Magika dan Azzrafiq tak sengaja bertemu di sebuah cafe, saat Magika sedang melakukan tantangan dari permainan Truth or Dare yang dia mainkan bersama teman-temannya.
Hanya dalam satu malam saja, Magika mampu membuat Azzrafiq bertekuk lutut, mereka melakukan hal-hal gila yang belum pernah mereka lakukan sebelumnya, mereka melakukannya atas dasar kesenangan belaka.
Keduanya berpikir tak akan pernah berjumpa lagi dan hanya malam ini saja mereka bertemu untuk yang pertama sekaligus yang terakhir.
Namun takdir berkata lain, Magika dan Azzrafiq dipertemukan lagi, karena mereka diterima di kampus yang sama dan lebih tak disangka lagi mereka satu jurusan, tapi keduanya tidak saling mengenali karena saat pertemuan malam itu, mereka dalam pengaruh alkohol yang membuat keduanya tak ingat apa yang telah terjadi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Queen Dee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pandangan Matanya Menghancurkan Jiwa
Azzrafiq merasa lega karena sudah mengantar Magika ke klinik meskipun luka memarnya tadi di klinik hanya ditindak dengan dioles salep saja, tapi hatinya sudah lega karena sudah tanggung jawab pada Magika.
Dia mengantar wanita itu ke parkiran, memastikan lagi, apa wanita itu bisa membawa motornya sendiri dengan tangan yang memar?
"Aku bisa kok Azz, lihat nih." Kata Magika seraya memegang stang scooter vespanya, meskipun sebenarnya ada rasa ngilu di tangannya yang memar karena adanya tekanan untuk menancapkan gas.
Azzrafiq ingin percaya pada Magika, tapi rasanya tak gentle jika membiarkan wanita itu pulang sendirian dengan tangan yang terluka karena dirinya, apalagi hari sudah gelap. Lagi pula dia sama sekali tak keberatan untuk mengantar Magika pulang.
"Aku anterin kamu pulang ya Gee." Kata Azzrafiq.
"Terus nanti kamu pulangnya gimana coba? Aneh-aneh aja, aku bisa kok Azz."
Azzrafiq menggeser tubuh Magika dengan menggendongnya, agar wanita itu berpindah duduknya di belakang, tentu saja Magika protes tapi tak dihiraukannya, lalu dia duduk di depan stang menggantikan posisi wanita yang sedang menggerutu itu.
"Ish kamu tuh ya." Gerutu Magika.
Azzrafiq menyalakan suara mesin scooter vespa berwarna kuning itu, dan melesat meninggalkan kampus, dia dapat merasakan wanita yang diboncengnya berpegangan pada kemejanya, seketika dia menghentikan laju motornya di gerbang kampus.
"Rumah kamu pulang ke arah mana Gee?" Tanya Azzrafiq.
"Belok kanan nanti di pertigaan." Jawab Magika.
Azzrafiq melajukan kembali scoter vespanya, Magika dari belakang mengarahkannya hingga sampai di rumah Tante Karina, Magika turun dari scooter nya.
"Deket juga ya rumah tante kamu dari kampus." Kata Azzrafiq.
"Deket karena tadi gak macet, kalo pagi bisa setengah jam nyampe Kampus." Tutur Magika.
"Lumayan ya kalo macet, bisa selama itu."
Magika melihat halaman rumah Tante Karina kosong, tak ada mobil yang terparkir, berarti Tante dan Om nya sedang tidak berada di rumah.
"Mau masuk dulu Azz?" Tanya Magika.
"Nanti lagi aja Gee, salam aja buat tante dan om kamu ya."
"Kalo gitu kamu bawa vespa aku pulang aja Azz, di sini gak ada kendaraan umum."
"Aku bisa jalan kaki sampai ke jalan utama."
"Jangan aneh-aneh deh Azz, udah malem, nanti kalo diculik tante-tante gimana?"
Azzrafiq tertawa kecil. "Ada-ada aja sih Gee, aku telpon temen dulu ya buat jemput ke sini."
