Pak Woto, petani sederhana di Banjarnegara, menjalani hari-harinya penuh tawa bersama keluarganya. Mulai dari traktor yang 'joget' hingga usaha konyol menenangkan cucu, kisah keluarga ini dipenuhi humor ringan yang menghangatkan hati. Temukan bagaimana kebahagiaan bisa hadir di tengah kesibukan sehari-hari melalui cerita lucu dan menghibur ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Esa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Malam Penuh Kejutan: Pocongan di Sawah
Saat Pak Sidik dengan penuh konsentrasi membajak sawahnya, suasana malam di desa sangat tenang. Cahaya bulan memancarkan sinar lembut di atas sawah yang baru saja dibajak, sementara suara traktor yang bekerja keras menjadi satu-satunya suara yang terdengar.
Pak Sidik sudah mulai merasa nyaman dengan traktor yang kini berjalan dengan normal. Dia bahkan mulai bergumam sendiri, "Akhirnya, bisa kerja tanpa gangguan. Semoga saja tidak ada kejadian aneh lagi malam ini."
Tiba-tiba, dari balik semak-semak di tepi sawah, muncul sebuah sosok yang membuat jantung Pak Sidik melonjak ke tenggorokan. Sosok tersebut adalah pocong, hantu tradisional Indonesia yang sering digambarkan dengan pakaian kafan putih dan posisi melompat-lompat.
Pocong itu muncul dengan gerakan melompat-lompat dan tampak menempel di tanah dengan sangat aneh. Awalnya, Pak Sidik mengira itu hanya ilusi akibat lelah, tapi semakin dekat dia melirik, semakin jelas bahwa itu adalah pocong nyata.
Pak Sidik membelalak dan langsung mengerem traktor dengan panik. "Waduh, ini apaan? Apa traktor saya jadi magnet pocong?" katanya dengan suara bergetar.
Pocong itu melompat-lompat mendekati traktor, seakan-akan ingin bertanya. Melihat pocong yang mendekat, Pak Sidik langsung melompat turun dari traktor dan berlari ke arah yang berlawanan. "Aduh, ini beneran pocong! Gimana nih?"
Saat Pak Sidik berlari panik, pocong itu tampaknya mengikuti dengan gerakan melompat-lompat yang konyol. Bukannya menakutkan, gerakan pocong itu malah membuat Pak Sidik semakin bingung. "Kok bisa ya pocongnya lompatan? Ini kayak nonton sirkus malam hari!"
Di tengah kepanikan, Pak Sidik teringat nasihat Pak Woto tentang traktor. "Mungkin traktor ini memang baper, jadi pocongnya ikut baper juga."
Sementara Pak Sidik lari keliling sawah dengan pocong yang terus melompat-lompat di belakangnya, tiba-tiba terdengar suara dari jauh, "Pak Sidik! Kenapa teriak-teriak malam begini?"
Pak Parto, yang kebetulan lewat lagi karena dia mendengar teriakan Pak Sidik, datang mendekat. Melihat keadaan tersebut, Pak Parto tak bisa menahan tawa melihat pocong yang tampak seperti penghibur malam.
"Pak Sidik, apa yang terjadi? Kok bisa pocong ikut nari-nari di sawah?" tanya Pak Parto sambil tertawa terbahak-bahak.
Pak Sidik, yang sudah hampir kehabisan tenaga, berusaha menjelaskan dengan napas terengah-engah, "Pak Parto, ini pocong beneran. Saya nggak tahu kenapa dia bisa melompat-lompat kayak gini!"
Pak Parto yang sudah mulai menenangkan diri dari tawa, mendekati pocong dan berkata, "Ayo, Mas Pocong, jangan ganggu Pak Sidik. Dia lagi serius kerja."
Ternyata, pocong itu tidak berhenti melompat. Namun, saat Pak Parto memberikan sinyal, pocong berhenti sejenak dan tampak bingung. Setelah itu, pocong itu malah duduk di tanah dengan posisi yang cukup lucu, seolah-olah sudah lelah melompat-lompat.
Pak Parto mendekati pocong, dan tiba-tiba tertawa lagi. "Ternyata pocong ini juga capek, Pak Sidik. Mungkin dia cuma mau ikut senam malam hari."
Pak Sidik yang melihat pocong yang duduk di tanah akhirnya bisa sedikit tenang. "Jadi, pocong ini cuma pengen ikutan olahraga juga, ya?"
Pak Parto tersenyum sambil membantu Pak Sidik mengangkat pocong itu. "Nggak tahu juga, Pak Sidik. Tapi kita bawa pocong ini pulang aja. Biar dia bisa istirahat di tempat yang lebih nyaman."
Pak Sidik dan Pak Parto membawa pocong itu ke pinggir sawah dan membiarkannya duduk di tempat yang aman. Pak Sidik kembali ke traktor, dan meskipun masih sedikit cemas, dia merasa lebih tenang dengan kehadiran Pak Parto yang membantunya.
Di rumah Pak Woto, cerita tentang pocong yang melompat-lompat menjadi bahan tawa yang tak ada habisnya. Puthut, Marni, dan Pak Woto semua tertawa terbahak-bahak ketika Pak Sidik menceritakan kejadian tersebut. "Wah, pocong aja bisa ikutan latihan kebugaran malam hari, ya!" canda Puthut.
Pak Woto tersenyum lebar. "Mungkin traktor saya benar-benar ajaib. Bisa bikin pocong ikut gerakan senam malam hari."
