milchtee99_ dlbtstae99_
Chandra Maverley adalah CEO tampan dan kaya raya, banyak kaum hawa yang ingin bersanding dengan dengannya. suatu malam, Chandra dijebak oleh seseorang dan berakhir melakukan hubungan terlarang dengan Audrey gadis cantik yang bekerja part time ditempat Chandra bertemu kliennya.
Lima tahun kemudian, Chandra datang ke Desa Simphony. Kedatangannya hanya untuk melihat perkembangan pembangunan hotel yang baru mulai di bangun. Tanpa sengaja bertemu dengan dua anak kembar yang sedang berjualan es lilin tak jauh dari tempat lokasi pembangunan.
“Om mau beli es lilinnya Ana, nda ? Masih segel nih, nda meleleh kok es-nya cuma bisa cail ja ! “
“Dua lebu satu, beli lima gelatis mommy Lea ! " sambung Azalea penuh semangat.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dlbtstae_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Penolakan Chandra
Aurelly mengatur nafasnya sebelum melangkah masuk ke gedung perusahaan Chandra. Hari ini, dia tidak hanya ingin membuat pernyataan, tetapi juga mengambil risiko besar. Meskipun hatinya bergetar, dia bertekad untuk menunjukkan pada Chandra bahwa dia masih ada, bahwa dia masih mencintainya. Dengan wajah penuh percaya diri, Aurelly melangkah menuju meja resepsionis.
“Selamat pagi, saya Aurelly. Saya ingin bertemu dengan Chandra,” katanya dengan suara mantap.
Resepsionis menatapnya dengan curiga. “Apakah Anda memiliki janji?”
“Tidak perlu, saya istri sahnya,” jawab Aurelly, menegaskan perkataannya. Rasa percaya dirinya sedikit goyah ketika dia melihat raut wajah resepsionis yang terkejut, tetapi dia segera menambahkan, “Tolong beri tahu dia bahwa saya di sini.”
Setelah beberapa menit yang terasa seperti selamanya, resepsionis akhirnya mengangguk dan memberi tahu Chandra. Aurelly menunggu dengan hati berdebar, mencoba menenangkan pikirannya. Dia tahu ini langkah yang berbahaya, tetapi amarah dan penyesalan yang menggelora di dalam dirinya membuatnya merasa terpaksa untuk melakukannya.
Pintu ruang kerja Chandra terbuka, dan pria itu muncul dengan ekspresi bingung. Raut wajahnya berubah saat melihat Aurelly.
“Aurelly? Apa kamu…?” Chandra terdiam sejenak, terkejut melihatnya. “Kenapa kamu di sini?”
Aurelly meluruskan punggungnya dan mencoba menampilkan aura percaya diri. “Aku datang untuk bicara, Chandra. Ada banyak yang ingin aku katakan.”
Chandra menatapnya dengan skeptis. “Ini bukan waktu yang tepat. Aku sedang bekerja.”
“Tapi ini penting,” potong Aurelly, berusaha menegaskan. “Kita perlu menyelesaikan ini.”
Chandra menghela napas berat. “Aurelly, kamu sudah tahu bahwa aku sudah menikah dengan Audrey. Tidak ada yang bisa diselesaikan lagi.”
Mendengar nama Audrey membuat Aurelly merasakan pedih di dadanya. Namun, dia menekan rasa sakit itu dan terus melangkah maju. “Aku tahu, tapi… aku tidak bisa hanya diam dan membiarkanmu pergi begitu saja. Kamu tahu aku mencintaimu.”
Chandra mengerutkan dahi. “Cinta? Kamu telah menghancurkan segalanya. Kamu memilih untuk mengkhianatiku. Sekarang, aku tidak bisa mempercayaimu lagi.”
“Ya, aku tahu aku salah. Tapi aku sudah menyadari kesalahanku. Aku ingin memperbaikinya,” Aurelly berusaha memohon, mengabaikan tatapan tajam Chandra.
“Memperbaiki? Bagaimana caranya? Dengan mengklaim bahwa kamu istri sah di depan perusahaan ini?” Chandra mengangkat alisnya, suaranya mulai meninggi. “Kamu hanya akan membuat semuanya lebih rumit.”
“Aku tidak peduli,” sergah Aurelly dengan berani. “Aku tidak ingin kehilanganmu selamanya. Sekarang atau tidak sama sekali.”
Chandra menggelengkan kepala, kesal. “Kamu harus berhenti. Ini bukanlah cara yang tepat untuk menangani perasaanmu. Dan sekali lagi, aku sudah menikah. Kita tidak bisa kembali lagi.”
Aurelly merasakan benang harapannya mulai putus. Namun, dia tidak bisa menyerah. “Tapi, Chandra… kita punya sejarah. Semua yang kita lalui tidak bisa begitu saja dilupakan. Aku ingin kamu memberi aku kesempatan untuk menjelaskan.”
Chandra menatapnya tajam, tidak ingin terjebak dalam emosi yang menguasai mereka. “Aurelly, mendengarkanmu bukanlah yang aku butuhkan saat ini. Aku sudah memulai hidup baru. Tolong hargai keputusan yang sudah kuambil.”
“Aku tidak bisa,” jawab Aurelly, suaranya bergetar. “Aku tidak akan membiarkan Audrey mengambilmu dariku begitu saja.”
