Dua Hati, Satu Takdir

Dua Hati, Satu Takdir

Perbedaan Yang Kian Nyata

Pagi itu, udara dingin menyapa Kota Bandung. Kabut tipis masih menyelimuti puncak-puncak gunung yang mengelilingi kota, memberikan nuansa sejuk yang menenangkan. Di sebuah rumah megah dengan taman yang asri, suara dentingan sendok dan garpu terdengar dari ruang makan. Keluarga Putri sedang sarapan bersama. Ayah dan ibu tampak sibuk dengan koran dan ponsel mereka, sementara di sisi lain meja, dua sosok kembar tengah duduk dengan sikap yang sangat kontras.

Maya Elina Putri, dengan rambut panjang yang diikat rapi, mengenakan seragam sekolah yang disetrika sempurna. Senyumnya lembut saat ia menyeruput teh hijau hangat dari cangkir porselen. Di depannya, buku catatan kecil terbuka, berisi jadwal pelajaran dan daftar tugas yang akan ia selesaikan hari itu. Maya adalah siswa teladan, cerdas, sopan, dan anggun—sosok yang sempurna di mata orang tuanya. Kecintaannya pada alam, terutama gunung, selalu membawa kebanggaan bagi keluarga. Setiap akhir pekan, Maya sering mendaki gunung bersama komunitasnya, menikmati udara segar dan pemandangan yang menakjubkan.

Di sisi lain meja, Mila Evana Putri tampak asyik memainkan ponselnya, sesekali menyuap nasi goreng dengan tangan kiri. Rambut pendeknya yang sedikit acak-acakan, seragam sekolah yang tidak rapi, dan gelang kulit yang melingkar di pergelangan tangannya jelas menunjukkan gaya tomboynya. Mila berbeda jauh dari Maya. Bukan hanya dalam penampilan, tetapi juga dalam kepribadian. Ia lebih suka mengenakan jaket kulit daripada blazer sekolah, dan sepatu kets daripada sepatu pantofel. Meski pintar dalam olahraga, Mila tidak terlalu menonjol dalam akademik. Ia sering terlibat dalam perkelahian, terutama saat membela teman-temannya di sekolah. Namun, meski terkenal keras kepala, Mila memiliki kelembutan hati yang hanya diketahui oleh orang-orang terdekatnya.

"Mil ayo berangkat" Mila menganggu lalu bangit dari duduknya berjalan ke arah perkarangan rumahnya tanpa menyapa kedua orang tuanya. iyap itulah yang terjadi setiap hari antara Mila dan kedua orang tuanya. 

Suara deru motor gede (moge) menggelegar di halaman rumah keluarga Wijaya. Mila, dengan jaket kulit hitam dan helm full-face, menyalakan mesin motornya dengan cekatan. Di belakangnya, kembarannya, sedang merapikan rok seragamnya dan menunggu dengan tenang.

“Lo udah siap, May?” tanya Mila tanpa menoleh, suaranya terdengar jelas meskipun deru mesin moge cukup keras.

Maya mengangguk dan dengan luwes menaiki motor di belakang Mila. "Siap, Mil. Ayo, kita berangkat," balasnya sambil memeluk pinggang Mila.

Perjalanan ke sekolah selalu menjadi momen yang dinanti-nanti oleh keduanya. Meski mereka begitu berbeda, momen-momen kecil seperti ini masih mampu menyatukan mereka. Mila dengan penuh percaya diri menembus jalanan, menghindari kendaraan lain dengan kecepatan tinggi. Sementara itu, Maya menikmati pemandangan, memikirkan hari itu yang penuh dengan rasa cemas dan harap.

Hari ini adalah hari pembagian raport ujian tengah semester mereka. Maya, seperti biasa, merasa optimis dengan hasil ujiannya. Dia sudah berusaha keras, mempersiapkan diri dengan matang, dan yakin akan hasilnya. Sebaliknya, Mila, yang tidak begitu peduli dengan pelajaran, hanya bisa merasa was-was. Meski mereka berada di kelas yang sama, yaitu kelas IPA, Mila tak pernah benar-benar memahami alasan mengapa dia ditempatkan di sana. Baginya, kelas IPA adalah labirin yang membingungkan, penuh dengan rumus dan teori yang hanya membuatnya pusing.

