Tarissa rela menikah dengan Nafandra demi melindungi Keanu dari keluarga Brawijaya. Selian itu dia juga ingin mengungkap kasus kematian Nessa yang kecelakaan itu dibunuh oleh keluarga suaminya.
Suatu hari Tarissa menemukan buku harian milik Nessa yang mencatat banyak sekali rahasia dan misteri yang ada di keluarga Brawijaya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Santi Suki, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26
Bab 26
Tarissa pergi ke dapur untuk ambil air minum. Kebetulan air di dalam poci yang biasa tersedia di kamar habis. Wanita itu punya kebiasaan minum air yang dimasak, bukan air galon.
Ketika Tarissa akan masuk ke dapur, terdengar percakapan tiga orang pembantu di sana. Wanita itu pun bersembunyi di balik dinding untuk mendengarkan pembicaraan mereka.
"Tengkorak itu siapa, ya?" tanya Adelia.
"Pastinya itu tengkorak sudah lama terkubur di dalam sana," jawab Bi Ani.
Kedua pembantu itu duduk sambil menyiangi sayuran yang akan di masak untuk nanti makan malam. Sementara Mbok Darmi sedang membuat puding susu pesanan Keanu.
"Mbok Darmi, Mbok 'kan sudah lama kerja di sini. Kira-kira tahu enggak itu tengkorak siapa?" tanya Adelia.
Tangan Mbok Darmi yang sejak tadi mengaduk-aduk bahan puding di panci sejenak terhenti. Lalu dia berkata, "Entahlah. Mbok juga tidak tahu."
"Mbok Darmi yang sudah bekerja di sini hampir selama 40 tahun saja tidak tahu, pasti itu tengkorak dari zaman penjajahan, ya?" celetuk Adelia sambil tertawa kecil.
"Hush! Kamu itu kalau ngomong suka seenaknya saja. Kalau itu tengkorak sudah ada sejak zaman penjajahan, pas Nyonya Yuniar mau menanam pohon mangga pasti ketahuan saat menggali tanah," ujar Bi Ani.
"He-he-he, bener juga, ya! Kalau begitu itu tengkorak di kubur di sana setelah Nyonya menanam pohon mangga-nya," balas gadis berambut hitam panjang itu.
Adelia dan Bi Ani cekikikan karena wanita paruh baya itu memukul kepala si gadis dengan menggunakan batang bekas daun katuk. Keduanya bercanda saling memukul dan tertawa.
"Bisa jadi. Sepertinya mendiang Tuan Bara dan Nyonya Yuniar tidak tahu ada orang yang dikubur di sana," kata Bi Ani sambil membereskan bekas batang daun katuk.
"Dengar-dengar, katanya dulu ada orang yang hilang di rumah ini sebelum kematian Nyonya Yuniar," kata Adelia pelan, tetapi masih bisa didengar oleh Bi Ani, Mbok Darmi, dan Tarissa yang ada di balik dinding.
"Apa? Jangan buat berita hoax kamu!" tukas Bi Ani.
"Beneran. Tadi aku mendengar langsung Nyonya Ayu bicara dengan seseorang di telepon. Dia bilang tengkorak itu bisa saja orang yang menghilang puluhan tahun yang lalu. Tadi Nyonya Ayu juga mengatakan nama Muis dan Darsih apa Marsih, eh, bukan. Kalau nggak salah Narsih. Iya, Narsih. Itu dua nama orang yang di sebut oleh Nyonya Ayu. Aku jadi penasaran siapa kedua orang itu, ya?" jelas Adelia.
Tarissa menutup mulutnya agar suara dia tidak ada yang mendengar. Dia terkejut, ternyata Mami Ayu tahu kepada Kang Muis dan Narsih.
'Apa Mami Ayu juga ada hubungannya dengan menghilangnya kedua orang itu?' batin Tarissa.
'Bukannya Papanya Nafandra menikah dengan Mami Ayu enam bulan setelah kematian Mama Yuniar?' lanjut wanita itu.
'Isssh, bodoh benar aku ini! Tentu saja Mami Ayu tahu, dia kan berteman dengan Mama Yuniar,' tambah Tarissa.
"Hei, kalian berdua! Jaga berbicara kalian. Kalau sampai Tuan Nafandra tahu kalian menyebarkan gosip yang tidak benar, bisa saja kalian di masukan ke penjara," ucap Mbok Darmi dan membuat kedua perempuan itu langsung terdiam.
Terlihat Pak Budiman berjalan menuju arah dapur, Tarissa pun buru-buru berjalan ke dapur sebelum kepergok sedang menguping pembicaraan ketiga orang pembantu itu.
"Mbok, ada yang ingin aku bicarakan," kata Tarissa sambil meletakkan poci di atas meja.
Adelia dan Bi Ani langsung pergi meninggalkan dapur. Bersamaan dengan itu, Pak Budiman masuk ke dapur.
"Wah, kebetulan sekali ada Pak Budiman juga. Sini duduk! Ada yang ingin aku tanyakan sama kalian berdua," ujar Tarissa.
Ketiga orang itu duduk saling berhadapan yang terhalang oleh meja. Mbok Darmi dan Pak Budiman duduk bersisian.
"Aku ingin tahu tentang laki-laki yang dipanggil Kang Muis dan perempuan yang bernama Narsih," kata Tarissa to the point.
Wajah Mbok Darmi dan Pak Budiman menegang seketika. Terlihat jelas kalau keduanya mengetahui sesuatu.
"Untuk apa Nyonya menanyakan hal itu?" tanya Pak Budiman.
"Karena Mami Ayu menyebutkan dua nama itu. Bisa saja tengkorak tadi adalah salah satu dari mereka," jawab Tarissa. "Jadi, ceritakan tentang dua orang itu. Kalau Mami Ayu tahu tentang mereka, pastinya kalian berdua juga kenal mereka."
