Kisah perjuangan hidup gadis bernama Cahaya yang terpaksa menjalani segala kepahitan hidup seorang diri, setelah ayah dan kakak tercintanya meninggal. Dia juga ditinggalkan begitu saja oleh wanita yang sudah melahirkannya ke dunia ini.
Dia berjuang sendirian melawan rasa sakit, trauma, depresi dan luka yang diberikan oleh orang orang yang di anggapnya bisa menjaganya dan menyayanginya. Namun, apalah daya nasibnya begitu malang. Dia disiksa, dihina dan dibuang begitu saja seperti sampah tak berguna.
Bagaimana kisah selanjutnya?
Akankah Cahaya menemukan kebahagiaan pada akhirnya, ataukah dia akan terus menjalani kehidupannya yang penuh dengan kepahitan dan kesakitan...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon RahmaYesi.614, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
27 Khawatir
Kai tiba di kontrakan Aya pukul 00:52. Dia berlari menaiki anak tangga, mengetuk pintu rumah Aya sangat kuat.
"Ay! Aya!" Serunya berteriak.
Sementara itu, Aya sendiri sedang bekerja di meja jahitnya. Begitu mendengar suara ketukan pintu, dia pun langsung membuka pintu dan tersenyum saat melihat Kai.
"Mas Kai."
"Ada apa Aya? Apa terjadi sesuatu?" tanya Kai sambil memeriksa keadaan Aya.
"Mas Kai, aku baik baik saja. Jangan berisik, ini sudah malam. Nanti tetangga terganggu!" ucapnya sambil membekap mulut Kai.
Dan Kai sendiri terdiam begitu mendengar Aya mengatakan bahwa dia baik baik saja.
"Sini! Mas Kai bantu aku." menarik Kai ke ruang tengahnya.
"Mas Kai bantu aku menggunting pola desain. Aku akan menjahit. Tugas ini harus dikumpulkan segera besok. Dosenku baru saja memberitahu." Celotehnya sambil mengukur dan menggaris pola desainnya di atas kain yang akan di gunting.
"Mas Kai kok diam saja, bantu aku. Itu guntingnya disana!" Tunjuknya kearah gunting yang ada di atas meja.
"Mas, kok malah lihatin aku sih. Itu guntingnya ambil!"
"Cahaya!" Seru Kai dengan suara agak tinggi dan itu membuat Aya terdiam.
"Kamu meminta aku datang ke sini untuk membantu mengerjakan tugas?!" Tanya Kai dengan tatapan tajamnya yang membuat Aya mengangguk ragu.
"Aku tahu kamu menganggap aku jahat, kamu bahkan mengatakan aku bajingan. Tapi, kamu juga harus tau betapa khawatirnya aku saat kamu menelpon seperti itu, lalu menutupnya dan tidak menjawab teleponku lagi. Aku pikir sesuatu yang buruk terjadi." ucap Kai kecewa.
Aya merasa tidak enak hati, tapi kemudian dia mendekati Kai, meraih tangannya lalu mencium pipi Kai dengan gerakan yang sangat tiba tiba.
"Aku tidak bermaksud membuat mas Kai khawatir. Tapi, ini sungguh tugas dadakan. Aku tidak bisa menyelesaikannya sendirian. Jadi aku butuh bantuan mas Kai. Bantu aku ya!" Aya membuat wajah imut memohon.
Kai sendiri tidak tahu harus bagaimana. Dia sangat kecewa dan marah pada Aya. Tapi, dia juga merasa lega karena Aya baik baik saja. Namun, ciuman yang diberikan Aya beberapa detik yang lalu membuatnya luluh. Kai berusaha menahan gejolak dalam dirinya yang merasa betapa dia bahagia saat ini. Itu dia lakukan untuk memberi Aya pengertian bahwa dia benar benar marah saat ini.
"Mas Kai, jangan marah..." rayunya dengan memanyunkan bibirnya dan menyipitkan matanya.
"Mas Kai, jangan marah..."
"Hmm, lupakan saja. Aku tidak marah." ucap Kai datar.
"Kalau begitu bantu aku ya."
"Hmm."
Kai pun mengambil gunting dan mengikuti apa yang diperintahkan Aya untuk dilakukan.
Dan sebenarnya meski Kai membantunya, Aya tahu Kai masih marah saat ini. Tapi, apa boleh buat Aya benar benar membutuhkan bantuan Kai saat ini. Hanya Kai yang terpikir olehnya saat sedang butuh bantuan mendadak.
"Maafkan aku, mas Kai. Tapi aku tidak ingin mengatakan itu. Aku tidak mau peduli dan tidak mau mengerti apapun tentang kamu Mas." bisik Aya dalam hatinya saat memperhatikan Kai yang begitu telaten membantunya menggunting kain yang akan dia jadikan baju untuk dikumpulkan sebagai tugasnya.
"Ouhsttt..." Kai tertusuk jarum.
"Mas Kai!" Aya mendekatinya, meraih tanganya yang tertusuk jarum hendak memeriksanya tapi dengan cepat Kai menarik tangannya menjauh dari Aya.
Kai menghisap darah diujung telunjuknya yang tertusuk jarum itu sendiri, sedangkan Aya hanya bisa melihat Kai dengan perasaan bersalahnya.
"Ini sudah selesai. Kamu tinggal menjahitnya saja lagi. Aku tidur duluan." ucap Kai yang langsung menuju kamar Aya.
"Mas Kai benaran marah sama aku."
Dia merasa ingin membujuk Kai, tapi tugasnya harus segera diselesaikan. Jadi dia pun bergegas kembali ke meja jahit untuk menyelesaikan proses pembuatan baju desain terbarunya.
Begitu selesai, Aya langsung menyusul Kai ke kamarnya yang ternyata Kai sudah tertidur lelap diranjangnya. Tidak menunggu lama, Aya ikut berbaring di sebelah Kai.
Tangan Aya sengaja dia gerakkan untuk menyentuh pundak Kai dan Kai pun merespon dengan menyelipkan lengannya kebelakang leher Aya dan membawa Aya dalam pelukannya.
"Maafkan aku, mas." bisik Aya.
"Jangan mengulangi seperti itu lagi, Ay. Aku benar benar mengkhawatirkanmu." jawab Kai sambil mengeratkan pelukannya.
"Aku janji tidak akan mengulangi lagi. Aku tidak akan menutup telepon sebelum memberikan penjelasan. Aku akan menjawab telpon meski sedang sibuk sekalipun."
"Tidak perlu melakukan hal seperti itu, Ay. Hanya jangan membuatku khawatir saja sudah sangat cukup. Aku benar benar takut sesuatu yang buruk terjadi padamu."
"Maafkan aku."
"Lupakan. Sekarang sudah waktunya tidur. Kamu juga ada kelas pagi kan besok?" tanya Kai yang diangguki oleh Aya.
Cup
Kai memberikan ciuman di kening Aya sebelum akhirnya mereka tertidur lelap diranjang yang sama dan hanya sekedar tidur saling berpelukan saja.
Kai sudah berjanji pada bundanya untuk tidak melakukan hal yang dilarang. Meski belum sepenuhnya, setidaknya Kai bisa menahan diri untuk tidak melakukan hal 'itu' lagi sejak dia berjanji pada bundanya dan sejak bertemu Cahaya.
Semangat kakak Author, ditunggu kelanjutannya 💪
Author berhasil membuatku menangis 👍
Semangat kakak Author 💪