Kejadian di toko bunga sore itu menorehkan luka yang dalam di hati Alisa.
Erwin, duda kaya raya yang merupakan pelanggan setianya, tega merenggut mahkota kebanggaannya dengan paksa.
Dendam dan kebencian meliputi Alisa.
Berbeda dengan Erwin, dia justru menyesali perbuatannya.
Berawal dari rasa frustasi karena di vonis mandul oleh dokter. dia khilaf dan ingin membuktikan pada dunia kalau hal itu tidaklah benar.
Sayangnya.. pembuktian itu dia lakukan pada Alisa, gadis belia yang sepantasnya menjadi putrinya.Penyesalannya berubah simpati saat mengetahui Alisa bisa hamil karena perbuatannya. dia meminta Alisa mempertahankan benihnya itu.
Berbagai cara dia lakukan untuk mendapatkan maaf Alisa, ibu dari calon anaknya. Mampukah Erwin mendapatkan maaf dari Alisa? kita ikuti kisah selengkapnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon balqis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27
Dalam keadaan berantakan Alisa pulang. Kesal marah dan dendam bercampur di hatinya saat mengingat apa yang terjadi pada dirinya. Tanpa mengindahkan pertanyaan Parmi, dia mengunci diri di kamarnya. perasaan jijik menyergapnya.
Dia membayangkan kalau dirinya sudah di lecehkan oleh kedua Pria itu.
"Kenapa aku sangat ceroboh dan percaya pada mereka?" Alisa berlari ke kamar mandi.
Dia mengguyur seluruh badannya dari atas sampai bawah.
"Kenapa hal ini terulang lagi padaku?"
Ia kembali teringat kejadian bersama Erwin. Tapi ada yang menarik perhatiannya. Dia tidak merasakan yang aneh di area sensitif nya seperti saat bersama Erwin.
"Kalau begitu mereka belum sempat melakukan apa-apa padaku.."
Walau belum yakin seratus persen, Alisa sedikit lega.
"Aku harus mencari tau siapa di balik kejadian ini. Tidak mungkin semua ini terjadi secara kebetulan. Perasaanku mengatakan Valery ikut andil menciptakan keadaan ini."
Saat itu Teddy menelpon dan bilang kalau Erwin sedang terjebak di suatu tempat. Tapi keadaannya baik-baik saja.
Ia merasa lega karena mendengar Erwin baik-baik saja.
Alisa merasa harus ikut dalam penjemputan Erwin itu.
Walaupun Teddy melarang dengan berbagai alasan dia berkeras untuk ikut.
"Sus, titip Langit, ya? kabari aku kalau ada sesuatu." setelah mencium putranya, dia berangkat.
Sementara itu, Valery sangat marah saat orang suruhannya melapor kalau Alisa lolos dari rencana.
"Emang kalian saja yang tidak berguna..! di beri tugas begini saja tidak becus."
"Tapi kami sempat merekamnya walaupun hanya sebentar, videonya ada di kami."
Di saat yang sama, Erwin masuk kedalam gubuk di mana mereka berteduh.
"Valery? Kau bicara dengan siapa?" mata Erwin menatap penuh selidik.
"Oh, tidak... Aku hanya merasa kesal karena harus terjebak di tempat ini. jadinya aku mengomel sendiri." jawabnya gugup.
Erwin berlalu keluar setelah mengambil jaketnya.
Valery menarik nafas lega.
"Syukur lah dia tidak curiga. Entah apa yang terjadi kalau dia sampai tau kalau
aku membawa ponsel cadangan."
Valery membuka kembali ponselnya dengan tergesa. Dia ingin melihat video pendek yang di kirim kepadanya.
"Baguslah.. Walaupun dia lolos dari rencana semula, tapi bukti ini akan menjatuhkannya di depan mas Erwin." Valery menyembunyikan kembali' ponsel itu di tempat yang di rasanya aman.
"Mas, sampai kapan kita akan tinggal disini, kita sudah berpisah, kita bukan muhrim lagi, tidak pantas rasanya seperti ini ..." air mata buayanya mulai tumpah.
