Sebagai seorang wanita yang sudah kehilangan rahimnya, dia tetap tegar menjalani hidup walau terkadang hinaan menerpanya.
Diam-diam suaminya menikah lagi karena menginginkan seorang anak, membuat ia meminta cerai karena sudah merasa dikhianati bagaimanapun dia seorang wanjta yang tidak ingin berbagi cinta dan suami.
Pertemuannya dengan seorang anak kecil membuat harinya dipenuhi senyuman, tapi ia juga dilema karena anak itu meminta ia menjadi ibunya itu berarti dia harus menikah dengan Papa dari anak itu.
Akankah Yasna menerima permintaan anak kecil itu atau kembali kepada mantan suami?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon husna_az, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
20. Ingin bertemu
Hari ini Afrin menolak pergi ke sekolah. Karina sudah membujuk dengan berbagai cara. Namun, semua ditolak oleh Afrin.
"Ayo, Sayang. Nanti Oma belikan es krim," bujuk Karina.
"Nggak mau," tolak Afrin.
"Afrin, ayo Papa yang antar." Emran mendekati Afrin yang sembunyi dibalik selimut.
"Papa bolehin Bunda Yana jadi Mama Alin kan? Bunda Yana boleh tidul disini kan? Alin ndak papa tidul cama Bunda Yana, boleh kan Pa?" tanya Afrin.
"Kita kan nggak tahu keluarga Bunda Yasna, bagaimana kalau Bunda Yasna sudah punya menikah dan sudah punya anak?" tanya Emran balik.
"Bunda Yasna itu janda kok," sela Karina.
"Dari mana Mama tahu," tanya Emran dengan menatap mamanya intens.
"Mama kemarin berbincang dengan Nadin dan Nadin menceritakan semua tentang Yasna," jawab Karina.
"Nadin yang cerita atau Mama yang bertanya?" tanya Emran.
"Janda itu apa Oma?" tanya Afrin.
"Emm... tanya sama Papa saja ya, Oma mau siapin sarapan." Karina segera meninggalkan kamar Afrin.
"Janda itu apa Pa?" tanya Afrin.
" Itu... itu... ayo kita sarapan, nanti terlambat gimana? Bunda Yasna pasti sedih nungguin Afrin." Emran mencoba mengalihkan pembicaraan dan ternyata berhasil.
*****
"Aku berangkat dulu Yah, Bu, assalamualaikum," pamit Yasna sambil mencium punggung tangan orang tuanya.
"Hati-hati, waalaikumsalam," sahut Ayah dan Ibu Yasna.
Seperti biasanya Yasna selalu pergi menggunakan motor matic. Sementara di rumah kedua orang tua Yasna masih berbincang.
"Apa Zahran masih sering datang ke toko Bu?" tanya Ayah.
"Iya, begitulah Yah, dia masih ngotot mau balikan sama Yasna," ujar Alina.
"Apa Ibu cerita sama Yasna, kalau Zahran datang ke toko?" tanya Ayah.
"Tidak Yah, Ibu nggak mau Yasna sedih," jawab Alina.
"Iya, sebaiknya jangan....
Perkataan Hilman terpotong oleh suara gedoran pintu, Hilman dan Alina sama-sama terkejut mendengar suara gedoran pintu yang begitu keras.
Hilman dan Alina berjalan menuju pintu dan membukanya, mereka ingin tahu, siapa yang sudah membuat keributan pagi-pagi sekali. Saat Himan membukanya, mereka berdua terkejut, ternyata mantan besan yan datang.
"Mana wanita mandul itu?" tanya Faida.
"Maaf disini tidak orang yang bernama seperti yang anda sebutkan tadi," jawab Alina ketus.
"Ck, nggak usah pura-pura bodoh, saya yakin kamu tahu maksud saya." Faida melipat kedua tangannya di depan dengan angkuhnya.
"Terserah kalau nggak percaya," sahut Alina.
"Tolong bilang sama wanita mandul itu, jangan kecentilan, dia sudah bercerai dengan Zahran, masih saja menggoda suami orang." sinis Faida.
"Ha ha ha.. ha..
Alina tertawa terbahak mendengar ucapan Faida.
"Apa tidak salah kamu berkata seperti itu disini? seharusnya kamu mengatakan hal itu pada anakmu dan menantumu itu. Pelakor itu yang sudah merayu suami orang dan putramu yang selalu datang ke toko untuk bisa bertemu dengan Yasna dan memintanya untuk kembali bersama nanti setelah cucumu lahir. Nasehatilah mereka, mengenai putriku, aku pastikan dia tidak akan kembali dengan seorang pengecut seperti putramu itu. ini masih pagi sebaiknya kamu pulang, kalau kamu tidak pulang juga, akan aku panggilkan warga, biar mereka yang menyeretmu," sembur Alina.