Chandra terdiam sejenak, menyadari intensi di balik kata-kata Aurelly. “Ini bukan hanya tentang kamu dan aku. Ada orang lain yang terlibat di sini. Audrey mencintaiku. Dia tidak bersalah dalam semua ini.”
“Dan aku?” Aurelly memotong dengan penuh semangat. “Aku tidak berhak atas cinta yang sudah kita miliki? Apakah kamu tidak merasakan apapun lagi untukku?”
Chandra tertegun sejenak, terjebak antara rasa bersalah dan ketegasan. “Aurelly, kamu harus memahami satu hal. Kesalahanku adalah memberi kamu kesempatan yang tidak pantas kamu dapatkan setelah apa yang kamu lakukan. Aku tidak bisa kembali ke masa lalu.”
“Lalu, apa? Apakah aku harus menyerah begitu saja?” Aurelly mendesak, air mata mulai mengalir di pipinya. “Tidak ada harapan untuk kita lagi?”
“Aku tidak bisa menjawab itu,” jawab Chandra, suara terdengar lelah. “Apa yang telah terjadi antara kita sudah menjadi masa lalu. Sekarang, aku harus memikirkan masa depan.”
Dengan penuh kemarahan dan rasa sakit, Aurelly mendekat, mendesak. “Tapi aku di sini sekarang. Dan aku tidak akan mundur tanpa bertarung. Ini belum berakhir, Chandra.”
Chandra terdiam, perasaannya berkecamuk. Dia tidak ingin berhadapan dengan Aurelly, terutama setelah semua yang terjadi. “Aurelly, pergi. Ini bukan tempatmu. Kehadiranmu di sini hanya akan menambah masalah.”
“Aku tidak akan pergi tanpa berbicara,” Aurelly bersikeras. “Aku butuh kamu untuk mengerti betapa aku menyesali semuanya.”
“Tidak ada yang bisa kamu katakan yang akan mengubah apa yang terjadi,” jawab Chandra dengan nada tegas. “Kamu perlu kembali dan merelakan semua ini.”
Aurelly merasa hancur. Semua keberaniannya terasa sia-sia. “Jadi, inilah akhir dari kita?” tanyanya dengan suara bergetar.
Chandra menatapnya dalam-dalam. “Aku tidak ingin ini berakhir seperti ini, tetapi aku juga tidak bisa memberikan harapan yang salah. Aku sudah memilih jalanku.”
Aurelly merasa seolah dikhianati oleh semua harapan yang ia miliki. “Baiklah,” ujarnya pelan, hatinya hancur. “Jika itu yang kamu inginkan… Aku akan pergi.”
Dia berbalik dan melangkah menjauh, setiap langkah terasa berat. Namun, di dalam hatinya, dia tahu ini bukan akhir. Mungkin bukan sekarang, tetapi dia tidak akan membiarkan semua ini berakhir dengan kesedihan. Ada rencana yang mulai terbentuk di benaknya, dan dia akan memastikan bahwa Chandra dan Audrey merasakan dampaknya.
Saat melangkah keluar dari gedung itu, Aurelly merasakan semangatnya kembali menyala. Dia mungkin telah kalah hari ini, tetapi perang ini baru saja dimulai. Dia bertekad untuk tidak hanya mendapatkan Chandra kembali, tetapi juga untuk memastikan bahwa Audrey tidak bisa merasa aman. Dengan setiap langkah, dia menyatakan tekadnya.
“Ini belum berakhir,” bisiknya pada diri sendiri. “Aku akan membuat kalian menyesal.”
*
*
*
*
Sesampainya di rumah, Tuan Maverley turun begitu saja tanpa memperdulikan tatapan heran keempat wanita di dalam mobil.
Dia masuk melewati Mami Cellia yang sudah menunggu di depan rumah. Mami Cellia menatap heran mertuanya yang seperti tengah ngambek.
“Loh, papi sudah pulang ? Dimana cucuku ” tanya Papi Cakro heran.
“ Cucumu yang centil itu, sedang kesemsem ! “ jawab Tuan Maverley kesal dan kembali melanjutkan langkahnya menuju kamar utama.
“Kesemsem ? “ beonya. Tak ingin pusing, Papi Cakro menyusul istrinya yang katanya duluan menunggu kedua cucu mereka di depan.
“Selamat kembali ke rumah cucu-cucu opa ! “ seru Papi Cakro saat melihat kedua cucunya bergandeng tangan masuk ke dalam rumah.
“Kembali-kembali, opa !! “ jawab keduanya.
Papi Cakro menyambut kedua cucunya dengan ramah. Lalu dia menatap menantunya dengan tatapan curiga.
“Opa bilang, kedua cicit papi kesemsem. Siapa yang disemsem mereka ? “ tanya Papi Cakro curiga.
“Kesemsem ? “ beo Audrey bingung.
“Kesemsem apanya sih, pi ! Orang cucu kita bawa peyek banyak. “ sahut Mami Cellia heran.
“Papi kamu ngomong gimana ? “ tanya Nyonya Dara penasaran.
“Cucumu yang centil itu, sedang kesemsem. “
“Gitu kata papi, mi” jawab Papi Cakro.
“Cicitku dia bilang centil ? “ tanya Nyonya Dara tidak terima. Papi Cakro hanya mengangguk walau sebenarnya dia bingung.
“Aaaaahhhh parahhhhh, pak tua lagi cemburu sama anak laki-laki tadi… “ kata Nyonya Dara membuat ketiga orang di hadapannya menatap dirinya tak percaya.