"Aku juga tidak suka. Kau tenang saja. Teddy akan segera datang menolong kita."
"Hah..? Teddy akan datang?" Valery sangat kaget. Sampai lupa kalau dirinya sudah bereaksi berlebihan di depan Erwin.Padahal dia berharap akan.lebih banyak kesempatan bersama mantan suaminya itu.
"Iya, kau bersabarlah.." ujar Erwin datar.
"Kenapa harus secepat ini, padahal aku berharap lebih lama lagi disini terjebak disini. Dengan begitu, si Alisa akan semakin kepanasan." ucapnya geram.
"kenapa kau terlihat tidak suka begitu?"
"Suka, suka lah, Mas. mau pulang kok tidak duka, aku hanya kaget, kok bisa Teddy menemukan kita, padahal kita tidak ada alat untuk menghubunginya."
"Teknologi semakin canggih. Dan Ini bukan hal yang luar biasa lagi."
Valery tersenyum kecut.
Dia merasa khawatir kalau sandiwaranya akan terbongkar sepulangnya mereka nanti.
***
Sore harinya mobil Teddy sampai di tempat itu.
Alisa langsung menghambur keluar sambil memanggil.
"Om Erwin... kau dimana?" dia mencari kesana kemari.
namun akhirnya dia menyerah untuk menurut pada Teddy sebagai pemandu.
Erwin begitu melihat Teddy dan seorang temannya di tempat itu.
"Syukurlah, bapak tidak apa-apa.."
"Iya, aku juga tidak menyangka dengan musibah yang datangnya tiba-tiba ini."
"Oh, ya? Bagaimana keadaan Alisa dan Langit? Bukankah aku titipkan keadaan rumah padamu?"
Teddy tersenyum membuat Erwin heran.
"Saya minta maaf, walau sudah di larang, tapi Bu Alisa memaksa ikut." jawab Teddy perlahan.
"Om Erwin..!" suara Alisa melengking dari arah belakangnya.
Erwin terpana melihat orang yang dirindukannya tepat berada di depan matanya.
"Kenapa kau ada disini? siapa yang menjaga Langit?"
Erwin merangkul gadis itu dengan terharu.
"Aku yang harus bertanya, Om kemana saja? Ponsel tidak aktif, Langit selalu mencari papa ya, malah menginap di tempat sepi seperti ini." omelnya persis seperti kebiasaan para istri terhadap suaminya.
"Kau mengkhawatirkan, Om?"
"Tidak.. Jangan besar kepala, pantang bagi Alisa mengkhawatirkan seseorang." jawabnya cuek tersipu.
Teddy dan temannya hanya menyembunyikan senyum saat menyaksikan adegan itu.
Lain dengan Valery yang merasa gusar sekaligus cemas.
"Kau tidak usah malu mengakui kalau mengkhawatirkan suami mu. Karena itu hal yang wajar." goda Erwin lagi. Pria itu seperti tidak mengindahkan ada orang lain selain mereka di tempat itu.
Tapi senyum Alisa tiba-tiba lenyap sat mengingat kejadian yang menimpanya kemarin.
Kalau Erwin sampai tau, entah apa reaksinya. Walaupun belum pasti apakah dirinya sudah di nodai ataukah tidak , hal itu akan melukai egonya sebagai seorang suami. Yang jelas dia pasti marah dan mungkin saja tidak akan bisa menerimanya seperti saat ini.
"Alisa..." sapa Valery dengan mimik wajah yang di buat seramah mungkin.
"Kalian pasti tidak menyangka kalau kami bisa sampai ke tempat ini. Aku merasa lega karena ternyata kalian baik-baik saja. Ya, walaupun mungkin saja ada hati yang tidak suka atas hal ini."
Secara samar Alisa menyindir Valery. Wanita itu langsung membuang mukanya.
"Kau bisa saja, tentu saja kami semua senang karena mendapat pertolongan." Erwin membelai rambutnya.
Valery semakin cemburu melihatnya.
Alisa yang jahil memanfaatkan keadaan itu.
Dia sengaja bermanja-manja pada suaminya di depan Valery.
