Di Bawah Umur Harap Minggir!
*****
Salahkah bila seorang istri memiliki gairah? Salahkah seorang istri berharap dipuaskan oleh suaminya?
Mengapa lelaki begitu egois tidak pernah memikirkan bahwa wanita juga butuh kepuasan batin?
Lina memiliki suami yang royal, puluhan juta selalu masuk ke rekening setiap bulan. Hadiah mewah dan mahal kerap didapatkan. Namun, kepuasan batin tidak pernah Lina dapatkan dari Rudi selama pernikahan.
Suaminya hanya memikirkan pekerjaan sampai membuat istrinya kesepian. Tidak pernah suaminya tahu jika istrinya terpaksa menggunakan alat mainan demi mencapai kepuasan.
Lambat laun kecurigaan muncul, Lina penasaran kenapa suaminya jarang mau berhubungan suami istri. Ditambah lagi dengan misteri pembalut yang cepat habis. Ia pernah menemukan pembalutnya ada di dalam tas Rudi.
Sebenarnya, untuk apa Rudi membawa pembalut di dalam tasnya? Apa yang salah dengan suaminya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Momoy Dandelion, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13: Rahasia Dara
"Minta pembalut ke sebelah kok lama banget!" protes Dara yang sedari tadi kesal menunggu Trian kembali.
Trian menyerahkan benda yang ia dapatkan dari rumah Lina. Dara langsung merebutnya dengan kasar lalu memakainya.
"Tadi Lina tidak dengar, aku sudah berkali-kali mengetuk pintu. Dia lama sekali membukakan pintu." Trian berusaha memberi penjelasan agar tidak salah paham.
"Ah, sudahlah! Aku mau makan!" kesal Dara.
Ia sama sekali tak menghiraukan alasan yang Trian katakan. Ia langsung meninggalkan Trian menuju le ruang makan.
Trian hanya bisa menghela napas panjang. Ia mengikuti Dara menuju ke ruang makan.
Dara mengambil makanannya sendiri. Semua menu yang terhidang di san hasil masakan Trian. Lama kelamaan Trian merasa seperti pembantu sekaligus pengasuh. Kesabarannya benar-benar diuji selama lima tahun tinggal bersama.
"Masakanmu kali ini enak!" puji Dara. Ia terlihat lahap memakannya.
Trian hanya memandangi Dara makan. Piringnya masih kosong. Ia membayangkan seandainya memiliki istri yang perhatian seperti Lina. Benar-benar jauh berbeda dari Dara.
Tiba-tiba ia teringat kejadian tadi. Ia benar-benar melihat dengan jelas Lina yang sedang bergairah di hadapannya. Ia sama sekali tidak menyangka jika mantan pacarnya bisa seliar itu. Masih pagi tapi mainannya bisa membuat orang panas dingin.
Segera ia tepis bayangan itu. Ada bagian tubuhnya yang merespon karena ingatannya yang liar itu.
"Kamu tidak makan?" tanya Dara.
Pertanyaan Dara kembali menyadarkan Trian. Ia segera menyudahi imajinasinya dan mengambil makanannya sendiri.
"Aku nanti malam tidak pulang, ya!" ucap Dara dengan entengnya.
Trian terdiam. Lagi-lagi istrinya mau pergi seenak hati. "Kali ini mau kemana lagi?" tanya Trian.
"Kamu tidak perlu tahu. Kalau kamu tahu, kamu pasti akan lapor ke ayahku," kata Dara sembari tak henti mengunyah makanannya.
Ingin rasanya Trian terkekeh. Lima tahun pernikahan rasanya hanya sandiwara belaka. Ia menikahi Dara hanya untuk menyembunyikan kegilaan wanita itu.
Sebelum menikah dengannya, Dara terlibat asmara dengan seorang abdi negara, tepatnya seorang polisi. Bukan polisi sembarang polisi, tapi polisi yang sudah beristri.
Ya, Dara sejak dulu sudah menjalin cinta dengan suami orang. Bahkan untuk menutupi kegilaannya, orang tua Dara sampai memaksa Trian untuk menikahi putrinya.
Selama lima tahun pernikahan, Trian dan Dara tak pernah tidur bersama. Trian hanya dijadikan tameng jika ada yang hendak mengorek hubungan Dara dengan pacarnya. Dara bahkan sering bersikap semena-mena terhadap Trian, seperti memperlakukannya sebagai pesuruh.
Trian hanya menahan diri untuk berpura-pura tidak peduli. Bagaimanapun juga, ayah Dara sudah sangat berjasa untuk membantu bisnis keluarganya. Dia juga dipercaya untuk mengurus perusahaan sendiri. Jika dia berani memberontak, keluarga Dara pasti akan menghancurkannya. Apalagi koneksi Dara dengan selingkuhannya yang punya kedudukan cukup berpengaruh.
Dara sangat pandai berakting. Di hadapan orang lain, ia akan terlihat mesra dengan suaminya. Tapi, jika di rumah, jangan harap ada kemesraan seperti itu. Dara sama sekali tak peduli dengan Trian.