"Kamu mengusir saya? Dengar --
"Jangan kamu pikir saya takut sama kamu?! Saya bukan Yasna yang diam saja ketika dihina dan dicaci. Apa perlu saya mencekikmu sekarang juga?!" Alina berterik dengan bertolak pinggang.
"Kamu--
"Apa? Hah? Mau ngajak duel? Ayo, sini kalau berani!" pekik Alina sambil menyinsingkan lengan bajunya.
"Kamu hari ini selamat, jangan harap lain kali bisa bebas," ujar Faida berlalu.
"Bilang saja takut! Sok gaya-gayaan pake ngancam!" teriak Alina.
Alina masih mengatur nafasnya, sungguh ia sangat emosi mendengar orang menjelekkan putrinya. Apalgi yang menjelekkan putrinya itu mantan mertua yang tidak tahu diri.
"Sudah Bu, sabar. Nanti darah tinggi Ibu naik lagi," ucap Hilman.
"Ayah kenapa diam saja? Ada orang menghina putri Ayah, seharusnya Ayah membelanya, Ayah sama saja seperti Yasna, selalu diam saja jika ada orang yang menghina." Alina berjalan ke dalam rumah sambil menggerutu.
Sepertinya Hilman salah bicara kali ini. seharusnya tadi ia diam saja, tapi yang dikatakan istrinya memang benar, ia bukan tipe orang yang selalu meladeni orang yang sedang emosi, apalagi marah-marah seperti mantan besannya tadi.
*****
Hari ini Emran mengantar Aydin dan Afrin ke sekolah. ia juga ingin bertemu dengan Yasna, ada yang harus ia bicarakan berdua dengannya.
"Selamat pagi, Bunda Nadin," sapa Afrin.
"Selamat pagi, Afrin cantik. Hari ini diantar Papa ya?" tanya Nadin.
"Iya, Alin masuk dulu ya Bunda!" Afrin berlari meninggalkan Papanya yang sedang bersama Nadin.
"Nad, boleh aku minta nomor ponsel pengajar yang bernama Bunda Yasna?" tanya Emran.
Emran adalah sahabat dari suami Nadin, jadi dia sudah terbiasa memanggil Nadin dengan nama saja.
"Buat apa?" tanya Nadin.
"Ada sesuatu yang ingin saya bicarakan dengannya," jawab Emran.
"Baiklah, tapi jangan macam-macam!" Nadin memperingatkan Emran, karena ia sudah cukup tahu penderitaan yang Yasna alami.
"Macam-macam apa? Aku nggak ngapa-ngapain juga," sela Emran.
"Kali aja kamu ada maunya." Nadin membuka ponselnya mencari nomor Yasna.
"Memang kenapa? Sama-sama single juga," sela Emran.
Nadin memicingkan matanya menatap Emran, memang benar apa yang Emran katakan jika mereka sama-sama single, mereka juga sama-sama orang baik dan dari keluarga baik-baik. Akan tetapi, Yasna baru saja bercerai. Nadin tidak ingin ada pembicaraan miring yang akan menyudutkan Yasna nanti.
"Apasih? Nggak ada apa-apa," ujar Emran saat melihat Nadin yang masih menatapnya.
"Nih nomornya." Nadin memberikan ponselnya pada Emran, segera Emran mengetikkan nomor diponselnya yang kemudian ia simpan.
"Aku balik dulu," pamit Emran berlalu.
"Gitu aja?" tanya Nadin." Dasar tidak tahu terima kasih."
"Terima kasih," ucap Emran dari jauh.
'Jika kalian memang berjodoh, aku harap ini yang terakhir untuk kalian. Semoga kebaikan selalu bersama orang-orang baik,' batin Nadin.
*****
Yasna duduk disebuah resturant yang menyajikan makanan khas indonesia. Sedari tadi ia sangat gelisah, entah apa alasannya? Mungkin karena ia tengah menunggu kehadiran seseorang, yang mengirim pesan satu jam yang lalu.
"Maaf, sudah membuat kamu menunggu," ucap Emran yang baru datang.
"Tidak apa-apa," jawab Yasna.
Tiba-tiba Yasna merasa ia seperti orang bod*h, ia tidak tahu harus berkata apa? Dan berbuat apa? Sungguh kehadiran Emran membawa efek besar terhadap kinerja otak dan jantung Yasna.
'Kenapa aku jadi seperti orang linglung gini? Auranya sungguh mematikan,' batin Yasna.
Tanpa Yasna ketahui, sebenarnya Emran juga merasakan hal yang sama, ia merasa gugup hingga tidak sadar jika sudah menghabiskan jus yang Yasna pesan. Apa Emran tidak ingat jika ia belum memesan apapun? Terkadang orang pintar pun mendadak bod*h.
.
.
.
.