Binar di wajah cantik Adhisty pudar ketika ia mendapati bahwa suaminya yang baru beberapa jam yang lalu sah menjadi suaminya ternyata memiliki istri lain selain dirinya.
Yang lebih menyakitkan lagi, pernikahan tersebut di lakukan hanya karena untuk menjadikannya sebagai ibu pengganti yang akan mengandung dan melahirkan anak untuk Zayn, suaminya, dan juga madunya Salwa, karena Salwa tidak bisa mengandung dan melahirkan anak untuk Zayn.
Dalam kurun waktu satu tahun, Adhisty harus bisa mmeberikan keturunan untuk Zayn. Dan saat itu ia harus merelakan anaknya dan pergi dari hidup Zayn sesuai dengan surat perjanjian yang sudah di tanda tangani oleh ayah Adhisty tanpa sepengetahuan Adhisty.
Adhisty merasa terjebak, ia bahkan rela memutuskan kekasihnya hanya demi menuruti keinginan orang tuanya untuk menikah dengan pria pilihan mereka. Karena menurutnya pria pilihan orang tuanya pasti yang terbaik.
Tapi, nyatanya? Ia hanya di jadikan alat sebagai ibu pengganti.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon embunpagi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11
Zayn kembali memarahi Adhisty. Meski hanya dengan sepatahy dua patah kata saja karena menang Zayn pada dasarnya bukanlah orang yang cerewet, tapi kata-katanya terlalu menusuk hingga ke relung hati Adhisty.
Sebenarnya Zayn khawatir saat tak mendapati Adhisty di rumah tadi, hanya saja ia tak tahu bagaimana caranya ia menyampaikan kekhawatirannya tersebut. Dan yang ada malah kata-kata menyakitkan yang keluar dari mulutnya.
Adhisty tak berniat menjelaskan apapun terhadap Zayn. Percuma saja ia menjelaskan, pria itu pasti tetap akan marah.
"Aku lelah, bisa simpan marahnya buat besok saja?" tanya Adhisty. Ia melewati Zayn begitu saja, namun Pria itu segera mencekal tangannya. Adhisty menghentikan langkahnya lalu menoleh.
"Apa tidak cukup memarahiku tadi? aku hanya keluar untuk mencari angin, di sini udaranya terlalu bikin sesak. Nggak ada yang mau mengerti dengan kondisiku yang sedang hamil. Aku nggak mau, apa yang aku rasakan berpengaruh pada janin ini nantinya," ucap Adhisty pelan. Ia benar-benar sedang malas berdebat.
Zayn tertegun mendengarkan penuturan Adhisty barusan. Ia kehabisan kata-kata untuk gadis itu.
"Aku mau istirahat, tolong lepaskan!" ucap Adhisty. Zayn melepaskan cekalannya dan membiarkan Adhisty pergi ke kamarnya.
.......
Malam semakin larut, namun kedua mata Zayn masih enggan terpejam. Pria itu memikirkan kata-kata Adhisty tadi. Sedikitnya ia merasa bersalah telah memarahi gadis itu.
Zayn menoleh untuk memastikan kalau Salwa sudah tidur pulas. Ia lalu turun dari ranjang dengan pelan-pelan. Kakinya melangkah begitu saja menuju kamar Adhisty. Gadis itu terlihat meringkuk memeluk bantal guling tanpa mengenakan selimut.
Zayn berjalan mendekat ke sisi ranjang, ia lalu berjongkok didepan Adhisty," Maaf," ucapnya karena mungkin sikapnya sudah keterlaluan pada gadis tersebut.
Melihat Adhisty tidur dengan posisi kaki naik atas bantal guling sehingga membuat pahanya sedikit terlihat karena wanita tersebut anya memakai celana piyama pendek, membuat Zayn tiba-tiba ingat kembali malam panas mereka waktu itu. Dan keinginan untuk kembali meneguk nikmatnya malam itu kini terlintas kembali dalam benaknya.
Zayn mengulurkan tangannya, hendak membelai wajah istrinya tersebut, gejolak dalam dirinya benar-benar tak bisa ia tekan.
"Enghhhh!" Zayn langsung menarik tangannya kembali sebelum menyentuh pipi Adhisty karena wanita tersebut tiba-tiba melenguh. Yang mana membuatnya sedikit panik. Ia pikir Adhisty bangun.
Namun, ternyata Adhisty kembali tenang. Mungkin barusan hanya ngellindur saja. Zayn memilih untuk pergi sebelum keinginannya untuk kembali meneguk indahnya surga dunia bersama Adhisty semakin tak tertahankan.
