Hampir empat tahun menjalani rumah tangga bahagia bersama Rasya Antonio, membuat Akina merasa dunianya sempurna. Ditambah lagi, pernikahan mereka langsung dianugerahi putri kembar yang sangat cantik sekaligus menggemaskan.
Namun, fakta bahwa dirinya justru merupakan istri kedua dari Rasya, menjadi awal mula kewarasan Akina mengalami guncangan. Ternyata Akina sengaja dijadikan istri pancingan, agar Irene—istri pertama Rasya dan selama ini Akina ketahui sebagai kakak kesayangan Rasya, hamil.
Sempat berpikir itu menjadi luka terdalamnya, nyatanya kehamilan Irene membuat Rasya berubah total kepada Akina dan putri kembar mereka. Rasya bahkan tetap menceraikan Akina, meski Akina tengah berbadan dua. Hal tersebut Rasya lakukan karena Irene selalu sedih di setiap Irene ingat ada Akina dan anak-anaknya, dalam rumah tangga mereka.
Seolah Tuhan mengutuk perbuatan Rasya dan Irene, keduanya mengalami kecelakaan lalu lintas ketika Irene hamil besar. Anak yang Irene lahirkan cacat, sementara rahim Irene juga harus diangkat. Di saat itu juga akhirnya Rasya merasakan apa itu penyesalan. Rasya kembali menginginkan istri dan anak-anak yang telah ia buang.
Masalahnya, benarkah semudah itu membuat mereka mau menerima Rasya? Karena Rasya bahkan memilih menutup mata, ketika si kembar nyaris meregang nyawa, dan sangat membutuhkan darah Rasya. Bagaimana jika Akina dan anak-anaknya justru sudah menemukan pengganti Rasya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rositi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
26. Bayi Laki-Laki
Ketika Akina jadi tidak bisa tidur, tidak dengan Zeedev yang langsung lelap. Zeedev baru bangun ketika mendengar suara Aqilla. Aqilla langsung tersenyum hangat ketika mendapati di sofa tunggal sebelahnya, masih ada Zeedev di sana. Lebih bahagianya lagi ketika sang mama yang ia panggil juga langsung merespons. Alasan yang membuat hati Akina mulai tak karuan. Akina tidak percaya diri membiarkan dirinya kembali mencintai laki-laki.
“Ya Allah ... ini asli apa mimpi?” batin Akina langsung lupa bernapas ketika tangan kanan Zeedev yang awalnya mengelus-elus punggung hidung Aqilla dan membuat Aqilla cekikikan, juga berakhir mengelus-elus ubun-ubun Akina. “Coba deh sekarang kalian jadi aku sebentar saja. Rasanya jadi enggak karuan banget gini!” batin Akina.
Zeedev memang duduk tepat di antara sekat ranjang rawat Akina dan Aqilla. Posisi Zeedev tepat menghadap Aqilla dan memunggungi Akina.
“Tidur lagi ... tuh, masih pukul tiga pagi,” ucap Zeedev. Tangan kirinya yang dihiasi arloji warna hitam, berangsur mengelus-elus kening Aqilla. Sementara tangan kanan tetap mengelus-elus ubun-ubun Akina, meski Zeedev tak sedikit pun melirik Akina.
“Malahan aku enggak bisa uwel-uwel Akina andai aku sampai menatap atau setidaknya meliriknya,” batin Zeedev sengaja aji mumpung agar bisa meluluhkan hati Akina. “Mendekati Akina yang telanjur trauma, memang harus seolah-olah serba enggak sengaja. Pelan, tapi pasti, aku pasti bisa!” batin Zeedev.
Beberapa jam kemudian, sekitar pukul sembilan pagi, orang tua Zeedev datang ke rumah sakit. Keduanya datang bersama seorang sopir yang membawakan ransel jinjing lumayan besar, selain sebuah tas kerja milik Zeedev. Sementara pak Devano papanya Zeedev, membawa dua kantong bahan tampak berat. Sedangkan ibu Zee, menghiasi kedua tangannya dengan boneka beruang kembar berwarna pink.
Zeedev langsung mengambil barang-barangnya, kemudian menaruhnya di meja tunggal tak jauh dari sofa dirinya biasa duduk. Selanjutnya, yang Zeedev lakukan ialah menjadi anak baik-baik agar acara pertemuan di sana menghasilkan hasil sesuai harapannya.
Ranjang rawat Akina dalam kosong karena penghuninya sedang mandi. Sementara Aqilla tengah disuapi oleh Mommy Rere, dan awalnya tengah ditemani Zeedev. Sedangkan orang tua kandung Akina tengah mengurus Asyilla yang masih tantrum gara-gara kangen Yusuf.
Entah apa yang terjadi, tapi ketika Aqilla jadi ketergantungan ke Zeedev, hal yang sama juga Asyilla alami kepada Yusuf. Namun dalam diamnya Zeedev curiga, alasan Asyilla begitu karena darah Yusuf yang jadi mengalir di dalam tubuh Asyilla. Sementara alasan Aqilla jadi dekat dengan Zeedev, mungkin efek sebelumnya karena mereka sempat bertemu. Terakhir saja sebelum kecelakaan, Zeedev sempat mendengar si kembar menyebutnya papa balu.
“Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un,” lemas Akina yang baru keluar dari kamar mandi. Kepalanya yang baru ia keramasi, masih terbungkus handuk. Sementara tangan kanannya menenteng botol infus.
Kedua mata Akina menatap ngeri keadaan di ruang rawatnya. Senyum semringah dari ibu Zee yang awalnya tengah mengajak Aqilla mengobrol, juga malah membuat Akina tak karuan. Begitu juga dengan tatapan berikut senyuman dari pak Devano papa Zeedev. Semua perhatian dari orang tua Zeedev, membuat hati Akina kacau.
“Ini beneran bukan mimpi?” batin Akina sulit untuk percaya. Namun ketika ia menggigit bibir bawahnya sekuat mungkin, ia langsung meringis kesakitan.
Senyum santun dan amat sangat sungkan, Akina berikan kepada orang tua Zeedev sambil agak membungkuk. Segera ia menghampiri Asyilla, yang lagi-lagi menanyakan Yusuf. Asyilla memanggil-manggil Akina dan meminta dicarikan Yusuf. Zeedev yang awalnya masih mengajak Aqilla bercanda bersama papa mamanya, segera menghampiri Asyilla. Apalagi, ibu Zee sampai menyikutnya dan memintanya untuk mengurus Asyilla.
Di ruang rawat berbeda, ada Irene yang perlahan membuka mata. Irene masih bisa tersenyum ketika wajah Rasya menjadi wajah pertama yang ia lihat. Seperti biasa, Rasya duduk di sofa tunggal dan dengan setia menunggunya. Rasya hanya sendirian di sana, dan suasana kamar rawat inap milik Irene benar-benar sepi. Akan tetapi ketika kedua tangan Irene mengelus perutnya, kebiasaannya setelah hamil itu membuat Irene terkejut. Kenapa perutnya tak sebesar sebelumnya? Irene sungguh lupa mengenai apa yang sudah ia alami. Dari kecelakaan, dan juga sederet lukanya yang sampai saat ini masih ia rasakan sangat menyakitkan.
“Kenapa?” tanya Rasya dingin lantaran ia merasa, sang istri tengah kebingungan dan itu mengenai keadaan perutnya.
“Ini, aku sudah melahirkan? Masa sih? Eh tapi sebentar,” pikir Irene yang memang lupa pada apa yang sudah ia alami. Namun baru saja, ia mengingat semuanya termasuk, mengenai ia yang baru saja melahirkan.
“S—sayang, ... aku sudah melahirkan, ya?” ceria Irene kepada sang suami yang jauh lebih rapi tak berdarah-darah lagi. Namun, wajah Rasya dihiasi beberapa luka baret maupun gores yang terbilang masih basah. Sementara bibir berisi bagian bawahnya juga tampak dihiasi bekas darah terbilang panjang. Irene berpikir, semua itu terjadi akibat kecelakaan yang mereka alami.
Karena Rasya tetap duduk di sofa dan tak ada tanda-tanda akan menghampiri apalagi memanjakannya, Irene sengaja manyun. “Aku mau dipeluk, ih!”
Bukannya melakukan apa yang Irene minta, kali ini Rasya malah hanya diam kemudian menepis pandangannya. Ia tak kuasa melihat Irene sebab menatap Irene sama saja mengorek luka-lukanya mengenai nasib anaknya.
“Sayang, kenapa sih?” tanya Irene refleks menengadah mengikuti kepergian Rasya yang mengaku capek.
“Capek ...?” lirih Irene yang kemudian menanyakan kabar anak lakinya.
“Anak laki-laki?” lirih Rasya menatap tak percaya sang istri. Di hadapannya dan masih di ranjang rawat, Irene tersenyum ceria manis sekaligus manja, layaknya biasa.
Bagi Rasya, tingkah Irene layaknya orang tak memiliki beban. Seolah semuanya baik-baik saja. Hingga Rasya curiga, istri pertamanya itu memiliki sisi seorang psikopat.
“Aku sangat yakin, aku telah melahirkan bayi laki-laki gagah sekaligus sehat, seperti yang kamu impi-impikan loh Sayang. Kamu dan keluarga kita pasti makin sayang ke aku. Karena meski dokter sudah memvonis begitu, ... tahu apa sih mereka tentang bayiku. Terlebih sejauh ini, keluarga kita tidak ada yang kekurangan apalagi sampai cacat!” batin Irene. Tak peduli seberapa pun sakit dirinya, Irene yakin sakitnya dirinya bisa membuat keluarganya makin sayang.
Lantas, kira-kira bagaimana tanggapan Irene, jika wanita itu tahu kebenaran yang sebenarnya? Bahwa apa yang tim dokter sampaikan dan ia anggap hanya sok tahu, justru benar-benar kejadian ke anaknya yang bahkan bukan laki-laki. Karena bayi yang Irene lahirkan tetap perempuan seperti saat di USG?