"Ya udah masuk dulu yuk, kebetulan gak ada siapa-siapa juga, kamu bisa temenin aku sebentar." Kata Magika seraya masuk ke halaman rumah.
Azzrafiq memasukan scooter vespa kuning itu ke halaman, dan mengikuti Magika masuk ke rumah, selang beberapa saat, Yoga menjemputnya dan menunggu di depan rumah Tante Karina.
"Teman aku udah datang, aku pulang dulu ya Gee." Kata Azzrafiq.
Magika melihat ke arah jendela dan nampak seseorang dengan sepeda motor berhenti di depan rumah. "Gak perlu waktu lama ya temen kamu nyampe kesini, padahal kalo pertama kali agak bingung juga."
"Biasalah emang cita-citanya jadi tukang paket." Celetuk Azzrafiq.
"Jahat banget nih sama temannya."
Azzrafiq terkekeh. "Dia lebih jahat kalo kamu tahu."
"Sama-sama penjahat jangan saling meledek." Ejek Magika.
"Hahaha, bisa aja nyaut nya, ya udah kalo gitu aku pulang dulu, berani kan sendirian di rumah?"
"Ya berani dong! Hati-hati ya di jalan dan makasih udah nganterin aku Azz."
Azzrafiq menatap sorot mata Magika yang tampak ceria, sama seperti ketika pertama kali mereka berjumpa, tak ada yang berubah dari wanita itu, hanya saja kini hatinya telah ada yang mengisi dan itu bukan dirinya, ada rasa penyesalan yang begitu dalam dari pandangan mata Azzrafiq.
Magika merasa kikuk ketika Azzrafiq menatapnya begitu dalam, bukankah seharusnya biasa saja jika tidak memiliki rasa pada lelaki itu?
"Oh ya adu tos dulu dong." Ucap Magika mengalihkan rasa canggungnya.
Azzrafiq mengejapkan mata, dan menghela nafasnya seakan tersadarkan, lalu tersenyum pada Magika. "Sampe lupa sama ritual kita."
Mereka berdua adu tos sebelum berpisah, lalu lelaki itu pulang bersama temannya yang telah menjemputnya.
Setelah Azzrafiq pulang, Magika mandi dan lanjut belajar untuk UTS selanjutnya, sambil belajar dia mendengarkan lagu Payung Teduh yang diberikan Randy tadi pagi, dia memutarnya di laptop.
Lagunya easy listening sangat pas ketika di dengarkan sambil belajar, Magika mulai menikmatinya.
Harum mawar di taman
Menusuk hingga ke dalam sukma
Dan menjadi tumpuan rindu cinta bersama
Di sore itu menuju senja
Magika mendengarkan lagunya yang berjudul menuju senja, dan lagu ini juga cocok untuk pengantar tidur.
Benar apa yang dikatakan Randy, liriknya puitis, seketika dia jadi teringat kakak tingkatnya itu, dan mulai merasakan rindu di dalam hatinya. Perasaannya untuk Randy kini semakin jelas.
Namun seketika dia teringat dengan tatapan Azzrafiq sebelum pulang tadi, sebenarnya Magika sudah terbiasa dengan tatapan lelaki itu, tapi kenapa dia merasakan tatapannya tadi sangat berbeda dari biasanya?
Lagi pula Azzrafiq sudah memiliki kekasih, dan tak mungkin juga lelaki itu memiliki perasaan yang lebih terhadapnya, pikir Magika, dan dia menegaskan pada hatinya agar tak berpikir yang macam-macam apalagi sampai berharap
"Jangan ngarep deh Gee!! Waktu itu aja kamu kecewa." Gerutu Magika uring-uringan sendirian.
Lalu dia kembali fokus belajar, setelah benar-benar memahami mata kuliah yang akan diujiankan besok pagi, Magika mengambil ponselnya dan ada panggilan dari Randy, dia langsung mengangkatnya.
"Hallo..."
"Ini anak pasti lupa lagi kan? Kemana aja seharian hey?" Semprot Randy.
