Anda. Tapi dia tidak tau kalau saya adalah anaknya." Jawab Zanya datar.
Marlon menoleh sekilas untuk melihat ekspresi Zanya.
"Kenapa Anda tanyakan hal ini? Pasti Anda menyelidiki latar belakang saya, ya?" todong Zanya.
"Aku minta maaf, sebenarnya aku sedang menyelidiki latar belakang Pak Gilang, tapi kemudian aku menemukan bahwa beliau pernah menikah dengan wanita lain dan punya anak sebelum akhirnya menikah dengan istrinya yang sekarang. Aku gak pernah menyangka kalau anak itu adalah kamu." Ujar Marlon.
"Ternyata dunia ini sempit, ya, Pak." celetuk Zanya sambil tertawa kecil.
"Kamu gak apa-apa aku membicarakan ayah kamu di hadapan kamu selama ini?" Tanya Marlon.
"Saya gak pernah menganggap dia ayah, dia gak pantas mendapat gelar kehormatan itu. Ayah mana yang tega meninggalkan anaknya, tidak pernah memberi nafkah dan tidak pernah menjenguk anaknya." Zanya tertawa sinis.
Marlon menatap Zanya sejenak, mencoba membaca isi pikiran Zanya, sepertinya gadis itu memang membenci sang ayah. Apalagi jika ia tahu tentang surat perjanjian yang ditandatangani oleh Gilang itu.
Marlon merogoh sakunya, mengambil ponsel, lalu mengangkat telepon. "Hallo, Ma?" sapa Marlon.
"Oke!" Jawab Marlon sambil menutup telepon. "Kita gak jadi makan siang di rumah mamaku, karena dia sedang pergi. Kamu mau makan apa?" Tanya Marlon.
"Saya ikut aja, Pak." Jawab Zanya.
"Ah, ya! Gimana kalau makanan favorit kamu itu, geblak?" usul Marlon.
Zanya mencoba menahan tawanya mendengar pelafalan Marlon yang salah. Geblak? Kenapa malah seperti kata goblok. Zanya merasa geli dan tak bisa menahan tawanya.
"Hahahahaha....!" tawa Zanya pun pecah. "Seblak, Pak. Bukan geblak." Ujarnya sambil terus tertawa.
Marlon terpaku, menatap gadis yang tertawa lepas di depannya. Tawa itu membuat Marlon merasa dejavu, ia seperti pernah mengalami ini sebelumnya.
Ponsel Zanya berdering, Zanya berhenti tertawa dan mengangkatnya. Mata Zanya terbelalak, ia menatap Marlon dengan tatapan bingung sementara ponselnya masih menempel di telinganya.
"Oke, tunggu sebentar, ya." Zanya menutup telepon.
"Pak, Ayra membuat keributan di kantor CEO!" Ujar Zanya.
"Apa?" Marlon ikut terkejut.
"Anda silahkan makan siang sendiri, biar saya yang membereskan kekacauan di atas." Zanya lalu keluar dari mobil dan berlari ke lift.
Marlon memijit pelipisnya, Gilang dan Ayra ternyata sama kacaunya, pikirnya.
***
Zanya sampai di kantor CEO, ia melihat Ayra sedang marah-marah, kertas dan barang berserakan di mana-mana. Entah apa yang telah diperbuat gadis itu.
"Cepat panggil bos kalian, cepaaat!" teriak Ayra
Zanya pun berjalan mendekat."Maaf, Ayra. Pak Marlon sedang tidak bisa diganggu" ujarnya.
Ayra menoleh ke arah Zanya, Zanya terkejut melihat penampilan Ayra yang berantakan, wajahnya kusut, kantung matanya menghitam. Ayra terlihat seperti orang yang tidak tidur berhari-hari.
"Lu pikir lu siapa, bisa merintah-merintah gue seenaknya? Elu itu cuma babu! Gue mau ketemu Marlon! di mana dia?" Bentak Ayra.
"Maaf, kalau Anda tidak mau mendengarkan saya, saya terpaksa memanggil security kemari untuk membawa anda keluar." Jawab Zanya datar. Sebenarnya ia kesal sekali dengan kelakuan Ayra, rasanya ia ingin membalas semua ucapak Ayra. Namun sebisa mungkin ia berusaha menahannya.
Ayra tiba-tiba maju mendekati Zanya, lalu secepat kilat tangannya menjambak rambut Zanya. Zanya yang terkejut pun gagal mengelak, sehingga Ayra berhasil menarik rambutnya. Zanya heran, dengan jari selentik itu, bagaimana mungkin Ayra bisa menjambaknya sekuat ini hingga ia tidak bisa melepaskan diri.
"Apa?! Elu mau panggil security untuk ngusir gue? Lu pikir gue ini apa? Lu pikir gue penjahat? Gue cuma mau ketemu calon suami gue! Paham? Dasar Babu gak tau diri!" Bentak Ayra sambil terus menarik rambut Zanya.
"Hentikan! Ayra! Lepaskan Zanya!" teriak Marlon.
