Maya Elina Putri dan Mila Evana Putri adalah sepasang anak kembar yang meski lahir dari rahim yang sama, memiliki kepribadian yang sangat berbeda. Maya dengan kecerdasannya dan Mila dengan kenakalanya. Kedua orang tua mereka seringkali membedakan Mereka Berdua. Maya selalu mendapatkan pujian, sementara Mila lebih selalu mendapatkan teguran. Namun ikatan mereka sebagai saudara kembar tetap kuat. Mereka saling menyayangi dan selalu mendukung satu sama lain.
Arga, kapten tim basket di sekolah mereka, adalah sahabat dekat Mila. Mila secara diam-diam menyimpan perasaan lebih kepada Arga, tetapi ia tak pernah berani mengungkapkannya. Ketika Arga mulai menunjukkan ketertarikan pada Maya, hati Mila hancur. Arga memilih Maya, meyakini bahwa hubungannya dengan Mila hanyalah sebatas persahabatan. Hal ini membuat Mila merasa dikhianati oleh takdir, apalagi ketika Maya dan Arga resmi berpacaran. Luka di hati Mila semakin dalam, dan dia mulai menaik diri dari Maya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Laura Putri Lestari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pelampiasan
Mila kini mulai menjalani kehidupan yang berbeda. Setelah perasaan kesepian yang terus menghantuinya, dia mencari pelarian dengan cara yang tidak pernah dia bayangkan sebelumnya. Dia bergabung dengan kelompok anak nakal di sekolah—mereka yang dikenal suka mencari masalah dan tak kenal takut. Awalnya, Mila hanya ingin tahu, mencari teman baru yang bisa mengerti dirinya. Namun, tanpa disadari, dia semakin terjerumus dalam dunia mereka.
Mila bahkan sering membolos, meninggalkan pelajaran untuk berkumpul dengan geng barunya. Meskipun Farhan dan Bima tidak sekelas dengan Mila, mereka juga sering membolos bersama, meskipun dengan perasaan campur aduk. Mereka tahu ini salah, tapi mereka juga tidak ingin meninggalkan Mila sendirian.
Mila mulai sering ikut tawuran dengan gengnya. Meski awalnya dia merasa takut, lama-kelamaan rasa takut itu berubah menjadi adrenalin yang membuatnya ketagihan. Setiap pukulan yang dia berikan, setiap luka yang dia terima, menjadi cara untuk melampiaskan rasa frustrasi yang tak terucapkan.
Di rumah, suasana semakin memburuk. Orang tua Mila, yang masih sibuk dengan pekerjaan mereka, mulai khawatir melihat perubahan pada putri mereka. Mereka sering dipanggil ke ruang BK oleh pihak sekolah karena kenakalan Mila yang semakin menjadi-jadi. Namun, Mila selalu menolak untuk berbicara tentang apa yang terjadi pada dirinya. Dia hanya memberontak, menantang otoritas orang tuanya.
“aku nggak butuh ceramahan kalian, aku cuma butuh sedikit kebebasan!” Mila berteriak suatu malam ketika orang tuanya mencoba menasihatinya. Wajahnya merah padam oleh amarah, dan untuk pertama kalinya, mereka melihat kebencian yang dalam di mata putri mereka.
Maya, yang biasanya dekat dengan Mila, mulai merasa kecewa dan takut melihat perubahan pada saudara kembarnya. Dia menjauh, tidak tahu harus bagaimana menghadapi Mila yang sekarang lebih mirip orang asing daripada saudara kembarnya. Hubungan mereka yang dulunya erat, sekarang terasa begitu jauh. Maya tidak ingin terlibat dalam dunia gelap yang dimasuki Mila, dan ini membuat jarak di antara mereka semakin lebar.
Malam hari, Mila sering keluar tanpa izin orang tuanya. Dia mengambil motornya, menantang bahaya di jalanan. Tanpa perhitungan, dia melaju kencang di jalan-jalan yang sepi, merasakan angin malam yang dingin menghempas wajahnya. Kecepatan menjadi pelariannya, membantunya melupakan sejenak semua tekanan di kepalanya.
Tidak hanya itu, Mila juga terlibat dalam balap liar. Setiap malam dia berkumpul dengan para pembalap jalanan, menantang nasib di lintasan-lintasan berbahaya. Di sana, Mila menemukan sensasi yang selama ini dia cari—kebebasan yang membutakan, meskipun itu hanya ilusi sementara.
Namun, di balik semua kenakalannya, Mila sebenarnya masih merasa kosong. Semua tawuran, balapan, dan tindakan pemberontakan lainnya hanya menjadi cara untuk menutupi luka batin yang semakin dalam. Ketika dia berdiri di tengah keramaian, mendengar sorak sorai orang-orang di sekitarnya, dia tetap merasa sendirian.
Suatu malam, setelah balapan yang mendebarkan, Mila duduk di atas motornya, memandang ke arah bintang-bintang di langit yang sepi. “Gua nggak tahu sampai kapan gua bisa terus begini,” gumamnya pelan. Dia menyadari, meskipun dia terus berlari, dia tidak bisa benar-benar melarikan diri dari rasa sakit yang dia rasakan.
Namun, sebelum dia bisa menemukan jawabannya, Mila hanya bisa terus mengikuti arus, semakin tenggelam dalam dunia yang dia ciptakan sendiri—dunia yang penuh dengan bahaya, namun juga memberinya perasaan hidup yang baru, meskipun hanya sekejap.
kamu berhak bahagia meskipun bukan dgn keluarga, sodara dan sahabat pasti akan ada orang diluaran sana yg tulus menyayangi kamu mil...