"Ya ampun baru juga diangkat udah kena omelan lagi." Kata Magika seraya merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur.
Terdengar Randy menghela nafasnya. "Aku kangen, kamu hilang terus gak ngerti."
Magika tersipu ketika mendengar Randy melontarkan kalimat itu, hatinya sangat senang. "Sengaja hilang biar rasa kangen Kak Randy membludak hehehe."
"Huuuh maunya aja dicariin terus tapi gak pernah nyariin balik."
"Biarin, aku suka banget bikin Kak Randy repot."
"Tunggu besok kalo ketemu ya." Ancam Randy.
"Ish Kak Randy bisanya cuma ngancem doang." Tukas Magika seraya merubah posisinya menjadi tengkurap.
"Hehehe gimana udah didengerin lagunya?"
"Hmm.. udah tadi, cocok untuk tidur lagunya." Jawab Magika sambil menguap.
"Kok tidur? aku kira pas dengerin kamu inget sama aku." Gerutu Randy.
"Iya inget Kak Randy juga." Sahut Magika.
Magika melihat jam dinding di kamarnya waktu sudah menunjukkan pukul 22.12 pantas saja matanya sudah sangat lengket. "Kak Ran aku udah ngantuk nih."
"Yaudah kamu tidur aja, jangan lupa mimpiin aku ya."
"Gak mau ah."
"Eh harus mau!! Bentar lagi aku gentayangin ya."
"Udah ah ngantuk dadah Kak Randy." Tutur Magika seraya menutup telepon dari Randy.
Magika menyimpan ponsel nya di nakas samping tempat tidurnya, dia mulai memejamkan matanya, tak butuh waktu lama dia sudah berpindah alam.
Berbeda dengan keadaan Azzrafiq, lagi-lagi dia bergeming di hadapan laptop nya, rindu yang terus menusuk hatinya semakin menjalar, tak ada obat untuk memulihkannya selain Magika sendiri.
Apa yang telah wanita itu lakukan hingga membuanya begitu menggilainya? Padahal tadi dia baru bertemu dan mengantarnya pulang. Rindu memang tak bisa diatur.
Azzrafiq keluar kamarnya, kakinya menaiki anak tangga dan melangkah menuju rooftop, angin malam berdesir di telinganya, dan bertiup kencang menerpa wajahnya.
Dia mengeluarkan sebatang rokok dari bungkusnya, nampak Yudhistira sedang menyendiri melihat gelapnya langit dengan sebuah catatan dan pulpen di tangannya.
"Bikin puisi lagi?" Tanya Azzrafiq seraya menghembuskan asap rokok dari hidungnya.
"Ya begitulah, sunyinya malam seperti hati sang pujangga yang meratapi gerangan." Jawab Yudhistira so puitis.
"Ngeledek gue lo?"
"Gue lagi curhat, emangnya tentang lo melulu?"
"Abisnya gue ngerasa kesindir." Sahut Azzrafiq.
Yudhistira tertawa kecil. "Kok nasib lo sama kayak gue?"
"Cewek yang lo suka jadian sama cowok laen emang?" Tanya Azzrafiq.
"Gak tahu, nama dia aja gue masih belum tahu, tapi kayaknya sih dia belum punya pacar, kenapa? Cewek yang lo suka udah keburu jadian sama yang lain? Kelamaan sih lo putusin si Bianca." Tukas Yudhistira seraya mengejek Azzrafiq.
"Hahaha ternyata lo lebih parah daripada gue, suka sama cewek tapi masih belum berhasil kenalan, lagian kayaknya gebetan lo udah illfeel duluan sama lo." Azzrafiq balik mengejek.
Lalu Azzrafiq mengambil catatan yang dipegang Yudhistira dan membaca sebagian bait dari puisi yang sudah dituliskan sahabatnya itu.
Milyaran gemintang menemani sunyi malam ini
Kala rindu dan hampa memeluk raga yang gamang
Tersadarkah yang ku rindu tahu?