Di saat yang lain sedang bersiap untuk pulang, Alisa malah terus di dekat Erwin. Dia tidak membiarkan pria itu beranjak dari tempatnya. Ada saja yang dia bicarakan agar Erwin tidak meninggalkannya.
"Biar Om lihat persiapan mereka sebentar, ya.. Kau tunggu sebentar saja." Erwin berkata dengan lembutnya.
Alisa terpaksa menurut.
"Tidak ku sangka, pria yang ku kira keras dan pemarah itu bisa bersikap sangat lembut padaku.." Alisa tersenyum sendiri.
Karena sudah ada dua mobil, Erwin minta minta rombongan gan di bagi dua.
"Valery, kau harus ikut di mobilnya Teddy. Sedangkan aku dan Alisa di mobil yang satunya."
"Tapi, Mas..." Valery merasa keberatan.
"Tapi kenapa, Tante?"
Alisa yang tau gelagat Valery langsung maju.
"Aku takut. Dari awal aku sudah ikut mobil mu." ucapnya sambil memelas ke Erwin.
"Tidak ada yang perlu ditakutkan, kau aman bersama mereka." Teddy mengangguk sopan.
"Lagi pula, akan sempit kalau Tante ikut di rombongan kami..." ledek Alisa.
Dengan wajah kecewa, Valery terpaksa menurut.
Di dalam mobil, Alisa bebas bicara dengan suaminya.
"Om, mas Teddy sudah menceritakan semua yang terjadi. Lalau apa menurut Om Erwin,ini bukan suatu kesengajaan?"
"Maksud mu? Om belum mengerti."
"Ya, bisa saja keadaan ini sudah di setting terlebih dulu, tentang adanya perbaikan jalan. tentang teror di hotel yang kalian tuju. Apa Om sudah menghubungi pihak hotelnya?"
Erwin tidak menanggapi kecurigaan Alisa itu.
"Tidak usah menduga-duga, itu hanya akan membuatmu gelisah sendiri." Erwin membelai rambutnya lagi.
Alisa bingung bagaimana caranya agar Erwin mengerti apa yang dia bicarakan. kalau dirinya langsung bilang yang sebenarnya, Erwin pasti menuduh ya sudah memfitnah Valery. Itulah yang selalu terjadi selama ini. Alisa ingin Erwin menyadari dengan sendirinya siapa Valery sebenarnya.
Erwin menarik kepala Alisa ke dadanya.
Alisa merasa canggung karena ada pak sopir di depan mereka.
"Malu, Om..." dia berbisik pelan.
Dengan tersenyum Erwin melepaskannya.
Sat asik dengan pikirannya sendiri. Erwin minta di ambilkan botol minum yang kebetulan letaknya dekat dengan Alisa.
Tapi selain botol minuman, ada benda aneh yang di rasakannya di situ.
"Ponsel? Ponsel siapa ini, bukankah dalam insiden itu ponsel mereka semua sudah di jarah oleh perampok itu?" Alisa membatin sendiri. Dia tidak memberitahukan penemuannya kepada Erwin yang sedang minum.
"Om, kata Teddy, Ponsel kalian bertiga di rampas oleh perampok itu, benar?"
"Iya, benar. Bahkan bukan hanya ponsel. Dompet, Jam tangan, perhiasan dan berkas pun mereka embat." jawab Erwin berapi-api.
Lalu ponsel siapa yang dia temukan ini? Alisa merasa ada sesuatu yang tidak beres sedang terjadi. Apakah ini permainan Valery? Dia tidak berani menyimpulkan sebelum tau yang sebenarnya.
Dia pun memilih suaminya tidak perlu tau dulu.
"Alisa, kau terlihat tegang? Ada apa?" sapa Erwin cemas.
"Tidak Om, aku hanya ingat pada Langit. Dia pasti sudah merindukan kita." Alisa beralasan
"Kau tidak usah khawatir, kita akan segera bertemu dengannya."
Erwin menghiburnya. Dia pikir istri kecilnya itu benar-benar gelisah karena Langit. Yang terjadi adalah, diam -diam Alisa memasukkan ponsel itu kedalam tasnya.