Satu demi satu kematian terjadi di sekolah.
Jika di waktu biasa, orang tua mereka akan langsung menuntut balas. Tapi bahkan sebelum mereka cukup berduka, perusahaan mereka telah hancur. Seluruh keluarga dipenjara.
Mantan anak yang di bully mengatakan, "Jelas ini adalah karma yang Tuhan berikan, atas perbuatan jahat yang mereka lakukan."
Siswa lainnya yang juga pelaku pembully ketakutan, khawatir mereka menjadi yang selanjutnya. Untuk pertama kalinya selama seratus tahun, sekolah elit Nusantara, terjadi keributan.
Ketua Dewan Kedisiplinan sekaligus putra pemilik yayasan, Evan Theon Rodiargo, diam-diam menyelidiki masalah ini.
Semua kebetulan mengarahkan pada siswi baru di sekolah mereka. Tapi, sebelum Evan menemukan bukti. Seseorang lebih dulu mengambil tindakan.
PERINGATAN MENGANDUNG ADEGAN KEKERASAN!!!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon cerryblosoom, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 16 MASALAH KLUB
"Emm.... Aria, kamu baru saja bicara padaku. Apa kamu sudah tidak marah padaku?" tanya Keira ragu. Matanya bergerak dengan gelisah. Takut jika tebakan nya salah.
Aria memiringkan kepala, lalu berkata, "Marah? kapan aku marah padamu?"
"Itu, kemarin, apa kamu melupakannya."
Aria mengedipkan mata, mencoba mengingat kejadian kemarin, dia menggeleng, dan berkata, "Aku tidak marah padamu."
Saat itu dia hanya sedang dalam suasana hati yang buruk. Mungkin membuat Keira berfikir Dia marah padanya.
"Ah, tapi...." Keira tak melanjutkan, dia menggaruk kepalanya, apakah dia telah salah paham.
"Kamu fikir aku marah padamu?" tanya Aria memastikan.
"Iya," jawab Keira.
"Apa kamu berbuat salah padaku?" tanya Aria lagi.
"Tidak, sih," jawab Keira langsung.
Mendengar itu, Aria memandang dengan pandangan tanya, dia berkata, "Lalu, kenapa aku harus marah."
"Benar juga, aku tidak salah, kenapa Aria marah padaku," seru Keira dalam hati. Tapi teman-temannya dulu akan marah meski dia tidak berbuat salah. Sepertinya dia tidak boleh menyamakan Aria dengan teman-temannya dulu. Jelas Aria berbeda.
"Ada guru," kata Aria mengingatkan.
Mendengar itu Keira langsung duduk dalam sikap sempurna. Di depan sudah ada guru bahasa yang sedang menaruh bukunya. Tapi beberapa detik kemudian dia sedikit bergumam, "Jadi apakah rencanaku tidak perlu dilakukan."
"Kamu mengatakan sesuatu?" tanya Aria saat mendengar gumaman Keira yang sedikit tidak jelas.
Keira menoleh, lalu menggeleng, sambil berkata, "Tidak."
Aria tidak lagi bicara, mengalihkan pandangan ke depan. Guru sedang mulai mengabsen.
2 jam kemudian.
Kelas pertama berakhir, ada jeda 15 untuk waktu istirahat, kemudian baru dilanjutkan pelajaran selanjutnya.
Aria dan Keira sama-sama tidak berniat keluar kelas. Keduanya tetap tinggal di bangku mereka.
Keira melirik ke sebelahnya, Aria tengah menulis di kertas, entah apa yang ditulis, dia tidak tahu, dia lalu berkata dengan setengah berbisik, "Kamu benar-benar tidak marah kan padaku?"
Aria mengangguk sebagai tanggapan. Dia terus fokus mencoret-coret di kertas kosong.
"Lalu, apa yang terjadi kemarin. Kamu terlihat sedang marah, Aria."
"Tidak, aku hanya lelah," jawab Aria berbohong tanpa mengedipkan mata.
Keira mengerutkan dahi, "Lelah, apa yang terjadi?" seingatnya dalam hari-hari ini tidak ada tugas banyak. Mungkinkah karena Aria tidak terbiasa dengan jadwal belajar mandiri yang terlalu malam.
"Aku sudah mulai bekerja."
"E-eh, kapan itu terjadi?" tanya Keira terkejut.
Aria meletakkan pulpennya, dia telah mendapatkan formula yang diinginkan, dia menoleh dan berkata, "Dua hari yang lalu."
"Kenapa tidak memberitahuku?.... Tidak-tidak, aku yang kurang perhatian. Bagaimana aku bisa lupa jika kamu melamar pekerjaan," Keira merasa kesal dengan dirinya sendiri.
"Bukan hal penting."
"Tidak tentu saja ini penting. Kamu sudah mulai bekerja-"
"Aria bekerja?" kata seseorang dengan nada bertanya.
Keira seketika mendongakkan kepala. Sejak kapan ketua kelas berdiri disana.
"Kenapa kalian diam?" tanya Seno.
Keira mengelus dada, "Tidak bisakah ketua kelas tidak mengejutkan kami. Berdiri disini tanpa suara, itu menakutkan, untung kita tidak memiliki penyakit jantung."
"Kamu saja yang tidak peka pada sekitar. Aria dari tadi menyadari kehadiranku, kok."
"Benarkah?" tanya Keira menoleh pada Aria.
Aria hanya mengangguk, dia memang sudah sadar semenjak ketua kelas bicara pada bangku di depannya, keduanya sempat bertatap muka. Tapi dia tidak tahu setelahnya, ketua kelas akan mendatangi mereka juga.
