Naas, kemarin Ceren memaksa hatinya untuk menerima Gilang, si teman sekolah yang jelas-jelas tidak termasuk ke dalam kriteria teman idaman, karena ternyata ia adalah anak dari seorang yang berpengaruh membolak-balikan nasib ekonomi ayah Ceren.
Namun baru saja ia menerima dengan hati ikhlas, takdir seperti sedang mempermainkan hatinya dengan membuat Ceren harus naik ranjang dengan kakak iparnya yang memiliki status duda anak satu sekaligus kepala sekolah di tempatnya menimba ilmu, pak Hilman Prambodo.
"Welcome to the world mrs. Bodo..." lirihnya.
Follow Ig ~> Thatha Chilli
.
.
.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sinta amalia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MDND~ Bab 27
Ceren menatap kartu atm yang sengaja ia keluarkan dari lipatan dompet, kartu atm yang baru ia terima belum lama ini, bahkan raganya saja masih terlihat seperti baru dengan plastik yang mengkilat. Pun dengan isinya, baru Ceren pakai sebagian, uang jajannya dari Gilang yang jauh dari kata sedikit. Ia hanya berpikir, apakah Hilman akan seperti Gilang atau tidak, bukan ia mengharapkan hanya saja hati dan otaknya akan selalu membandingkan kedua adik kakak itu.
Ia menghela nafas sedikit panjang, uang jajan pertama sekaligus yang terakhir, Gilang benar-benar tak ada kurangnya. Tangannya usil membolak-balikan kartu yeah, meskipun ia tau tuh kartu mau berapa puluh kali pun ia bolak-balik tak akan berubah jadi kartu gapleh.
"Cieeee! Yang sekarang jajannya pake kartu bpjs...." tawa Fira mencibir geli, ia bahkan langsung merebut kartu pipih di tangan Ceren itu persis jambret dompet.
Ceren hanya mengulas senyuman getirnya tanpa berniat merebutnya kembali, membiarkan temannya itu sampai puas memandang kartu atm pertamanya, "pasti bakalan susah buat move on, kamu Ren." ia menyerahkan kembali atm milik Ceren langsung ke tangannya, "masukin ke brangkas, simpen baik-baik, kenangan tuh...kalo perlu kamu pakein figura lapis emas..." pan tatnya langsung terhempas di bangku kayu meski tak keras.
"Kembali ke stelan awal dong, Ren. Ngojol atau ngangkot?" Fira menaruh tas dari pundaknya lalu beranjak kembali menuju gawang pintu, bertegur sapa dengan beberapa kawan yang ia kenali tanpa berniat duduk saja mandangin Ceren yang terkesan melamun.
Dan Ceren mengikuti, harus ia jawab apa kali ini pertanyaan Fira itu, hubungan dan statusnya terlalu rumit!
Mulai sekarang aku berangkat dianter mantan kakak ipar yang sekarang jadi suamiku sekaligus kepala sekolah kita, Ra....
Hahahaha! Sudah pasti Fira akan langsung meledakan tawanya mendengar itu, imajinasimu terlalu tinggi ceu! Sudah pasti Fira akan berkata seperti itu. Bibirnya melengkung secara otomatis, membayangkan apa yang belum terjadi, maka ia menggeleng untuk tak mengutarakan itu pada Fira.
"Iya." jawabnya cepat.
"Ketemu anak-anak yuk! Mumpung belum masuk!" kembali ia bersuara, mengajak dan menarik Fira agar gadis itu tak melulu membicarakan tentang dirinya.
Langkah berlarian kedua gadis itu melintasi memotong jalur lapangan demi segera sampai di tempat biasa berkumpulnya Hanan, Faiz dan yang lain.
Dan hal itu tak luput dari pandangan Hilman yang kini secara kebetulan tengah berjalan ke arah ruang guru, dimana lapangan yang biasa digunakan untuk olahraga berada tepat di depan mata, lebih tepatnya posisi lapangan sedikit agak menurun terbatasi oleh podium, hingga dari posisinya saat ini, ia dapat melihat penuh ke area lapang, podium, serta beberapa ruang kelas yang mengelilingi lapang.
