Akselia Ananta

Setelah sekian lama berjuang, Akselia akhirnya berdiri tegak di depan layar yang menunjukkan pesan kemenangan mereka. Namun, meskipun Proyek Elysium telah dihentikan, dunia di luar sana tetap berada di ujung jurang. Keputusan yang mereka ambil bukanlah akhir dari perjalanan, melainkan awal dari sebuah perjuangan yang lebih besar. Dunia yang telah dibentuk oleh Proyek Elysium tidak bisa langsung pulih dalam semalam. Kebebasan yang telah direnggut, harus dipulihkan kembali.

Lucas berdiri diam di tengah ruangan, wajahnya kosong, seolah tidak percaya dengan apa yang baru saja terjadi. Para pasukan Sentinel yang sebelumnya tampak tak terkalahkan kini terdiam, kehilangan arah. Mereka semua dipenuhi keraguan, menghadapi kenyataan bahwa Proyek Elysium yang mereka jaga dan percayai, sekarang sudah runtuh di hadapan mereka.

Akselia berjalan perlahan mendekati Lucas, matanya tajam, tidak gentar. "Dunia ini bukan milikmu, Lucas," katanya dengan suara yang lebih lembut, namun tetap tegas. "Kau tidak bisa terus memaksakan visi yang hanya menguntungkan segelintir orang. Kebebasan itu hak semua manusia, meskipun terkadang mereka memilih jalan yang salah."

Lucas menatapnya, wajahnya keras, tetapi matanya penuh kerisauan. "Aku melakukan ini untuk mereka, Akselia. Untuk menyelamatkan mereka dari kehancuran yang lebih besar. Dunia ini butuh pengendalian. Tanpa itu, semuanya akan terpecah belah."

Akselia menggelengkan kepala, suaranya lebih penuh empati, tetapi juga penuh dengan keyakinan. "Bukan pengendalian yang mereka butuhkan. Mereka butuh kesempatan untuk memperbaiki diri. Tidak ada yang bisa dibenarkan dengan menghapus kebebasan orang lain, Lucas."

Lucas diam sejenak, seakan mencari kata-kata untuk menjelaskan dirinya, namun tidak ada yang keluar. Akselia tahu bahwa apapun yang dia katakan, tidak akan bisa mengubah apa yang sudah terjadi dalam hati Lucas. Lucas adalah seorang pria yang berjuang demi visinya, namun visinya itu terbelenggu oleh rasa takut akan kehancuran.

Mikael dan Reina mendekat, membawa peralatan yang kini tidak lagi berfungsi. Dengan rasa kemenangan di wajah mereka, namun juga kesedihan, mereka melihat ke arah Akselia. "Kita berhasil, Akselia," ujar Mikael dengan suara yang berat. "Tapi kita tahu, ini baru permulaan."

Reina mengangguk, wajahnya masih terlihat penuh kecemasan. "Proyek Elysium mungkin telah dihentikan, tetapi pengaruhnya belum sepenuhnya hilang. Ada banyak yang terpengaruh oleh sistem itu, dan mereka masih hidup dalam bayang-bayangnya."

Akselia menatap layar, berpikir sejenak. "Ya, kita baru saja membuka pintu untuk kebebasan mereka. Tapi itu tidak akan mudah. Kita harus menghadapi dunia yang sudah terpolarisasi, yang terbagi antara mereka yang masih percaya pada kontrol dan mereka yang ingin kembali memilih jalan mereka sendiri."

Mikael dan Reina saling berpandangan. "Apa rencanamu, Akselia?" tanya Reina, matanya tajam penuh harapan.

Akselia menghela napas panjang. "Kita harus membangun sesuatu yang baru. Sebuah dunia di mana kebebasan bukanlah sesuatu yang harus diperjuangkan dengan darah, tetapi sesuatu yang kita pelihara bersama. Proyek Elysium telah menciptakan lubang besar di hati dunia, dan kita yang harus membantu mereka keluar dari kegelapan itu."

Lucas menatap Akselia, matanya penuh keraguan. "Dan kalian akan berhasil? Dunia ini terlalu rusak untuk bisa diselamatkan."

"Justru karena dunia ini rusak, kita harus mencoba," jawab Akselia dengan tegas. "Kita semua punya bagian dalam kekacauan ini. Sekarang, kita punya kesempatan untuk memperbaikinya."

Lucas mengalihkan pandangannya ke arah pasukan Sentinel, yang masih terdiam, kehilangan arah tanpa pimpinan. "Kau akan memimpin mereka?" tanya Lucas dengan nada yang dingin, namun ada keheranan di dalam suaranya.

"Ini bukan tentang siapa yang memimpin, Lucas," jawab Akselia sambil melangkah mundur, melihat seluruh timnya yang sudah siap untuk melanjutkan perjalanan. "Ini tentang siapa yang berani menghadapi kenyataan dan memilih untuk melangkah maju, meskipun penuh dengan ketidakpastian."

Tanpa kata-kata lebih lanjut, Akselia dan timnya meninggalkan ruang kontrol yang penuh dengan perangkat canggih itu. Pasukan Sentinel yang tersisa tidak bergerak, mereka terjebak dalam dilema mereka sendiri, tidak tahu apakah mereka harus tetap berpegang pada visi Lucas atau mengikuti jalan yang kini dibuka oleh Akselia.

Saat mereka melangkah keluar dari markas bawah tanah yang sunyi, mereka disambut oleh angin malam yang dingin, seolah mengingatkan mereka bahwa dunia di luar masih sangat luas dan penuh tantangan. Namun, Akselia tahu bahwa perjalanan mereka baru saja dimulai. Dunia yang dulu tampak sempurna kini harus diperbaiki, dan meskipun banyak hal yang tak pasti, dia tidak akan mundur.

Mikael berjalan di sampingnya, menatap langit yang mulai gelap. "Kita akan menghadapi banyak hal, kan?"

"Ya," jawab Akselia, "tapi kita sudah melewati yang terburuk. Kini saatnya untuk memberikan dunia kesempatan kedua."

Reina mengangguk setuju, meskipun wajahnya tetap terlihat penuh ketegangan. "Dan kita akan melakukannya bersama-sama."

Langkah mereka semakin jauh, meninggalkan markas yang hancur, meninggalkan dunia yang dikuasai Proyek Elysium, menuju jalan yang penuh ketidakpastian. Namun, Akselia tahu bahwa mereka memiliki sesuatu yang lebih berharga daripada kontrol dan kekuasaan—mereka memiliki kebebasan untuk memilih.

Dan itu, bagi Akselia, adalah kekuatan sejati yang tidak bisa direbut oleh siapapun.