"Lihat, apa kubilang.... Jadi, yang kudengar, Aria bekerja, benarkah itu?" Seno kembali mengulang pertanyaannya.
"Emmm," Keira bingung untuk menjawabnya. Matanya melihat Aria langsung.
"Benar," jawab Aria tenang.
Seno masih tidak percaya meski telah mendapatkan jawaban yang jelas, menatap ke arah Aria dengan khawatir, dia lalu berkata, "Dimana kamu bekerja? Apakah itu tidak bertabrakan dengan jadwal kita? Apa kamu butuh bantuanku untuk menemui guru, dan mendapatkan keringanan untuk tidak mengikuti kelas belajar mandiri? Apa-"
"Hey-hey, ketua kelas!" potong Keira cepat. Baru dia tahu, ketua kelasnya bisa sangat cerewet. "Berikanlah, jeda pada pertanyaanmu itu. Apa kamu tidak butuh bernafas."
Aria menghelas nafas dalam hati, bagi anak-anak kaya, dia bekerja adalah kabar yang mengejutkan. Sedangkan bagi orang-orang biasa sepertinya. Jangankan bekerja sambil sekolah. Terkadang uang mereka hanya cukup untuk makan sehari-hari.
"Tidak perlu khawatir, ketua kelas. Aku hanya bekerja paruh waktu, jadwalnya sudah aku sesuaikan, jadi tidak akan ada masalah."
"Kamu pasti akan kelelahan, apalagi masih ada 2 klub dan 1 ekskul, bagaimanapun kamu mengatur jadwal, jadwalnya pasti sangat ketat, waktu untuk istirahat akan sangat sedikit."
Keira mengangguk membenarkan ucapan ketua kelas. Dia ingin mengatakan hal itu juga pada awalnya. Tapi entah kenapa apapun yang Aria katakan. Dia sangat mempercayai dan mendukungnya. Mungkin ini yang namanya ikatan sahabat.
"Tidak masalah, aku sudah biasa," jawab Aria acuh.
Mendengar hal itu Seno dan Keira menatap kasihan. Mereka menduga hidup Aria pasti sudah sangat berat. Anak pekerja keras dan sebaik ini, masih difitnah kelas 1A, mereka tidak bisa membiarkan itu.
Aria disisi lain tidak tahu, untuk kesekian kalinya, semua orang salah paham maksudnya.
...----------------...
Waktu berlalu sangat cepat, dalam sekejap mata, tiba-tiba saatnya melaksanakan ujian bulanan. Suhu akhir-akhir ini hangat, hujan mulai berangsur-angsur jarang. Padahal kalender musim masih menunjukkan cuaca penghujan.
Perubahan cuaca yang aneh ini membuat sebagian orang tidak tahan. Mereka yang memiliki fisik lemah. Cenderung terserang virus dan penyakit. Jika di hari biasa mungkin akan sangat menyenangkan karena bisa libur sekolah. Tapi dihari kritis, seperti ujian bulanan, ini adalah keadaan yang buruk. Saat belajar, materi tidak akan masuk ke otak. Saat mengerjakan kertas, rasa sakit akan menghilangkan fokus. Siapa yang mau sakit di periode kritis ini.
Di ruang Kesehatan.
Aria tengah membersihkan rak obat-obatan dari debu. Setelah beberapa hari bergabung. Dia hanya melakukan hal-hal kecil macam ini. Kedua seniornya sama sekali tidak membiarkannya bekerja terlalu berat.
Pada hari-hari ini juga, Aria baru mengetahui, masalah klub Kesehatan benar-benar berat. Tak adanya murid yang ingin bergabung masih masalah biasa. Ada masalah lain yang sangat berat, yaitu tidak adanya pasien, atau kata lainnya adalah siswa yang datang karena sakit. Bukannya klub berharap semua orang sakit. Tapi paling tidak, saat seseorang sakit datanglah pada mereka.
Masalahnya setiap ada yang sakit mereka akan datang ke klub Palang Merah. Walaupun klub mereka memang memiliki kesamaan dalam bidang kedokteran. Tapi klub Palang Merah dibuat untuk kebutuhan donor darah, vaksin gratis, dan hal lainnya yang berhubungan dengan relawan. Mereka adalah cabang dari klub Kesehatan, yang memang saat itu sengaja dipecah, untuk memudahkan operasional klub.
Namun, jika seluruh siswa terus pergi ke klub Palang Merah dan bukannya klub Kesehatan sakit, maka sudah pasti klub Kesehatan akan bubar, dan klub Palang Merah akan menggantikannya sepenuhnya.
Aria berfikir, wajar jika senior Sammy sangat sinis saat melihatnya pertama kali. Agaknya banyak yang datang hanya untuk mengejek.
Saat melihat semua tempat telah di lap, Dia meletakkan lapnya, dan mulai menyusun obat-obatan kembali ke tempatnya.
Dari arah luar, Jessica dan Sammy masuk berbarengan.
"Ah, Aria Apa yang sedang kamu lakukan ini?"
Aria menghentikan gerakan tangan nya, lalu menoleh, "Aku hanya membersihkan debu tadi," katanya. Matanya berkedip-kedip, mungkinkah dia melakukan kesalahan. Tapi di hari sebelumnya dia juga melakukan ini. Menurunkan semua obat, lalu membersihkan rak nya, dia lalu kembali berkata, "Aku akan menata nya seperti semula."