Marlon terkejut melihat pemandangan yang ada di depan matanya, dua putri Gilang sedang bergelut, Ayra tidak tahu bahwa orang yang sedang ia tarik rambutnya itu adalah kakaknya sendiri.
Ayra langsung melepaskan rambut Zanya, sementara Zanya meringis sambil menggosok kepalanya.
"Ayra! Apa-apaan ini?" tanya Marlon kasar.
"Aku cuma mau ketemu kamu, aku mau perbaiki hubungan kita..." Ayra terisak.
"Hubungan apa, Ayra? Kita gak pernah ada hubungan apapun! Kita hanya dijodohkan demi kepentingan bisnis. Lagipula aku gak mau punya hubungan apapun dengan wanita kasar seperti kamu. Daripada kamu perbaiki hubungan kita, lebih baik kamu perbaiki dulu sikap kamu!" Ujar Marlon.
"Tapi aku cinta sama kamuuu...!" Ayra mulai menangis.
"Aku gak mau ditinggal seperti ini, tolong nikahi aku...!" tangisan Ayra semakin menjadi, dan kini ia menjadi tontonan karyawan yang sudah kembali ke kantor, karena jam makan siang sudah selesai.
Dua orang security datang, kemudian mereka membawa paksa Ayra dari kantor CEO, para karyawan pun kembali ke meja mereka masing-masing. Beberapa diantaranya membereskan kertas-kertas yang berserakan.
"Kamu gak apa-apa?" tanya Marlon kepada Zanya.
"Gak apa-apa, Pak." Jawab Zanya sambil merapihkan rambutnya.
"Maaf, aku kuang cepat..." ujar Marlon.
"Gak apa-apa, Pak. Ini memang resiko pekerjaan saya." Jawab Zanya. "Anda belum makan siang, apakah anda mau saya pesankan makan siang?" tanyanya kemudian.
"Kamu juga belum makan. Kamu juga harus makan." Ujar Marlon.
"Saya bisa makan di kafetaria nanti setelah selesai memesan makanan untuk Anda." jawab Zanya.
"Daripada repot-repot, lebih baik kita makan di kafetaria. Ayo!" ajak Marlon.
"Baiklah kalau begitu, Pak." jawab Zanya, kemudian ia berjalan mengikuti Marlon.
Marlon melihat luka di tangan Zanya saat gadis itu menempelkan kartu akses lift. Sepertinya itu luka dari cakaran Ayra. Ia hendak mengambil tangan Zanya untuk melihatnya, namun pintu lift terbuka, dan Zanya bergeser untuk memberi jalan pada Marlon agar masuk ke lift.
Marlon masuk ke lift, diikuti oleh Zanya. Marlon kembali menatap tangan Zanya yang terluka dan ada noda darah. Marlon pun meraih tangan Zanya, lalu melihat luka itu. Zanya salah tingkah atas perlakuan Marlon kepadanya. Ia ingin menarik tangannya, tapi ada perasaan senang menjalar di hatinya yang disebabkan oleh perlakuan Marlon.
"Harusnya ini di bersihkan dulu" Ujar Marlon.
Zanya menarik tangannya, lalu melihat luka itu, hanya goresan kecil bekas kuku Ayra. "Nanti saya bersihkan di toilet dekat kafetaria." Jawab Zanya.
"Bukannya seharusnya membersihkannya dengan alkohol?" tanya Marlon.
Zanya menggeleng. "Kata teman saya yang seorang dokter, lebih baik dicuci dengan air bersih yang mengalir daripada menggunakan alkohol, karena alkohol dapat merusak jaringan kulit dan mengganggu proses penyembuhan. Lebih baik lagi jika dibersihkan dengan cairan NaCl atau air infus, pak. Tapi di kotak P3K kantor kita tidak ada cairan itu." jawab Zanya.
"Oh, begitu? Aku kurang paham soal medis, ini ilmu baru yang aku dapat hari ini." ujar Marlon. "Berarti ini bisa jadi masukan untuk purchasing, agar menyediakan cairan NaCl di kotak P3K kantor." Lanjutnya.
"Waktu saya masih di divisi General Affair, saya pernah mengusulkan ini, Pak. Tapi sayang, usulan saya tidak di terima." ujar Zanya.
"Apa alasannya?" Tanya Marlon.
"Mereka bilang, siapa yang akan terluka di kantor seperti ini." Jawab Zanya. "Mereka gak tau akan ada kejadian mantan tunangan CEO mencakar asisten CEO." kelakar Zanya.
Marlon tertawa mendengar kelakar Zanya. Zanya terpana melihat tawa Marlon. Ya, itulah tawa yang Zanya inginkan selalu menghiasi wajah Marlon. Tawa yang membuat ia merasa hidup akan selalu baik-baik saja.
Marlon berhenti tertawa, dan menatap wajah Zanya, kemudian ia mengulurkan tangannya ke wajah Zanya. Zanya terkejut oleh gerakan Marlon, tapi ia terdiam, menunggu apa yang selanjutnya akan terjadi.