Semua orang akhirnya bisa tertawa bersama, dan kejadian aneh di sawah itu menjadi cerita legendaris yang akan dikenang di desa mereka. Pak Sidik kembali ke rumah dengan perasaan lega dan rasa humor yang lebih besar dari sebelumnya, sambil berharap malam-malam berikutnya akan lebih tenang tanpa kehadiran pocong yang melompat-lompat.
Puthut dan Permintaan Pijat di Tengah Malam
Malam semakin larut dan suasana desa Masaran semakin tenang. Puthut yang baru saja selesai memetik kelapa muda dari pohon-pohon di sekitar sawah, merasakan tubuhnya yang letih dan pegal. Dia telah memanjat pohon kelapa satu per satu dengan hati-hati dan hasilnya cukup banyak, tapi rasa lelah membuatnya merasa seperti baru saja berlari marathon.
Puthut pulang ke rumah dengan membawa beberapa kelapa muda di tangan, tapi langkahnya tidak secepat biasanya. Setibanya di rumah, ia langsung menuju ke ruang tengah dan duduk di tikar, mengeluh sambil memijat-mijat kakinya.
Marni, istrinya, sedang sibuk menyiapkan makanan di dapur. Ketika Puthut melihat Marni yang tengah sibuk, dia memutuskan untuk meminta bantuan. "Sayang," panggil Puthut dengan nada lelah, "aku pegal banget nih, bisa minta tolong dipijitin nggak?"
Marni yang sedang sibuk membuat dawet ayu, mengelap keringat di dahinya dan menjawab, "Pijatin? Mas, kamu kan baru aja pulang dari memanjat pohon kelapa. Sekarang malah ngeluh pegal."
Puthut tersenyum lemah, "Iya, sayang. Tapi aku beneran capek. Aku udah kayak burung hantu yang abis terbang seharian. Tolong deh, satu pijatan aja."
Marni menghela napas, "Baiklah, Mas. Duduk yang tenang. Aku siapin dulu peralatannya."
Marni keluar dari dapur dan membawa minyak pijat. Ketika dia mulai memijat kaki Puthut, Puthut langsung merasakan perbedaan. "Ahhh, rasanya enak banget," keluh Puthut dengan mata terpejam.
Namun, Marni yang memang dikenal suka bercanda, mulai beraksi. "Kaki Mas ini, kayaknya ada banyak cacingnya, deh. Harus hati-hati," ucapnya sambil menggigit bibir, pura-pura serius.
Puthut yang mendengar itu langsung membuka mata dan melirik Marni, "Jangan bercanda, dong. Aku udah cukup stress sama cacing tadi pagi."
Marni malah semakin bersemangat, "Bisa-bisa kaki Mas jadi lapangan cacing jika terus-terusan dipijatin. Kita harus cuci bersih supaya cacingnya gak kabur."
Puthut mendengarnya langsung tertawa terbahak-bahak. "Hahaha, dasar kamu ini, Marni. Jadi, kaki aku ini sebenarnya kayak taman safari buat cacing?"
Marni tersenyum lebar sambil melanjutkan pijatannya. "Ya, siapa tahu. Tapi yang jelas, kaki Mas jadi lebih lembut dan halus."
Selama Marni memijat kaki Puthut, mereka berdua berbincang ringan dan bercanda. Puthut menceritakan tentang kejadian-kejadian lucu saat memanjat pohon kelapa. "Tadi waktu aku naik ke atas, aku hampir jatuh karena ngeliat kecoak besar di atas pohon. Sepertinya si kecoak juga lagi cari kelapa."
Marni tertawa mendengar cerita Puthut. "Jadi, selain cacing, ada juga kecoak yang ikut memeriahkan panen kelapa, ya?"
Sambil terus memijat, Marni tiba-tiba berhenti dan berkata, "Eh, Mas, kayaknya pijatannya sudah cukup. Kaki Mas sudah halus kayak baby."
Puthut menarik napas lega. "Terima kasih, sayang. Kaki aku sudah terasa enak. Kamu memang terbaik deh."
Marni melanjutkan pekerjaan di dapur sambil terus berbicara dengan Puthut. "Kalau gitu, lain kali kalau capek, bilang aja. Jangan khawatir, aku selalu siap memijat."
Tak lama kemudian, makanan yang telah disiapkan Marni pun siap dihidangkan. Marni membawa sepiring gedang goreng dan beberapa gelas dawet ayu yang terkenal di desa mereka.
Puthut melihat makanan tersebut dan langsung senyum lebar. "Wah, ini yang bikin aku semangat. Terima kasih, sayang. Aku pasti bisa kerja lebih keras lagi setelah makan ini."
Marni tersenyum bangga, "Makan dulu, Mas. Jangan lupa, setelah makan, kalau mau pijat lagi, tinggal bilang."
Malam itu, setelah menikmati makanan lezat dan pijatan yang menenangkan, Puthut dan Marni duduk bersantai bersama. Cerita-cerita lucu dan tawa mereka membuat suasana malam menjadi hangat dan penuh kebahagiaan.
Puthut menyandarkan kepala di bahu Marni. "Malam ini memang malam yang luar biasa. Dari pocong joget sampai pijatan kaki, semuanya jadi cerita yang nggak bakal dilupakan."
Marni membalas dengan senyuman. "Ya, Mas. Setiap malam penuh kejutan pasti lebih seru kalau kita hadapi bersama."
Mereka berdua kemudian menikmati malam dengan penuh kehangatan, dan keesokan harinya, cerita tentang malam yang penuh kejutan itu akan menjadi salah satu kenangan indah di desa mereka.