Tentang hati dan jiwa yang meratapinya
Puisi yang ditulis Yudhistira menggambarkan keadaan Azzrafiq saat ini, rindunya tak terbalas oleh wanita yang kini semakin berani memasuki seluruh pikirannya.
"Ah elah, cuma gara-gara cewek doang bikin otak jadi gak waras, emang ya makhluk satu itu bikin ruwet aja." Tutur Yudhistira.
"Emang ribet amat, tapi hati tetap butuh."
"Dasar wanita."
Azzrafiq dan Yudhistira menertawakan nasibnya yang sama-sama sedang merindu namun tak terbalas.
................
Magika terbangun dari tidurnya, dia bermimpi betemu dengan Edward di cafe yang dia kunjungi waktu itu, namun yang bersamanya dalam mimpi bukanlah Edward melainkan Azzrafiq.
Wajah lelaki dalam mimpinya itu kini sangat jelas, dan itu benar-benar mewujudkan sosok Azzrafiq.
"Apa mungkin Edward itu Azzrafiq yang selama ini aku cari?" Gumam Magika bertanya-tanya.
Melihat waktu yang sudah melebihi jam bangunnya, Magika segera bergegas ke kamar mandi dan bersiap-siap untuk pergi ke kampus, ketika selesai bersolek dia melihat memar di tangannya semakin jelas kini berwarna biru keunguan, dan masih terasa nyeri.
Magika kembali mengolesi salep yang diberikan perawat kemarin, dia segera keluar kamar dan berpamitan pada Tante Karina, di luar ketika hendak menyalakan scooter vespa nya, ada Randy yang telah menunggunya sedang duduk di motor sport nya.
"Kak Randy? Udah lama ada di luar?" Tanya Magika seraya menghampirinya.
"Dari SD aku udah di sini."
"Kurang kerjaan banget, kenapa gak masuk aja sih?"
"Pengen aja kasih surprise." Ucap Randy seraya menilik pergelangan tangan Magika yang memar dan meraihnya.
"Makin parah aja nih lukanya, gara-gara gelang kamu yang ribet itu."
Magika menatap galak Randy. "Enak aja ribet, itu tuh lucu tahu, udah yuk berangkat."
"Hati-hati naiknya."
Magika naik motor Randy sambil berpegangan pada bahu kakak tingkatnya itu, dia sudah duduk manis, tangannya disedekapkan di dadanya.
"Pegangan nanti jatuh lagi."
Magika pegangan pada bahu Randy. "Udah ayo!"
"Masa gitu pegangannya,kayak tukang ojek aja aku." Protes Randy seraya menuntun tangan Magika untuk berpegangan pada perutnya yang rata.
"Ini mah maunya Kak Randy aku peluk." Cibir Magika.
"Udah gak usah banyak protes, berdoa dulu sebelum berangkat."
"Bismillah.."
Randy melajukan motornya dan melesat keluar perumahan, di depan kemacetan sudah menunggunya, tapi dengan lihai dia menyalip beberapa mobil dan motor yang menghalangi jalannya.
Sementara Magika bergeming memikirkan mimpinya, dalam hatinya terus bertanya apakah kini dia sudah mengingat siapa 'Edward' sebenarnya?
Sampainya di kampus, Randy melepaskan helmnya dan memperhatikan Magika yang tampak lebih diam dari biasanya.
"Mikirin apa sih? Dari tadi kamu diem aja sepanjang jalan." Tanya Randy.
"Mikirin Edward." Jawab Magika.
Randy tertawa mendengar jawaban Magika yang menurutnya konyol, dia mengira Edward yang dipikirkan Magika itu Edward Cullen si vampir ganteng di film twilight.
"Sabar ya, breaking dawn part 2 nya bentar lagi tayang, kamu bisa sepuasnya lihat Edward." Tukas Randy.
Magika tertawa maksa."Hahaha bener juga."
"Yuk jalan." Ajak Randy seraya menggenggam tangan Magika dan mengusap-ngusap pergelangan adik tingkatnya yang memar itu, lalu diciumnya dengan lembut.