"Aku dimana?"
Dia Azalea. Ntah bagaimana bisa ia terbagun di tubuh gadis asing. Dan yang lebih tidak masuk akal Adalah bagaimana bisa ia berada di dunia novel? Sebuah novel yang baru saja ia baca.
Tokoh-tokoh yang menyebalkan, perebutan hak waris dan tahta, penuh kontraversi. Itulah yang dihadapai Azalea. Belum lagi tokoh yang dimasukinya adalah seorang gadis yang dikenal antagonis oleh keluarganya.
"Kesialan macam apa ini?!"
Mampukah Azalea melangsungkan kehidupannya? Terlebih ia terjebak pernikahan kontrak dengan seorang tokoh yang namanya jarang disebut di dalam novel. Dimana ternyata tokoh itu adalah uncle sang protagonis pria.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon queen_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
OMB! (2)
...Selamat Membaca...
...*****...
Pagi ini Auris masih berada di kamarnya. Ia memilih sarapan di kamar daripada sarapan bersama mereka. Kemudian membersihkan tubuhnya. Auris memilih kemeja berwarna baby blue dengan hot pants sebagai bawahannya. Setelah itu Auris mulai mengobati tangannya kembali.
"Ternyata perih juga, gue kira gak bakal separah ini," Dengan hati-hati Auris mengoleskan tangannya dengan salep yang di bawa Bi Asih semalam.
Braak!
Auris terkejut karena pintu kamarnya terbuka secara kasar. Ia heran melihat beberapa anggota keluarganya yang masuk ke kamarnya. Alex tiba-tiba menariknya secara kasar keluar dari kamar diikuti semua orang.
"Papa! Lepas! Tangan Auris sakit pa!" Auris berusaha melepas tangannya dari Alex. Sungguh ia tidak bohong, ini benar-benar sakit. Genggaman Alex mengenai luka di tangannya.
Alex tidak peduli. Ia terus menarik Auris hingga ke bawah dan mencampakkannya di hadapan semua orang.
Plaak!
Sebuah tamparan mendarat di pipi Auris membuat sudut bibir gadis itu berdarah. Alex mencengkram kuat dagunya, "Sudah saya katakan jangan membuat masalah Auris!" Alex menghempaskan wajah Auris dengan kasar.
Auris perlahan berdiri sambil memegang pipinya yang terasa panas. Belum lagi dengan tangannya yang terasa cukup perih. "Masalah apa papa? Auris bahkan belum keluar kamar sejak tadi."
"Cukup Auris. Aunty tahu kamu tidak menyukai Caramel. Tapi kenapa harus menyakitinya seperti ini?" kata Sofia dengan nada sedih. "Teganya kamu menampar Caramel hanya karena kejadian semalam? Caramel tidak sengaja Auris."
Auris terkekeh pelan, "Aku? Menamparnya?" Auris menatap datar semua orang. Ia maju ke hadapan Caramel dan;
Plaak!
"Auris!" pekik semua orang.
"Kenapa? Bukankah kalian bilang aku menamparnya? Sudah ku lakukan. Aku tidak suka jika dituduh melakukan sesuatu yang bahkan tidak aku lakukan!" tekan Auris menatap tajam semua orang.
"Kau!" tunjuk Auris pada Caramel, "Kapan? Kapan aku menamparmu sialan?!" pekik Auris menatap Caramel yang berada di pelukan Sofia.
Caramel mengangkat wajahnya perlahan-lahan seolah takut pada Auris, "K-kau menamparku saat aku selesai sarapan. Saat aku berada di kamarku Auris."
"Kau dengar itu? Jangan berbohong lagi Auris! Kenapa kau selalu membuat masalah?" sentak Darren kakak pertamanya. Orang yang sangat menyayangi Caramel tapi tidak dengan Auris.
"Kau dengar itu? Jangan berbohong lagi Auris! Kenapa kau selalu membuat masalah?"
