Arya, seorang pria yang memiliki istri yang sangat cantik dan juga memiliki seorang putera yang masih balita harus menelan pil pahit saat mengetahui sang istri dijodohkan oleh keluarganya dengan pria kaya raya.
Hal yang menyakitkannya, sang istri menerima perjodohan itu dan berniat melangsungkan pernikahan meskipun mereka belum sah bercerai.
Semua itu karena Arya dianggap pria miskin dan tak layak mendampingi Tafasya yang cantik dan memiliki body sempurna.
Bagaimana kisah selanjutnya, maka ikuti novel ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siti H, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
KSYT-6
Motor melaju menembus jalanan. Suasana malam yang dingin dan juga kelam tak menyurutkan hati Arya untuk tiba dirumah mertuanya.
Terlihat langit sangat gelap, tak ada satupun bintang yang bertaburan, dimana pertanda hujan akan tiba.
Setelah menempuh perjalanan satu jam lamanya, ia tiba dirumah ibu mertua dan Rayan ternyata tertidur dimotor, dan untungnya ia antisipasi dengan mengikat puteranya menggunakan kain sarung agar tidak terjatuh.
Ia menggendong puternya yang tertidur, dan ketika kakinya menapaki teras rumah, Tony keluar dengan segelas kopi ditangannya. Ia mengerutkan keningnya melihat pria dihadapannya yang tampak begitu lelah karena perjalanan mereka.
"Ngapain kemari?" tanya pemuda itu tanpa wajah ramah sedikitpun, bahkan ia tak perduli jika keponakannya sedang tertidur dalam dekapan kakak iparnya tersebut.
"Dimana Fasya?" tanya Arya pada pemuda itu.
Tony menatapnya dengan cibiran. "Kamu yang punya bini kenapa tanya saya?" pemuda itu duduk diteras.
"Jangan bohong, kalian bersekongkol menyembunyikannya," Arya mendesak.
Pemuda itu beranjak dari duduknya, lalu menatap tajam pada sang kakak ipar yang masih menggendong keponakannya.
"Eh, kere! Jangan sok jagoan, ya. Kalau kamu gak percaya, silahkan geledah rumah, kamu tidak akan menemukan kak Fasya disini!" jawabnya dengan berang. Tentu saja ia berani, sebab kakak perempuannya sedang menginap dihotel bersama pria kaya yang merupakan ATM berjalan mereka.
Arya menahan emosinya. Ia ingin melangkah masuk kedalam rumah, dan saat ia akan mengucapkan salam, seorang wanita paruh baya kekuar dari ruang tengah dan menatapnya tak suka.
"Mau apa kamu kemari?" hardik wanita itu dengan kasar.
"Aku akan menjemput Fasya, Bu," Arya masih mencoba santun pada ibu mertuanya.
"Fasya tidak ada disini, dan kamu itu tidak becus jadi suami!" jawab wanita itu kasar.
"Ibu jangan bohong, bukannya ibu yang memaksa Fasya untuk pulang kesini?" Arya mulai terlihat terpancing.
Ani menghampiri sang menantu, lalu menatap pria itu dengan sangar, bahkan berkacak pinggang dengan gaya menantang. "Heh! Kalau dibilangi jangan ngeyel! Fasya tidak ada pulang kemari, sebaiknya kamu pulang, atau ibu akan meminta Tony untuk menghajarmu!" ancam Ani dengan nada tinggi.
"Fasya, ayo pulang!" Arya mencoba memanggil istrinya, dan tak menghiraukan ancaman ibu mertuanya.
"Fasya, ayo pulang!" Arya kembali memanggil istrinya, berharap wanita itu mendengarkannya dan ia menerobos masuk saat tak ada sahutan dari wanita yang menjadi ibu dari anaknya.
Ia berjalan memeriksa ruang kamar milik Fasya saat masih gadis dahulu, dan ketika ia membukanya ternyata kosong.
Ia baru mengingat jika tak ada sendal milik sang istri dipintu masuk. Lalu kemana perginya Fasya sat ini, dan yang mengherankannya, mengapa sang ibu mertua dan adik iparnya terlihat tenang saat mengetahui jika istrinya menghilang.
"Lihat, apakah kau dapat melihat dengan matamu -hah, jika Fasya tak ada disini! Pergi tinggalkan rumah ini!" usir Ani dengan suara lantang.
Seketika hati Arya sangat luka mendapatkan perlakuan tak mengenakan dari sang ibu mertua. Bahkan tak cukup sampai disitu, dimana Tony datang ikut menarik kerah pakaiannya dan menyeretnya keluar.
Saat ini Arya tak melawan karena ia masih menggendong Rayan yang tak terbangun saat pertengkaran itu terjadi.
Tony membawa iparnya keluar dengan kasar. "Pergi, gak! Atau aku akan berbuat lebih!" ancam pemuda itu dengan wajah penuh amarah.
Duaaaaaar...
Terdengar suara petir menyambar ditengah malam gelap gulita dan hal itu membuat Rayan tersentak bangun.