Dara sebenarnya tak punya pekerjaan. Namanya hanya tercacat di perusahaan untuk formalitas. Jika dia sedang bosan dan ingin bekerja, sewaktu-waktu bisa masuk ke kantor milik ayahnya.
Kegiatan Dara setiap hari hanya berpesta dan bersenang-senang. Jika jadwalnya bertemu dengan selingkuhannya, ia tidak akan pulang sampai berhari-hari. Hal itu sudah biasa untuk Trian.
Sebenarnya ayah Dara sudah berusaha agar putrinya itu berubah. Sengaja Dara diasingkan supaya tidak bertemu lagi dengan polisi itu. Akan tetapi, Dara punya seribu akal untuk mendapatkan apa yang diinginkannya. Trian juga tidak bisa menghentikannya.
"Aku sudah selesai makan. Aku pergi dulu, ya!" pamit Dara. Ia meninggalkan meja makan begitu saja.
Sekali lagi Trian hanya bisa menghela napas. Dara bahkan tak mau mencuci piring bekas makannya sendiri.
Trian merasa kelelahan secara fisik dan mental. Ingin rasanya ia mencari pembantu tetap untuk membantunya mengurus rumah. Akan tetapi, keluarga Dara melarangnya. Mereka tidak ingin ada orang luar tahu tentang kegilaan Dara. Jadi, Trian hanya menggunakan jasa pembantu panggilan untuk beres-beres rumah tiga kali seminggu.
Trian meninggalkan meja makan. Ia menyusul istrinya yang telah keluar lebih dulu.
Ternyata Dara tidak langsung pergi. Wanita itu tengah berbincang-bincang dengan Lina di luar rumah. Kalau seperti itu, Dara tampak seperti orang waras pada umumnya.
Trian terus memperhatikan kedua wanita yang tampaknya tengah asyik berbicara itu. Ketika mata Lina dan Trian bertemu, Lina mengalihkan pandangannya ke arah lain. Sepertinya Lina masih mengingat kejadian tadi.
"Trian! Kesini!" panggil Dara.
Trian tidak mengira Dara akan memanggilnya. Ia terpaksa menghampiri mereka. Lina tampak semakin tidak nyaman melihat keberadaan Trian di sana.
"Aku dan Lina berencana mau ke taman hiburan akhir pekan ini," ucap Dara seraya meraih tangan Trian dan memeluknya mesra.
"Oh, kalau kalian memang mau, pergi saja," jawab Trian. Ia perhatikan Lina tampak gelisah dan tak berani memandanginya.
"Maksudku, kamu ikut juga. Lina juga akan mengajak suaminya. Jadi, kita double date," ujar Dara dengan penuh semangat.
"Ya, kamu atur saja. Aku ikut sesuai maumu," kata Trian dengan nada datar.
"Tuh kan, Lina ... Aku bilang juga apa? Trian pasti mau. Jadi, akhir pekan sepakat kita jalan-jalan, ya!" ucap Dara.
Lina hanya tersenyum dan mengangguk.
"Kalau begitu, aku mau berangkat kerja dulu. Sampai jumpa akhir pekan!" pamit Dara.
Sebelum pergi, Dara sempat mencium bibir Trian. Ia lantas masuk ke dalam mobil yang sebelumnya telah terparkir di jalan. Trian dan Lina hanya berdiri memandangi mobil Dara yang mulai berjalan dan akhirnya menghilang.
Trian menoleh ke arah Lina. Wanita itu tampak tertunduk sembari memainkan jemarinya.
"Sudahlah, bersikap biasa saja padaku. Aku bilang kan lupakan kejadian tadi," ucap Trian.
"Bicara memang gampang ... Tetap saja aku malu, Trian!" Lina mengusap kasar wajahnya. Ia masih tidak terima ada orang yang memergoki kegilaannya.
"Banyak kok wanita yang melakukan seperti itu dengan berbagai alasan. Kamu sedang apes saja ketahuan tetangga," ledek Trian.
Lina bertambah kesal karena selain malu, ia juga jadi bahan ledekan.
"Tuh, kan ... Kamu jadi punya bahan untuk menghinaku!" omel Lina.
Trian tertawa. "Tenang saja, aku hanya melakukan ini saat kita berdua. Aku janji tidak akan menceritakannya pada siapapun, termasuk suamimu."
"Ngomong-ngomong, penampilan Dara tadi sangat casual. Kamu yakin dia benar-benar mau berangkat kerja?" pancing Lina.
Ia ingin membalas candaan Trian yang memakai kelemahannya. Ia ingin menunjukkan kalau Trian juga memiliki kelemahan.
Trian mengernyitkan dahi. "Kenapa kamu bertanya seperti itu? Dara memang mau pergi berangkat kerja. Kantornya memang fleksibel, pakaian kerja boleh senyamannya asal rapi," kilahnya.
Lina tertawa kecil. "Sepertinya dia mau mau jalan-jalan. Mungkin menemui seseorang," ujarnya.