Turun Ranjang: Pernikahan Balas Dendam
Bab 1
Sebuah mobil melaju kencang diikuti oleh mobil lainnya dari jarak sekitar 13 meter di belakangnya. Seorang perempuan yang mengemudikan kendaraan itu ketakutan dengan keringat dingin membanjiri wajahnya. Dia menekan angka satu pada layar handphone miliknya untuk menghubungi nomor khusus.
"Halo ... halo! Tarissa ini aku, kau bisa dengar suaraku?"
"Nessa, ini kamu, kah? Ada apa?" tanya seorang perempuan di sebrang sana dengan suara serak khas orang bangun tidur.
"Iya, ini Nessa. Tarissa, tolong aku. Ada mobil yang terus mengikuti aku sejak keluar dari villa."
Nessa menelepon kakak kembarannya yang tinggal di kota ini. Sementara dia sendiri tinggal di ibu kota bersama dengan keluarga suaminya.
"Apa? Kamu pergi ke villa sama siapa?"
"Keluarga besar Mas Andra mengadakan acara di villa puncak. Tapi, mereka meninggalkan aku sendirian di villa. Mereka juga membawa Keanu."
"Aku sedang menuju ke sana. Bagaimana bisa mereka meninggalkan kamu di sana sendirian?"
"Aku tidak tahu. Saat aku bangun tidur sudah ada seorang pun di sana. Aku berkeliling villa mencari keberadaan Keanu dan tidak bisa aku temukan. Penjaga villa juga tidak ada. Aku tidak bisa menghubungi Mas Andra."
"Apa maksudnya itu semua?"
"Kyaaaaaa!"
Bersamaan dengan suara teriakan Nessa terdengar suara keras. Mobil yang dikendarainya ditabrak dari arah belakang. Wanita itu kehilangan kendali atas kendaraan yang sedang kemudikan olehnya. Di depannya ada belokan jalan yang dipasangi pagar pembatas. Karena di sampingnya itu ada jurang yang cukup dalam.
"Halo, Nessa! Apa yang terjadi?"
Di tempat lain Tarissa melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi menuju puncak. Dia tahu betul villa milik keluarga Brawijaya karena pernah pergi ke sana tahun lalu saat merayakan ulang tahun Nessa dan dirinya.
Tarissa mulai panik karena hanya terdengar suara teriakan Nessa dan suara keras seperti sesuatu yang bertabrakan.
"Nessa!" teriak Tarissa memanggil kembarannya.
"Tidaaaaak!" Bersamaan dengan suara teriakan Nessa terdengar suara keras lalu bunyi ledakan keras yang menekankan telinga.
Tarissa yang mendengar itu semua lewat sambungan telepon mendadak kosong pikirannya. Dia lupa kalau dirinya sedang mengemudi di jalanan yang sepi. Sambungan telepon itu pun terputus.
"Tidaaaak, Nessa!" teriak Tarissa setelah keheningan yang dia rasakan.
Wanita berambut panjang itu menghentikan laju kendaraannya. Sekujur tubuhnya mendadak bergetar hebat. Air matanya jatuh bercucuran.
"Nessa ... apa yang terjadi di sana?" Tarissa merasa lemas tidak bertenaga.
Setelah beberapa saat masuk sebuah pesan video dari nomor yang digunakan oleh Nessa tadi. Namun, Tarissa mengabaikan itu karena pikirannya sedang kalut. Dia pun melanjutkan kembali perjalanan mencari keberadaan saudara kembarnya.
Tarissa berpapasan dengan sebuah mobil sedan berwarna hitam. Hanya kendaraan itu yang berpapasan dengannya selama perjalanannya ini. Kebetulan saat ini sudah tengah malam, jadi jarang ada orang yang lewat, kecuali ketika masa liburan, baru ramai 24 jam non-stop.
Setelah melakukan perjalanan sekitar 30 menit, Tarissa melihat ada asap membumbung tinggi ke angkasa. Dia pun turun dari mobil. Ketika dia memeriksa dengan seksama, terlihat ada kobaran api di bawah jurang.
"Nessa!" jerit Tarissa memanggil adiknya. Dia jatuh terduduk di jalanan beraspal sambil menangis histeris.
"Apa yang sedang aku lakukan? Kenapa aku bodoh sekali tidak cepat-cepat memangil polisi dan tim SAR." Tarissa memukul kepala sambil berlari menuju mobil untuk mengambil handphone dan menghubungi kantor polisi.
Tidak sampai tiga puluh menit ada dua mobil polisi dan tim SAR ke jalan raya di puncak. Mereka juga membawa anjing pelacak takut Nessa terlempar keluar ketika mobilnya jatuh ke jurang.