Zanna diam. Ia sama sekali tidak menjawab, bahkan tidak menatap Auris. Ia lebih memilih menatap ke arah lain.
"Jangan berbohong Auris!" bentak Alex menatap tajam putrinya itu. "Minta maaf pada Caramel sekarang!"
Auris menggeleng, "Untuk apa? Untuk kesalahan yang tidak aku lakukan? Cih! Aku tidak sudi meminta maaf padanya." Auris menatap Alex, "Kenapa papa tidak menyuruhnya meminta maaf setelah membuat tanganku terluka seperti ini?!"
"Auris, minta maaf lah pada Caramel."
Auris benar-benar tidak percaya. Zanna yang nota bene nya tahu kebenarannya bahkan malah ikut melakukan ini padanya.
Auris mengangguk. "Baik. Caramel aku minta maaf, kalian puas? Dan untuk mama." Auris menatap Zanna penuh kekecewaan. "Terimakasih, hari ini mama telah menunjukkan padaku bahwa bi Asih lebih baik dari pada ibu kandung ku sendiri." Auris menghapus kasar air matanya kemudian pergi menuju kamarnya.
Ia tidak memedulikan panggilan Alex yang meneriaki namanya. Auris benar-benar menulikan pendengarannya.
...*****...
Di kamarnya Auris membanting semua barang yang ada.
"Caramel sialan! Fuck you Caramel! Gara-gara kamu wajah paripurnaku harus jadi jelek seperti ini!"
Auris membersihkan darah di sudut bibirnya. Kemudian mengompres pipinya yang terasa sedikit sakit akibat tamparan keras dari Alex.
Kekesalannya semakin bertambah mengingat Zanna yang hanya diam saja saat dia diperlakukan seperti itu. Bahkan wanita itu tidak mau menatapnya.
"Mama mu gila Auris! Dia gila! Tidak waras! Ibu paling jahat sedunia!"
Auris membenarkan penampilannya yang terlihat berantakan. Kemudian kembali mengobati tangannya yang belum sempat ia obati tadi.
"Keluarga sialan! Awas kalian semua! Aku akan bales kalian satu persatu!"
...*****...
"Sssh.. pelan-pelan ma. Pipi aku sakit." Caramel meringis saat Sofia mengompres pipinya akibat tamparan Auris.
"Maaf sayang. Mama akan lebih pelan lagi."
"Auris mulai berani ma. Dia bahkan tidak takut sama papanya sendiri," kata Caramel menatap Sofia.
"It's ok sayang. Setidaknya hari ini kita berhasil lagi. Walau pipi kamu harus jadi korbannya," balas Sofia dengan kekehan kecil di akhir ucapannya.
Caramel tampak cemberut, "Kita harus membalasnya lagi ma. Wajahku jadi lebam karena dia! Padahal rencana awal hanya untuk membuatnya dimarahi tapi tidak menamparku!"
Sofia tersenyum, "Tentu sayang. Gara-gara dia pipi kamu jadi seperti ini." Sofia membersihkan pipi sebelahnya yang berbalut make up. Sebuah Make yang seolah-olah terlihat seperti habis di tampar. "Oh ya Car, bagaimana hubunganmu dengan Reynold?"
Caramel seketika tersipu malu. "Sudah sangat dekat ma. Aku tinggal meyakinkan Reynold untuk membatalkan pertunangannya dengan Auris."
"Bagus sayang, karena hanya kamu yang pantas menjadi nyonya muda Arkatama."
"Mama," panggil Caramel.
"Ada apa sayang?"
"Sore ini Reynold ada janji pergi bersama Auris. Mama bisa tolong lakukan sesuatu agar Auris tidak bisa pergi dan aku menggantikannya?" pinta Caramel dengan wajah memelas.
Sofia tersenyum mengusap kepala putrinya, "Tentu sayang, apapun untuk mu."
"Lihat Auris. Perlahan-lahan semua akan menjadi milikku. Bahkan jika itu Reynold sekali pun."
...*****...
...Terimakasih sudah membaca...