Mata Pak Budiman dan Mbok Darmi saling melirik. Pergerakan itu tidak luput dari perhatian Tarissa.
"Mereka adalah dua orang pekerja yang dahulu kabur dari sini tanpa di ketahui oleh siapapun," ucap Pak Budiman.
"Jika sudah tidak betah bekerja di sini seharusnya pamit baik-baik. Bukan malah kabur," lanjut Mbok Darmi
"Sepertinya mereka tidak kabur. Tapi, dibunuh. Lalu mayatnya dikubur di suatu tempat di area rumah ini. Buktinya tadi ditemukan kerangka tengkorak. Sekarang polisi sedang mengidentifikasi tulang belulang itu milik siapa. Jika itu terbukti dari salah seorang dari dua orang yang hilang itu, maka kemungkinan kalian berdua, Mami Ayu, dan Nafandra akan dimintai keterangan oleh polisi," kata Tarissa.
Wajah Pak Budiman dan Mbok Darmi menjadi pucat. Keringat pun mulai membasahi kening mereka.
***
Tarissa membuka grup di handphone cadangan. Bagaskara dan Adimas sedang membahas masalah penemuan tengkorak.
Bagaskara
[Jadi, kemungkinan tengkorak itu Kang Muis?]
Adimas
[Ya. Jika dilihat dari kerangka, itu adalah kerangka laki-laki.]
[Bukannya orang yang dipanggil Kang Muis itu hilang, sampai sekarang belum di temukan keberadaannya?]
Bagaskara
[Ya, benar. Apakah ini kasus pembunuhan? Karena tidak mungkin kalau Kang Muis meninggal dengan cara normal. Mayatnya saja di kubur di bawah pohon.]
Tarissa
[Kalian tahu, tidak? Ternyata Kang Muis itu adalah suaminya Mbok Darmi. Ketika penemuan tengkorak tadi, ekspresi wajah Pak Budiman dan Mbok Darmi terlihat shock.]
Bagaskara dan Adimas tentu saja terkejut dengan informasi ini. Karena tidak tertulis di dalam laporan polisi terdahulu.
Tarissa juga memberi tahu kalau gudang yang ada di belakang itu dulunya adalah rumah untuk Kang Muis dan Mbok Darmi. Wanita itu sampai harus menginterogasi Pak Budiman dan Mbok Darmi akan kasus yang pernah terjadi di rumah keluarga Brawijaya. Baru diketahui kalau keduanya baru menikah secara agama belum terdaftar di KUA.
Menurut pengakuan Mbok Darmi, keluarga Kang Muis melarang menikahi wanita dari suku wanita itu. Kata leluhur mereka hal itu pamali. Berbeda dengan keluarga Mbok Darmi, hal itu tidak masalah, karena tidak ada pantangan.
Tarissa
[Kata Mbok Darmi, ketika memberi tahu tentang Kang Muis kepada keluarganya, mereka menyalahkan dirinya dan mengatai-ngatai dengan ucapan yang bikin sakit hati. Dirinya juga tidak dianggap menantu oleh keluarga Kang Muis.]
Bagaskara
[Kalau tengkorak itu diperkirakan adalah Kang Muis, lalu Narsih di mana?]
[Tarissa mumpung lagi heboh ditemukan kerangka tengkorak di kediaman Brawijaya, kamu korek informasi dari Nafandra, Pak Budiman, dan Mbok Darmi. Diam-diam kamu rekam pembicaraan kalian]
Adimas
[Sekalian kamu tanyakan hubungan pertemanan mereka di zaman dulu seperti apa?]
Tarissa
[Oke.]
***
Nafandra menatap Tarissa dengan begitu dalam. Mereka duduk bersisian sambil saling menatap.
"Maafkan aku. Aku melakukan itu karena penasaran. Bisa saja orang yang mencelakai Nessa adalah orang yang melakukan pembunuhan di masa lalu," kata Tarissa.
Nafandra mendapat laporan kalau Tarissa menanyai orang-orang di rumah tadi menjelang sore hari. Sang istri agak menekan dan memaksa Pak Budiman dan Mbok Darmi tentang pembantu yang pernah hilang atau kabur tiba-tiba dari kediaman Brawijaya. Laki-laki itu tidak suka Tarissa ikut campur dengan kasus yang terjadi di rumahnya.
"Apa hubungannya dengan Nessa?" tanya Nafandra.
"Ya, bisa saja Nessa tanpa sengaja tahu kejahatan orang itu. Untuk membungkamnya, maka Nessa dicelakakan sampai meninggal agar kejahatannya tidak terbongkar," jawab Tarissa.
'Ah, bisa saja ini alasan Nessa dicelakai! Nessa memegang kartu AS si pelaku. Ketika ada kesempatan, maka si pelaku membungkam dia selama-lamanya agar rahasianya tidak terbongkar,' batin Tarissa. Wanita itu jadi kepikiran hal ini.
Alis Nafandra menukik sebelah. Dia terlihat sedang berpikir keras. Karena apa yang diucapan oleh Tarissa ada kemungkinan bisa seperti itu.
"Jadi, sudah sejauh mana kamu mencari tahu tentang kecelakaan Nessa?" tanya Nafandra.
"E, itu ...."
Tiba-tiba di tanya seperti itu membuat Tarissa gugup. Apakah dia harus jujur atas semua infonya yang dia punya. Dia takut nanti laki-laki itu mengacaukan penyelidikan yang diam-diam sedang dilakukannya.
"Kenapa diam saja? Apakah aku termasuk dalam daftar orang yang kamu curigai sebagai dalang kecelakaan yang menimpa Nessa?" tanya Nafandra.
***