Setelah Zayn pergi, Adhisty membuka matanya. Sebenarnya ia hanya pura-pura tidur saja tadi. Perasaannya sedikit menghangat mengingat laki-laki itu meminta maaf kepadanya meski tak secara langsung.
Sampai di kamarnya dan melihat Salwa, Zayn tak berniat untuk menuntaskan apa yang ia tahan bersama wanita tersebut. Padahal bisa saja ia meminta Salwa untuk melayaninya, tapi kakinya justru melangkah ke kamar mandi. Ia memilih menuntaskannya sendiri.
........
Keesokan harinya...
Karena belum bisa makan selain masakan Zayn, Adhisty memutuskan untuk melewatkan sarapannya. Gadis itu tengah bersiap untuk berangkat kuliah.
"Nggak sarapan dulu, Dhisty?" tanya Salwa saat Adhisty pamit.
Adhisty melirik Zayn, pria itu cuek, seolah tak terjadi apa-apa semalam," Mungkin aku yang keGE_ERan semalam, ku pikir dia tulus minta maaf," batin Adhisty.
"makanlah, nasi gorengnya saya yang buat," ucap Zayn datar tanpa melihat Adhisty.
"Jadi, nasi gorengnya abnag yang buat?" tanya Salwa dan di jawab anggukan oleh Zayn. Padahal, tadi Salwa bilang jika nasi gorengnya tidak enak, "Maaf, bang. Aku gak tahu kalau itu abang yang buat, aku pikir buatan bibi," sesalnnya.
Pasti suaminya tersinggung, pikir Salwa. Apalagi tadi ia sampai memuntahkan dengan sengaja nasi goreng yang baru masuk ke mulutnya.
Zayn hanya tersenyum tipis menanggapi permintaan Salwa. Ia melirik kepada Adhisty, gadis itu langsung duduk dan makan, "Rendang yang semalam apa habis? Padahal aku mau lagi," ucap Adhisty yang mana membuat Zayn dan Salwa menatapnya.
Salwa hendak mengeluarkan kata-kata beracunnya, tapi langsung mendapat peringatan melalui tatapan Zayn dan dia urung melakukannya.
Adhisty mengambil nasi goreng ke piringnya lalu makan dengan lahap.
"Dhisty, aku minta maaf soal kemarin," ucap Salwa tiba-tiba.
Entah kesambet apa wanita sati itu yang tiba-tiba saja menjelma menjadi mimpi peri baik hati. Adhisty sampai hampir menjatuhkan sendoknya mendengar Salwa meminta maaf.
Salwa menatap suaminya, apakah mungkin Zayn yang menyuruhnya minta maaf, pikir Adhisty yang mengikuti kemana arah pandangan Salwa.
"Aku juga minta maaf mbak, karena sudah menyinggung perasaan mbak Salwa," ucap Adhisty kemudian. Ia benar-benar tulus mengatakannya.
Salwa hanya tersenyum tipis menanggapinya. Entah ia beneran memaafkan Adhisty atau tidak, Adhisty tak peduli, yang jelas ia sudah meminta maaf juga.
.....
"Aku berangkat dulu, sekakian nanti mau langsung berangjat kerja setelah kuliah," pamit Adhisty.
"Tunggu Dhisty!" cegah Salwa.
"Apa lagi, mbak?" tanya Adhisty.
"Apa tidak sebaiknya kamu berhenti saja bekerja di tempat karaoke itu? Takutnya kamu kecapean dan akan berpengaruh pada anakku dan bang Zayn, lagian kan itu tempat penuh maksiat. Kamu sudah aku kasih uang banyak, kenapa masih aja kerja di tempat begitun? Kesannya kan negatif, takutnya dampaknya ke anakku nanti," ucap Salwa.
Adhisty mendengus, "Mbak Salwa nggak usah khawatir, aku bisa jaga diri. Aku akan jaga kehamilan ini dengan baik," ucap Adhisty. Karena ia sendiri yang aka rugi jika kandungannya kenapa-kenapa. Ia akan semakin lama terikat dalam permainan Salwa yang membeli rahimnya.
"Negatif itu hanya kesannya saja, kan? Yang perlu di garis bawahi, aku di sana murni kerja nggak menjajakan diri pada pria hidung belang. Kalau nggak percaya, tanya saja sama sumi mbak ini, aku berangkat dulu, assalamualaikum," lanjut Adhisty menyinggung Zayn yang seolah enggan ikut campur pembicaraan
Kedua wanita tersebut.
......
Selesai dengan nata kuliah terkahir hari itu, Adhisty langsung keluar area kampus. Ia berhenti tepat di depan gerbang universitas tempatnya menimba ilmu untuk menunggu angkot. Ia akan langsung berangkat kerja seperti biasa.