Mau kemana dia?
Hilman sempat terhenti sejenak kemudian melanjutkan langkahnya lagi.
"Pagi,"
Perhatian para guru yang baru saja datang langsung menoleh padanya, "pak." bahkan beberapanya bergegas sikap siap sedia saat sang kepala sekolah ini angkat bicara dan mendatangi mereka, yang mau nyuap nasi kuning saja sampai mengurungkan niatannya dan menaruh kembali sendok bebek plastik miliknya.
Hilman melihat itu dan menyadari jika kedatangannya sedikit mengganggu, "teruskan saja bu, kalau belum sarapan. Saya cuma mau mencari guru-guru kesiswaan..."
....
Riuh sedang terdengar sejak dari beberapa meter sebelumnya, bahkan sebelum benar-benar sampai di balik tembok kantin.
Ceren menahan Fira untuk tak buru-buru menghampiri teman-temannya di sarang uler yang mereka sebut basecamp. Sebuah teras kosong belakang kantin yang hanya dijadikan lahan untuk kardus-kardus bekas produk snack, banyak juga kursi usang tak terpakai dan beberapa sampah kantin, yang meski disusun rapi tetap saja terlihat dipenuhi sampah.
Heran memang, anak-anak begundal justru sangat betah menempati teras sepetak itu, mungkin karena area ini jarang bahkan selalu luput dari jamahan para guru kesiswaan dan BK.
"Sutt."
Fira ikut tersenyum usil dan segera bersembunyi di dekat Ceren, mepet-mepet sampai merasa badannya menyatu dengan tembok.
Terdengar tawa Aji, Kanza, dan Faiz serta seruan Hanan yang heboh bercerita bersama campuran anak-anak dari kelas lain, yang sebelumnya sudah mereka kenali di kelas X dan XI.
Namun alis keduanya langsung mengernyit saat posisi kedua gadis ini semakin mendekat, "bau rokok." bisik Fira.
Raut wajah Ceren ikut mengernyit, lalu sejurus kemudian keduanya hanya memandang malas, "Faiz." Tebak keduanya.
Entah benarkah yang mereka lakukan ataukah salah, kedua gadis ini justru tetap menghampiri mereka jua.
"Woyyy!" seru Ceren mengejutkan teman-temannya itu, Faiz, Hanan dan yang lain cukup dibuat terkejut, mereka bahkan langsung menjatuhkan batang tembakau milik masing-masing, Aji yang masih menyelipkan sebatang miliknya di lipatan daun telinga pun bahkan sampai menurunkan dan melemparkan itu ke sembarang arah.
Ceren dan Fira tertawa melihat kehebohan teman-temannya itu.
"Si alan!"
"Kamvreett, gue kira guru!"
Kanza dan beberapa siswa perempuan ikut tertawa meskipun sebenarnya ia pun sudah terkejut setengah mamposs.
"Masih punya rasa takut kok nekat ngerokok di sekolah, nyari mati apa gimana?" tanya Fira langsung saja mepet-mepet duduk di samping Kanza.
"Guru ngga akan nyampe razia kesini." Yakin Faiz kembali memungut batang tembakau miliknya yang masih mengepulkan asap, "sayang nih, duit jajan gue..." ujarnya meski setelahnya ia menepis-nepis asap nikotin itu dengan maksud biar tak bau, padahal usahanya sia-sia saja. Ceren menggeleng geli.
"Kenapa, mau?" tawar Hanan.
"Gue tabok lo kasih Ceren." Seru Fira galak.
"Galaknya," colek Aji yang dicebiki gadis itu.
"Udah sii, lo berdua tuh jadian..." ucap Kanza.
"Emoh!" sengit Fira, sementara Aji hanya melengkungkan bibirnya tanpa berkata-kata.
