NovelToon NovelToon
My Lovely SPG

My Lovely SPG

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintamanis
Popularitas:54.2k
Nilai: 5
Nama Author: De Shandivara

Danisa seorang gadis cantik dan sederhana. Tidak tamat SMU karena kondisi perekonomian keluarganya yang sulit mengharuskannya bekerja dan merelakan cita-cita.

Demi membantu menyambung kehidupan ibu dan adik-adiknya, Danisa rela bekerja banting tulang menjadi SPG di toko sepatu di sebuah mall.

Suatu hari, pertemuannya dengan laki-laki berpenampilan compang-camping yang menurutnya seorang tuna wisma, Danisa memberikannya jatah makan siangnya.

Siapa sangka rupanya pertemuan itu mengubah alur takdir Danisa hampir keseluruhan karena ternyata pria yang dia kira miskin itu adalah pemilik perusahaan brand sepatu tempat dia bekerja.

Bagaimana kisah Danisa? Ayo kita berkelana di sini...

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon De Shandivara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Krisis Identitas

Tot ... totttt

Tottt.....

Tit.....

Dorrtt ... dort .....

Tak asing dengan hiruk pikuk keramaian jalan raya kota, suara klakson yang sesekali saling bersautan oleh oknum pengendara yang tak sabaran kala traffic light telah berubah warnanya.

Seakan tengah berebut jalan–barang sejengkal–dan berharap mendapatkan jalan yang lenggang di depan sana, hanya ingin cepat sampai ke lokasi tujuan yang tentu dengan membawa urgensi dan kepentingan masing-masing.

Begitu banyak kendaraan berjubel menyebabkan kemacetan yang padat merayap di sepanjang jalan hingga puluhan kilometer ke belakang. Kendaraan umum dan pribadi yang tak mau kalah menanti untuk bisa keluar dari kemacetan yang menyiksa diri.

Panas, gerah, kesal, capek, dan emosi. Suasana yang sangat dibenci oleh siapa pun pengguna jalan karena mau tak mau harus bersabar di tengah teriknya cuaca walau saat itu hari masih terhitung pagi, matahari bahkan masih menyembul secuil. Namun sebagai daerah pusat industri, ia tak pernah membiarkan satu hari pun bebas tanpa adanya polusi.

Sumber emosi dan kebisingan yang sungguh berarti. Menyesakkan dada dan memekakkan telinga secara bersamaan hingga jantung pun turut berdegup kencang mengikuti ketegangan sekitar.

Hingga dapat tergambarkan seberapa sumpek dan riuhnya kondisi kota metropolitan di waktu pagi.

Bus rapid transit berhenti di depan mata, hari ini Danisa akan pergi ke rumah sakit mengantarkan ibunya melakukan medical check-up bulanan.

Untung saja, semesta sedang baik padanya. Beberapa waktu terakhir setelah melakukan perawatan intensif di rumah sakit, ibunya lekas membaik. Ia dapat berjalan meski harus ditatih karena geraknya masih terbatas, patah-patah, dan belum bisa berucap banyak kata. Sedang di tempat lain, nomor antrean check up telah ada yang mengambilkan.

Butuh waktu satu setengah jam hingga sampai ke lokasi tujuan karena beberapa kali ia dan ibunya harus transit, berganti bus karena beda jurusan.

Tiba di gerbang rumah sakit kota. Peluh keringat bercucuran deras, napasnya ngos-ngosan. Ia mendudukan ibunya di kursi dekat pos satpam.

"Ibu duduk dulu sebentar, Danisa mau cari teman Danisa dulu," katanya, lalu mencari keberadaan sosok temannya di antara ratusan orang yang berlalu lalang.

"Han!" teriak Danisa. Dia berjinjit dan melambai pada sosok laki-laki yang tengah celingak-celinguk di pelataran ruang IGD.

Burhan terkesiap, seseorang yang dinanti akhirnya tiba juga. Segera ia bergegas membawakan kursi roda yang dia pinjam dari Instalasi Gawat Darurat.

"Nomer antreannya?" tanya Danisa.

Burhan merogoh saku celananya, menunjukkan selembar tiket antrean berstempel rumah sakit berwarna biru bertuliskan angka "01".

"Wow, keren! Makasih banyak ya, Han," ujar Danisa.

Di ruangan dokter yang—menurut Danisa agak lain tempatnya—sengaja Burhan menjadwalkan temu janji dengan dokter spesialis jantung terbaik dan kompeten pada bidangnya.