Sesampainya di sekolah, Mila dan Maya turun dari motor dengan gaya yang khas. Mila dengan langkah yang cepat dan tegas, sedangkan Maya lebih anggun dan tenang. Sekilas, teman-teman mereka selalu menganggap keduanya sebagai kombinasi yang aneh, namun tak bisa dipungkiri bahwa keduanya menarik perhatian.

Di dalam kelas, suasana tegang terasa jelas. Semua murid menunggu giliran mereka dipanggil untuk mengambil raport. Maya duduk di sebelah Mila, menatap ke depan dengan tenang, sementara Mila lebih terlihat gelisah, memain-mainkan ujung jaket kulitnya.

“Mila Evana Putri,” panggil wali kelas mereka.

Mila menelan ludah dan berjalan ke depan kelas. Ia bisa merasakan tatapan penuh harap dari teman-temannya yang lain, seolah-olah mereka tahu apa yang akan terjadi.

Wali kelas menyerahkan raport itu dengan senyum simpatik. “Mila, kamu perlu lebih giat belajar. Saya tahu kamu bisa lebih baik dari ini.”

Mila hanya mengangguk, mengambil raportnya tanpa sepatah kata pun. Ketika dia membuka lembaran itu di bangkunya, rasa kecewa dan frustrasi segera menyergap. Nilai-nilainya anjlok. Hampir semua mata pelajaran yang ada di raport itu diwarnai angka merah. Mila merasakan dadanya sesak. Tidak ada kejutan di sini, tapi tetap saja, melihat kenyataan itu di atas kertas membuatnya merasa gagal.

“Gimana, Mil?” tanya Maya dengan nada lembut ketika Mila kembali duduk.

Mila hanya mengangkat bahu. “Gak usah dibahas, May,” jawabnya singkat, mencoba menahan emosinya.

Kemudian, giliran Maya dipanggil. Dengan langkah mantap, Maya menuju meja wali kelas dan menerima raportnya. Seperti yang diduga, nilai-nilainya cemerlang. Senyum bangga terlihat di wajahnya saat dia kembali duduk di sebelah Mila.

“Nilaimu bagus, kan?” tanya Mila, meski ia sudah tahu jawabannya.

Maya mengangguk pelan, lalu menatap Mila dengan penuh perhatian. “Nilai bukan segalanya, Mil. Kita bisa cari cara biar kamu bisa lebih baik di semester depan.”

Namun, Mila hanya tersenyum kecut. Kata-kata Maya terdengar seperti klise yang tidak bisa menghapus rasa kecewa dan marah yang menggelegak di dalam dirinya.

Episodes
1 Perbedaan Yang Kian Nyata
2 Antara Persahabatan dan Perasaan yang Tersimpan
3 Pelarian yang Menangkan
4 Ketika Demam Menghadapi Rutinitas
5 Teman yang Dibutuhkan
6 Permintaan yang Menyakitkan
7 Rencana Arga
8 Menenangkan Fikiran
9 Restu yang Melukai
10 Kado yang Terselip
11 Perayaan Ulangtahun si Kembar
12 Terjadi Lagi
13 Langkah Baru
14 Menemukan kembali dirinya
15 Pasar Malam
16 Tekad Mila
17 Perjuangan Tanpa Restu
18 Selalu bersama
19 Kemenangan Mila
20 Refleksi dan Resolusi
21 Kecelakaan
22 Luka yang tak Terlihat
23 Larangan yang Menyakitkan
24 Membuka Luka Lama
25 Masih dengan Paksaan
26 Merasa Sendiri
27 Pelampiasan
28 Teman Cerita
29 Ketidaksukaan Arga
30 Pentas Seni
31 Keberhasilan Mereka
32 Perasaan Farhan
33 Kebingungan Mila
34 Kebimbangan Mila
35 Persimpangan Perasaan
36 Rasa yang tersisa
37 Menjaga Jarah
38 Ungkapan cinta
39 Sakit hati seorang Farhan
40 Kebebasan Yang Terkekang
41 Pantai yang Terlupakan
42 Kembar yang Berbeda Nasib
43 Menjauh
44 Jalan tanpa akhir
45 Kekecewaan
46 Orang Misterius
47 Kembali ke Akar
48 Keinginan yang tertolak
49 Latihan Pertama
50 Kata-Kata yang Menyakitkan
51 Sunyi dalam Perjalanan
52 Kekalahan hati Farhan
53 Hujan dan ketidakpedulian
54 Kepedulian yang tiba Terlambat
55 Ambisi Mila
56 Beban Orang Tua
57 Perubahan
58 Ketenangan Sesaat
59 Dia antara Ombak dan Pendar Cahaya
60 Keheningan Yang Menghantui
61 Kesendirian yang Menghampiri
62 Jalan-Jalan
63 Pesan Misterius
64 Bayangan di Malam Sunyi
65 Teror di Ambang Pintu
66 Jerat tak terlihat
67 Tetenangan di Tengah Kegelisahan
68 Senyum di tengah Badai
69 Foto Palsu
70 Keanehan Raihan
71 Memilih Untuk Percaya
72 Langkah Kecil menuju Cahaya
73 Lolos Seleksi
74 Pasar Malam (2)
75 Malam Yang TakTerduga
76 Langkah Penuh Luka
77 Pelukan yang jarang di dapatkan
78 Dalam Pelukan Luna
79 Bangkit dalam bayangan luka
80 Terjebak Dalam Takdir yang menyakitkan
81 Masih memiliki Teman
82 Memilih bangkit sendiri
83 Motifasi dari pelatih
84 Perasaan
Episodes