"Canda, Ra...Ren..." kekeh Hanan melanjutkan acara merokoknya, "gue nakalnya sendirian aja, yang emang ngga mau baiknya jangan..."
"Maksud lo jangan setengah-setengah gitu, nawaetu buat nakalnya?" tembak Banyu.
"Geser.. " pinta Ceren pada Aji.
.
.
"Dimana? Mau nunjukin atau bapak kasih surat pemanggilan orangtua?" ancam pak Wahyu. Setelah banyak desas desus berkembang dan kecurigaan pihak sekolah, akhirnya pihak kesiswaan mau tak mau bertindak demi kedamaian dan tindakan disiplin.
Langkah beberapa orang guru kesiswaan mengikuti salah satu siswa.
"Pak, biar kami urus saja masalah ini. Ngga enak kalo bapak ikut turun tangan...." ujar pak Wahyu, sang guru kesiswaan yang telah menjabat di bidang itu selama hampir 4 tahun.
Hilman menggeleng, entah benar atau tidak, firasatnya mengatakan jika razia kali ini, ia harus ikut.
"Saya ikut." Kekehnya tak dapat ditolak pak Wahyu.
"Baik pak. Kalau memang bapak tidak merasa repot."
"Ayo!" tegas pak Wahyu pada Aziz yang sudah pasrah.
Bak mimpi buruk ketangkep setan di siang bolong, tak ada angin tak ada hujan tiba-tiba beberapa orang datang menghampiri anak-anak ini.
"Disitu pak." Aziz berucap seraya menunduk.
"Oalahhh! Pantes, ini sarangnya!" ujar pak Wahyu langsung mengedarkan pandangan pada segerombol siswa yang terciduk di belakang kantin itu.
Faiz tersedak asap rokoknya sendiri, begitupun Hanan dan Aji yang mendadak menunduk, hendak kabur namun itu tidak mungkin karena posisi mereka yang telah ketahuan dan terpojok.
"Pak."
Ceren ikut terkejut seperti yang lain, terlebih pandangannya bukan hanya pada pak Wahyu, melainkan pada Hilman yang tumben-tumbenan ikut dalam acara razia.
Kini mata kelam itu memandang istri kecilnya yang baru ia nikahi kemarin dengan tak bersahabat.
"Bagooosssss! Sudah mau jadi jagoan ya disini! Ck....ck...kalian semua ikut saya ke BK!" teriak pak Wahyu.
"Heh! Kalian perempuan-perempuan... ikut-ikutan merokok?!!! Langsung SP!" jeritnya lagi.
"Pak, engga pak!" Fira dan beberapa teman siswi sudah panik mengelak, namun Ceren hanya bisa membeku di tempat tanpa perlawanan atau pengelakan seperti biasa, yang ia lakukan hanya membalas tatapan kelam Hilman dan menggeleng, seolah dari tempatnya ia sedang mengatakan pengelakan pada Hilman.
"Giring saja mereka, pak."
"Baik pak." angguk pak Wahyu.
"Ikut semua, saya hafal siapa kalian...terutama kamu Faiz! Baris ke ruang BK..."
"Pak, tapi Fira engga..."
"Suthhh! Udah ketauan basah juga!" ujar pak Wahyu.
"Basah gimana, Fira mah kering gini!" sahutnya menimpali.
"Jawab terus!"
Semua anak-anak digiring termasuk Ceren, dengan diiringi tatapan dingin Hilman, ia melintasi suaminya itu, meski kemudian tangannya di tahan Hilman yang rupanya sejak tadi menunggu dirinya.
"Masuk kantor saya!"
.
.
.
.
.
happy ending buat pasangan mas bodo dan cerenia, happy selalu bersama keluarga...makasih mbk sin, udah bikin novel yg greget kayak maa bodo
next, going to the next novel, gio adik bontotnya mas tama ya
kopi sudah otewe ya..