Nama dokter Arsatya Pramana, Sp.PD-KKV tertulis di meja kerjanya.

"Om, bagaimana keadaan ibu teman saya?"

Dokter itu melepaskan stetoskop dari telinganya, membuka, dan membaca rekam medis milik pasien yang diberikan oleh suster.

"Alhamdulillah, Herxi. Overall is good. Dibandingkan dengan hasil pemeriksaan sebelumnya, kondisinya semakin membaik. Terus rutin mengonsumsi obat dan bila perlu lakukan fisioterapi supaya geraknya lebih luwes. Adik bisa bimbing ibu untuk bergerak di pagi hari, sedikit-sedikit saja. Jalan-jalan santai di teras rumah tanpa alas kaki. Sinar matahari pagi sangat bermanfaat sebagai pemulihan alami," ujar sang dokter.

"Baik, terima kasih sarannya, Dok," ucap Danisa.

"Mama Papa sehat, Xi?" tanya dokter tersebut seraya menuliskan resep obat pada secarik kertas.

"Sehat, Om."

"Syukurlah. Hem, siapa dia, Xi? Teman aja atau pacar?" tanya dokter paruh baya itu lagi dengan memberikan selembar resep obat yang telah ditulis.

"Teman, Om. Tapi, mau jadi pacar ... soon," ujar Burhan berbisik selengekan.

Danisa tak terlalu pedulikan perbincangan Burhan dan dokter itu. Ia sedang merasa aneh. Pasalnya, kali ini dokter yang ditemui berbeda. Bukan dokter jutek yang tak bisa diajak mengobrol dan langsung memberikan resep obat tanpa banyak bertanya apa keluhan pasien.

Dokter yang memeriksa ibunya kali ini, dia dokter yang ramah dan yang membuat Danisa terkejut ialah saat dia menyadari jika dokter itu sering muncul di layar kaca mengisi acara televisi tanah air.

Kok bisa sekarang ada di depan mata?

Habis diperiksa, tidak ada drama susah keluar ruangan karena pasien yang berjubel di depan pintu ruang pemeriksaan atau sumpek berdesakkan dan susah jalan karena terlalu banyak pasien menjalar di sepanjang poli jantung itu.

Yang ini sama sekali tidak perlu mengantre seperti yang dilakukan sebelumnya. Saat dia dan ibunya harus menunggu giliran diperiksa dan menunggu panggilan dari perawat untuk masuk ke ruangan yang kadang nomor urut antrean bisa sampai puluhan.

Tadi saat dia datang, Burhan langsung membawanya ke lorong yang sunyi dan bebas polusi suara dan tentu tidak ada hiruk pikuk keramaian pasien lainnya.

Danisa curiga, jelas ini bukan antrean kontrol para pasien menggunakan asuransi regular.

"Tadi itu benar dia dokter Arsatya yang ada di TV itu?" tanya Danisa bisik-bisik masih tak percaya.

"Iya," kata Burhan sembari mendorong kursi roda ibunya Danisa.

"Kamu mengeluarkan uang lagi, ya? Gak nyangka ibu bisa diperiksa dokter Arsatya," ujar Danisa dengan gelengan kepala.

"Bisalah. Pasti aku usahain dulu. Semua akan aku lakuin demi bisa kasih yang terbaik buat kamu," ucap Burhan seraya menyeka sisi rambutnya.

"Elah, gombal teroz!" Danisa memanyunkan bibir bawahnya.

"Sampai sini sudah sadar, belum?"

Danisa mengeryit. "Sadar apa?"

Burhan mengendikan kedua bahunya. Belum sadar juga dia.

Di saat memasuki instalasi farmasi, tempat pengambilan obatnya pun berbeda. Danisa dapat langsung masuk dan mengambil obat tanpa perlu duduk mengambil nomor antrean pelayanan.

"Masuk aja, Nis. Sebelah sana," kata Burhan.

Ia memasukki ruang farmasi, sementara itu Burhan tetap di luar bersama ibunya Danisa karena ruang tunggu bagian farmasi terlalu dingin bagi wanita paruh baya itu.

Tak sampai sepuluh meni untuk mengambil obat, Danisa lantas keluar dan mendapati Burhan tengah berlutut di depan kursi roda ibunya sembari mencium punggung tangan dan bersimpuh padanya.