Ia melihat sekitarnya, dan mendapati dirinya dalam dekapan sang ayah.
"Ayah, apakah kita sudah sampai dirumah oma?" tanyanya dengan nada parau.
Seketika hati pria itu bagaikan teriris sembilu, perih menyayat dengan luka yang begitu pedih.
"Tidurlah kembali, kita akan pulang," Arya mengeratkan dekapannya pada sang malaikat kecil yang merupakan penyemangat dalam hidupnya.
Pria itu mengalah untuk pulang, toh ia juga tak menemukan sang istri dirumah itu meskipun bersikeras.
Ia berharap jika saja Tafasya sudah berada dirumah dan mungkin ia hanya salah faham dengan ibu mertuanya.
Pria itu merubah ikatan sarungnya, menyilangkannya menjadi sebuah gendongan dan hal itu membuat Rayan semakin nyaman.
Ditempat lain, Bondan bersiap untuk keluar dari hotel, sebab ia ada rapat penting esok pagi yang tak dapat ia hindari, maka ia membangunkan fasya untuk diantar pulang.
Meskipun sangat mengantuk, wanita itu terpaksa harus bangun dan ia meninggalkan hotel dengan tubuh masih lelah karena melayani pria paruh baya itu dengan segenap tenaganya.
Hujan turun rintik-rintik, dan semakin lama semakin deras, Arya terpaksa berhenti disebuah halte, karena takut Rayan akan kedinginan jika dipaksakan untuk terus melaju dijalanan, dan jika sampai mengalami hipotermia, maka akan lebih fatal lagi..
Saat bersamaan, sebuah mobil melintas ditengah guyuran hujan yang begitu deras dengan dua orang penumpang yang baru saja melakukan maksiat dan melewati Arya beserta Rayan yang sedang berteduh.
Sejam kemudian, mobil tiba didepan rumah kontrakan. Karena hujan yang mengguyur, suasana begitu sepi, dan Fasya turun dengan langkah sempoyongan. Ia membuka pintu rumah dan memasukinya, lalu menuju sofa dan tertidur disana.
Sesaat hujan reda, Arya kembali melanjutkan perjalanan pulang. Ia terus berdoa agar istrinya kembali pulang.
Setibanya didepan rumah, suasana sudah sangat sepi, sebab waktu memperlihatkan pukul 12 malam. Hatinya sedikit riang saat melihat sepasang sendal milik sang istri yang terlihat didepan pintu.
"Fasya, kamu kembali," gumannya lirih. Ia bergegas membuka pintu dan benar saja, Fasya sudah tertidur disofa.
Pria itu membaringkan puteranya diatas ranjang, lalu mengganti pakainnya, dan membalurkan minyak kayu putih agar tidak hipotermia karena kedinginan, dan tak lupa juga ia memberi minyak kayu putih dibagian kepala agar tidak demam setelah tertimpa hujan tadi.
Setelah menyelesaikan tugasnya mengurus Rayan, ia membuka lemari, lalu mengambil pakaian untuk mengganti pakain istrinya yang basah, dan ia menuju sofa tempat dimana Fasya terbaring.
Ia tampak begitu sabar dan penuh kelembutan mengganti pakaian sang istri, lalu membopongnya masuk kedalam kamar, dan menyelimutinya.
Ia sedikit lega karena akhirnya sang istri kembali, dan ia akan bertanya esok mengapa Tafasya pergi begitu lama.
Pria itu pergi ke dapur, lalu memasak seporsi nasi goreng dan telur mata sapi, lalu meletakkannya diatas meja dapur yang ia tutup dengan tudung saji, dan jika sang istri terbangun nanti dan meras lapar, maka ia tidak perlu lagi repot memasak.
Setelah selesai, ia kembali ke ranjang dan beristirahat untuk tidur, sebab esok akan bangun lebih pagi untuk menggilingkan daging bakso dipasar dan bergelut dengan waktu untuk mencapai semua keinginannya dan sebagai tanggungjawab pekerjaan serta dapat memenuhi semua keinginan sang istri, yang mencoba ia ratukan dengan kemampuannya yang ada saat ini.
Rasa lelah yang begitu sangat, membuatnya tertidur begitu pulas, dan ia terbuai dalam mimpi buruk yang membuatnya harus terjaga saat subuh telah tiba.
G MALU APA BILANG PERNAH.
KALAU PERNAH KAN SEKARANG UDAH GAK LAGI🤣🤣🤣🤣
dah g usah ditanggepin ar, tinggal pergi aja🏃♂️🏃♂️🏃♂️
DISINILAH LETAK DIMNA AKU GAK BEGITU SUKA DENGAN CERITA DRAMA KELUARGA.
KOMEN KU BERASA KAYAK EMAK EMAK KOMPLEK BLOK 69🤭🤭🤭🤭🤭🤭🤭🤭🤭🤭🤭🤭🤭🤭🤭
SAYANG...
seribu kali SAYANG🤣
ni mulut tasya enaknya dikasih sambal bakso semangkok🏃♂️