Tarissa ingin menghubungi Nafandra, suaminya Nessa. Namun, dia urungkan saat menyadari ucapan adiknya tadi. Bagaimana mungkin seorang suami tega meninggalkan istrinya sendiri di villa yang jauh dari tempat tinggal mereka.
Tarissa tinggal di kota kecil ini mengabdi menjadi seorang guru TK setelah kematian Rahandika, suaminya satu tahun yang lalu. Lebih tepatnya satu minggu setelah merayakan ulang tahunnya bersama Nessa di villa milik keluarga Nafandra.
Selain merayakan ulang tahun mereka berdua, acara itu juga untuk merayakan kehamilan Tarissa yang sudah ditunggu-tunggu sejak lama. Dia menikah dua tahun terlebih dahulu dari Nessa. Namun, adiknya lah yang terlebih dahulu mempunyai anak.
Sayangnya, akibatnya kematian Rahandika kondisi tubuh Tarissa memburuk karena tidak mau makan. Setiap makanan yang dimasukan ke mulutnya akan dimuntahkan kembali. Sampai suatu ketika dia jatuh dari tangga karena tubuhnya lemas dan mengalami keguguran.
Tim SAR bekerja cepat dan berhasil menemukan jasad Nessa yang terlempar dan menghantam sebuah batu besar. Tubuh wanita itu dipenuhi oleh darah dan luka-luka. Tangannya memegang handphone.
"Nessa!" jerit Tarissa pilu ketika mayatnya di masukan ke mobil ambulans.
Tarissa meminta bantuan polisi yang merupakan teman mendiang Rahandika untuk mengemudikan mobilnya. Karena dia tidak sanggup untuk menyetir.
***
Tarissa duduk di depan kamar jenazah. Dia masih belum bisa menerima kematian adiknya.
"Tarissa."
Suara seorang laki-laki menarik kesadaran wanita itu. Dia melihat ada adik iparnya berdiri dengan wajah yang kalut.
"Di mana Nessa?" tanya Nafandra dengan suaranya yang selalu terdengar dingin.
Tarissa pun berdiri. Tanpa mengucapkan sepatah kata dia masuk ke dalam kamar jenazah dan seorang penjaga kamar itu menunjukkan tubuh Nessa yang sudah kaku dan pucat.
"Aku ingin Nessa dikubur di samping makam kedua orang tua kami," kata Tarissa.
"Hn, lakukanlah!" balas Nafandra singkat seperti biasanya. Dia tipe orang yang irit bicara sejak mereka baru kenal di kampus, dahulu.
Pemakaman Nessa dilakukan di kampung halaman Tarissa. Tidak banyak orang yang datang mengantarkan ke kuburan. Keluarga Nafandra datang untuk memberikan penghormatan terakhir kepada menantu keluarga konglomerat kelas atas itu.
Terlihat ada Mami Ayu, mertua Nessa yang selalu memasang wajah masam kepada Tarissa. Juga keponakan yang bernama Andita, wanita sombong yang sering berseteru dengan Tarissa karena suka sekali menggoda Nafandra meski di depan Nessa.
Kedua wanita itu menatap kuburan Nessa dengan tatapan mengejek sekaligus senang. Mereka bahagia dengan kematian Nessa. Orang yang sering dianggap sebagai benalu keluarga Brawijaya.
Para pelayat pergi satu persatu dan kini hanya ada Tarissa dan Nafandra di sana. Meski laki-laki itu selalu terkesan dingin dan cuek, kini terlihat lemah. Meski mencoba untuk menutupi kesedihan yang sedang dirasakan olehnya, bahu dia terlihat bergetar dan air matanya mengalir melewati bingkai kacamata hitam yang menghiasi wajah.
"Aku punya satu permintaan kepadamu. Mungkin lebih tepatnya ini permintaan Nessa sebelum kematiannya," kata Tarissa.
"Katakan," balas Nafandra.
"Dia meminta aku untuk menjaga dan membesarkan Keanu."
"Tidak bisa. Dia, anakku!"
"Ini adalah keinginan Nessa."
"Kalau begitu kamu harus menjadi istriku menggantikan Nessa."
Bola mata Tarissa membulat mendengar ucapan Nafandra. Bagaimana mungkin dia menikah dengan laki-laki dari keluarga yang dibencinya.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments
Anonymous
keren
2024-11-19
0
SasSya
gampang sekali berkata begitu,kaya Ndak ada rasa sedih dan kehilangan 😌🤔
2024-07-09
2
SasSya
menarik 👍🏻
2024-07-09
1