"... boleh, ya, Bu?" sepotong kalimat yang Danisa dengar dari mulut laki-laki itu pada ibunya.

Terlihat ibunya mengangguk-angguk teratur seraya mengusap kepala laki-laki itu yang tengah menggenggam tangan dan sungkem pada wanita paruh baya di depannya.

Inginnya Danisa bertanya, apa yang sedang mereka lakukan? Namun, getaran cukup kuat di dalam tasnya membuatnya terkejut dan teralih fokus.

Danisa berhenti sejenak di depan pintu. Ia merogoh benda yang menjadi sumber getaran dari dalam tas selempangnya, lalu memeriksanya. Menampilkan sebuah notifikasi pesan baru dari seseorang bertuliskan "My Baby".

"Bisa kita bertemu sore ini? Ada hal yang ingin aku bicarakan denganmu. Temui aku di kafe B," tulis seseorang itu

"Jangan bilang ke siapa pun, termasuk Herxi," pesan kedua yang menyusul setelahnya.

"Nis, obatnya sudah?" tanya Burhan yang menyadari Danisa telah berada di belakangnya.

"Nis?"

"...."

"Danisa?" Tepukan pelan di lengan kanan gadis itu membuyarkan lamunannya seketika. Danisa menatap sosok di depannya.

Burhan melihat ke arah belakang, tempat yang sama yang Danisa tatapi hingga tak berkutik saat namanya dipanggil. "Kamu melamun? Lihatin apa sih?"

"Gak, kok. Hem, gak ada." Danisa menggeleng dan mengulum senyum, lalu ia mendorong kursi roda ibunya.

"Mau kemana habis ini?" tanya Burhan mengambil alih mendorong kursi roda.

"Pulang aja, ibu harus istirahat. Sore ini aku ada janji ketemu sama orang," jawab Danisa.

"Burhan, sebenarnya kamu itu siapa sih? Orang-orang memanggilmu Herxi, dokter tadi juga begitu. Tapi, kenapa yang kutahu kau itu Burhan? Jadi, yang bener kau ini Burhan atau Herxi?" tanya Danisa.

"Aku juga tidak tahu, Danisa. Aku ini siapa. Terserah saja, senyamannya orang-orang saja," kata Burhan yang tak terlalu menganggap penting namanya.

"Dih, aneh. Dasar krisis identitas," cibir Danisa.

"Oh ya, tadi apa yang kamu bicarakan sama ibu?" tanya Danisa.

"Rahasia, besok juga kamu akan tahu semuanya," jawabnya dengan senyum terkembang.

Melewati lorong rumah sakit yang sepi, hanya ada mereka yang bergerak sunyi. Tangan kanan Danisa yang tengah kosong, diraihnya untuk ia genggam seraya turut mendorong kursi roda sang calon mertua.

...----------------...

Kalau suka tulisanku, like dulu yaaa, temen2. Thank u.

1
Susianti Susianti
apakah d lanjutan nya
dewi
haaaaa gercap emang si burhan ini ya ngak mau buang2 wkt d kesempatan buat nisa d rebut org
ardan
semangat yah author, cerita yg dikemas bagus loh, setia utk mengikuti alurnya. 😊👍❤️
dewi
arneta biang kerok yg membuat danisa prg meninggal kan mu herix dan kau hrs segerah mencari tahu nya
ardan
Luar biasa
ardan
kereeennn nih novelnya
ardan
suka ama alur ceritanya, lanjuut ah
Istiana
smangat
Istiana
/Joyful//Joyful//Joyful/
Sky Clouds
lanjut
Rkivelya
Luar biasa
Fri5
stlah ini.masa Danisa masih 1team ma Agis?
kasian ..... kalo atasan sdh dendam pribadi mah, apapun di anggap salah & bisa membahayakan Danisa.
dewi
agis emang ngak tau atau pura2 tak tau gimana kelakuan adek nya
Miss_D
seru banget ceritanya kakak
Akasia Rembulan
nunggu updatenya
dewi
pak herix atau burhan hrs tau apa yg terjadi dengan daisy dengan memeriksa sisi tv kantor lagian agis sok bgt si adek nya aja sombong d ngak tau d untung
LISA
Sinis bgt ma² nya Burhan
LISA
Hehee..Nisa g tau klo cowo itu bos nya..
LISA
Aq nunggu Kak
LISA
Kita menunggu update nya Kak
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!