Beberapa saat menunggu, bukannya angkot yang mendekat ke arahnya, melainkan sebuah mobil sedan mewah yang berhenti tepat di depannya. Adhisty cuek, ia yak merasa kenal dengan mobil tersebut, apalagi pemiliknya.
Tak lama setelah mobil itu berhenti, seorang pria keluar dan menghampiri Adhisty.
"Non Dhisty?" sapa pria itu.
"Maaf, siapa ya? Apa kita pernah kenal sebelumnya?" tanya Adhisty.
"Maaf, non. Saya di suruh tuan muda untuk menjemput Anda," ucap pria itu.
"Tuan muda siapa? Bapak salah orang kali, saya tidak mengenal tuan muda Anda. Permisi, itu angkot saya datang, saya harus pergi," ucap Adhisty.
"Tun muda Zayn yang menyuruh saya, nona!"
Adhisty menghentikan langkahnya.
"Tuan muda tidak mengijinkn Anda pergi bekerja lagi, beliau meminta saya untuk menjemput Anda pulang," ucap pria tersebut.
"Bapak beneran suruhan dia? Kalau bapak bohong jaminannya apa? Siapa tahu kan bapak mau nyulik saya. Jangan macam-macam, suami saya orangnya galak loh, bapak bisa di bantai kalau macam-macam," ucap Adhisty.
Pria itu merogoh ponselnya lalu menghubungi seseorang yang ternyata Zayn.
" Tuan muda ingin bicara dengan Anda, nona!" pria itu mengulurkan ponselnya kepada Adhisty. Tapi, Adhisty tak menerimanya, paling-paling Zayn akan menceramahinya.
Adhisty menghentakkan kakinya kesal, tapi dia tetap menurut dan masuk ke dalam mobil.
"Bapak tahu siapa saya?" tanya Adhisty penasaran.
"Saya iut hadir pada acara pernikahan kalian di rumah sakit, nona, mungkin Anda lupa,"
Adhisty mengangguk, berarti pria ini tahu jika dirinya adalah istri kedua Zayn" tapi saya tidak pernah lihat Anda,?"
"Anda hanya tidak memperhatikan saja. Tapi, memang saya jarang ke kediaman tuan muda kalau tidak urgent sekali,"
Adhisty tak lagi bertanya. Di tengah perjalanan, Adhisty minta di antar ke kantor suaminya. Pria yang menjemputnya itu menolak karena takut majikannya marah.
"Tenang saja, pak. Kalau dia marah, biar saya marahin balik. Kalau dia gigit, biar saya gigit balik! Tolong ya, pak? Saya lagi hamil loh pak, dan anak saya pengin ketemu ayahnya, bapak tega biarin anak saya ileran nanti?" Akhirnya pria itu mengangguk pasrah.
Sebenarnya, Adhisty hanya ingin protes kepada suaminya langsung, kenapa dia di larng bekerja lagi. Kalau hanya melalu telepon, tidak bisa melihat ekspresi wajah pria itu yang menyebalkan. Yang tiba-tiba saja ia rindukan. Aih, Adhisty langsung merutuki dirinya sendiri, "Kamu jangan aneh-aneh dong, masa kangen wajahnya yang menyebalkn bin seram itu," gumamnya sembari mengusap perutnya.
Adhisty tercengang melihat betapa megahnya tempat suaminya bekerja,"Dia di bagian apa, ya? Sampai bisa nyuruh anak buahnya buat jemput tadi," gummany saat memasuki lobi Elang Group.
Adhisty bertanya pada resepsionis, tapi mereka tak mengijinkan Adhisty bertemu Zayn karena ia tak memiliki janji, "ck, kayak ketemu presiden aja, harus pakai janji segala," cebik Adhisty. Ia sengaja tak memberi tahu kalau dia istrinya Zayn, karena pernikahannya harus di rahasiakan.
Zayn yang baru akan keluar menghentikan langkahnya saat melihat Adhisty. Raut wajahny langsung berubah. Ia melirik tajam ke arah pria yang tadi menjemput Adhisty yang kini sudah bergabung dengannya.
Zayn terlihat tidak menyukai kedatangan Adhisty ke sana, mungkin ia takut jika ada yang tahu kalau dia memiliki istri lagi.
" Maaf tuan muda, tadi nona meminta saya untui di antar ke sini, dia ingin bertemu Anda," ucap pria tersebut.
"Bawa di ke ruanganku!" titah Zayn kepada asistennya tersebut.
...----------------...