Updated 84 Episodes

1
Perbedaan Yang Kian Nyata
2
Antara Persahabatan dan Perasaan yang Tersimpan
3
Pelarian yang Menangkan
4
Ketika Demam Menghadapi Rutinitas
5
Teman yang Dibutuhkan
6
Permintaan yang Menyakitkan
7
Rencana Arga
8
Menenangkan Fikiran
9
Restu yang Melukai
10
Kado yang Terselip
11
Perayaan Ulangtahun si Kembar
12
Terjadi Lagi
13
Langkah Baru
14
Menemukan kembali dirinya
15
Pasar Malam
16
Tekad Mila
17
Perjuangan Tanpa Restu
18
Selalu bersama
19
Kemenangan Mila
20
Refleksi dan Resolusi
21
Kecelakaan
22
Luka yang tak Terlihat
23
Larangan yang Menyakitkan
24
Membuka Luka Lama
25
Masih dengan Paksaan
26
Merasa Sendiri
27
Pelampiasan
28
Teman Cerita
29
Ketidaksukaan Arga
30
Pentas Seni
31
Keberhasilan Mereka
32
Perasaan Farhan
33
Kebingungan Mila
34
Kebimbangan Mila
35
Persimpangan Perasaan
36
Rasa yang tersisa
37
Menjaga Jarah
38
Ungkapan cinta
39
Sakit hati seorang Farhan
40
Kebebasan Yang Terkekang
41
Pantai yang Terlupakan
42
Kembar yang Berbeda Nasib
43
Menjauh
44
Jalan tanpa akhir
45
Kekecewaan
46
Orang Misterius
47
Kembali ke Akar
48
Keinginan yang tertolak
49
Latihan Pertama
50
Kata-Kata yang Menyakitkan
51
Sunyi dalam Perjalanan
52
Kekalahan hati Farhan
53
Hujan dan ketidakpedulian
54
Kepedulian yang tiba Terlambat
55
Ambisi Mila
56
Beban Orang Tua
57
Perubahan
58
Ketenangan Sesaat
59
Dia antara Ombak dan Pendar Cahaya
60
Keheningan Yang Menghantui
61
Kesendirian yang Menghampiri
62
Jalan-Jalan
63
Pesan Misterius
64
Bayangan di Malam Sunyi
65
Teror di Ambang Pintu
66
Jerat tak terlihat
67
Tetenangan di Tengah Kegelisahan
68
Senyum di tengah Badai
69
Foto Palsu
70
Keanehan Raihan
71
Memilih Untuk Percaya
72
Langkah Kecil menuju Cahaya
73
Lolos Seleksi
74
Pasar Malam (2)
75
Malam Yang TakTerduga
76
Langkah Penuh Luka
77
Pelukan yang jarang di dapatkan
78
Dalam Pelukan Luna
79
Bangkit dalam bayangan luka
80
Terjebak Dalam Takdir yang menyakitkan
81
Masih memiliki Teman
82
Memilih bangkit sendiri
83
Motifasi dari pelatih
84
Perasaan

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!