Ig : @ai.sah562
Bismillahirrahmanirrahim
Diana mendapati kenyataan jika suaminya membawa istri barunya di satu atap yang sama. Kehidupannya semakin pelik di saat perlakuan kasar ia dapatkan.
Alasan pun terkuak kenapa suaminya sampai tega menyakitinya. Namun, Diana masih berusaha bertahan berharap suaminya menyadari perasaannya. Hingga dimana ia tak bisa lagi bertahan membuat dirinya meminta.
"TALAK AKU!"
Akankah Diana kembali lagi dengan suaminya di saat keduanya sudah resmi bercerai? Ataukah Diana mendapatkan kebahagiaan baru bersama pria lain?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arion Alfattah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kau Pembunuh!
"Sayang, aku mau bareng kamu ya, ke kampusnya?" Diana begitu semangat untuk segera pergi ke kampus bareng dengan suaminya. Dia tetap saja berprilaku seperti biasa, seakan tidak terjadi sesuatu. Rasa cinta yang begitu dalam membuatnya mencoba bertahan.
"Tidak usah, mending kau pergi sendiri! Aku tidak mau mobilku kotor terkena kotoran seperti mu," tolak Danu penuh penegasan tidak mau mobilnya di tumpangi Diana.
"Tapi sayang, biasanya juga kita sering berangkat bareng meski aku suka di turunin di jalan." Rengek Diana begitu manja.
Dia berharap suaminya tidaklah berubah dan masih meyakini jika suaminya mencintai dia.
"Aku bilang tidak mau ya, tidak mau! Kalau tuli apa, hah? Dimana telingamu? Gunakan yang benar! Aku tidak sudi bareng dengan wanita pembunuh sepertimu!" sentak Danu mendorong bahu Diana untuk melepaskan rangkulan tangannya dari lengannya.
"Tapi, Mas ..."
"Pergi saja sendiri! Aku tidak mau lagi bareng dengan mu," sentak nya marah, "Dan, jangan pernah lagi kau memanggilku sayang! Aku muak mendengar kata sayang dari seorang pembunuh sepertimu." Entah apa maksud dari perkataan Danu yang mengatakan Diana pembunuh, hanya dia yang tahu. Tapi sepertinya ada hal yang mungkin menyebabkan Dani sampai berubah dan tega menyakiti Diana.
Diana terperanjat kaget, "Aku bukan pembunuh, Mas." Dia menunduk merasakan kecewa suaminya tidak lagi memperlakukan dirinya tulus dan selalu bilang dirinya pembunuh.
"Halah, pembunuh tetap pembunuh. Mana ada maling mengaku," bentak Danu menatap benci Diana, istri yang sudah ia nikahi hampir satu tahun ini.
"Sayang, ayo? Aku udah siap, nih." Suara Anita mengalun merdu di buat halus selembut mungkin.
"Iya, sayang, ayo." Danu pun masuk ke dalam mobilnya. Dan tanpa aba-aba, Diana juga segera masuk tidak memperdulikan larangan Danu.
"Diana ... saya bilang saya tidak mau mengantarkan mu lagi. Keluar!" Suara Danu begitu menggelegar menahan amarah.
"Enggak, biasanya kita suka berangkat bareng dan hari ini juga aku mau bareng kamu," tolaknya tak mau mengalah.
"Eh, kau itu tidak di inginkan oleh Danu. Mending kau keluar saja dari sini, awas!" Anita menarik lengan Diana mencoba membawanya keluar mobil.
"Aki tidak mau! Ini itu mobil suamiku, aku berhak ikut dengannya. Kau yang awas! Jangan ikut sini!" Diana tidak ingin mengalah pada pelakor itu. Dia merasa berhak karena dirinya istri sahnya. Jadi sebisanya ia mencoba mempertahankan suami dan apapun yang suaminya miliki termasuk posisinya sebagai istri DANU ALZIO FAKHRI, dosen tampan di kampusnya.
Keduanya saling seret mempertahankan keinginan mereka.
"Keluar!"
"Tidak akan." pekik Diana kesal kemudian ia mendorong tubuh Anita sampai membuatnya tersungkur ke lantai.
"Aaawww ...."
"Anita ...." Danu terbelalak kaget melihat Anita tersungkur. Dia segera berlari keluar mobil menghampirinya.
"Aw perutku sakit, Mas!" Anita merintih kesakitan memegangi perutnya yang terasa sakit.
"Kita ke rumah sakit, aku tidak mau kau kenapa-kenapa." Nampak raut wajah Danu terlihat begitu khawatir. Dia mendongak menatap Diana dengan sorot mata marah.
Diana terperanjat syok merasa bersalah telah mendorong Anita. Dalam hatinya berdoa semoga kandungnya baik-baik saja.
"Diana ... kau keterlaluan, seharusnya kau mengalah pada Anita. Dia sedang hamil dan kau ..., kau harus tanggungjawab jika kandungan Anita kenapa-kenapa."
"Ma-Mas, a-aku minta maaf," Diana juga menyesali perbuatannya.
"Permintaan maaf mu tiada guna!" sentak Danu kembali begitu marah atas apa yang Diana lakukan.
"Aw ... Mas Danu, sakit." Anita memegangi perutnya menahan sakit yang ia rasakan. "Mas, ada darah! Ini darah apa, Mas?" Anita begitu panik mengetahui darah keluar di sela kakinya.
Danu dan Diana pun sama paniknya.
"Anita! Tidak, semoga bayinya baik-baik saja." Danu segera menggendong Anita masuk ke dalam mobil untuk di periksa.
"Anita aku ..."
"Semua gara-gara kau. Kau itu pembunuh, sudah membunuh adikku dan sekarang kau mau membunuh anak nya Anita. Kau seorang pembunuh, Diana. Minggir! Keluar dari mobilku!" Danu menyeret paksa tubuh mungil Diana ke luar.
Diana merasa lemas seakan tidak ada lagi tenaga yang ia miliki. Dia syok melihat darah di lantai, pikiran negatifnya terus menerus berseliweran takut anaknya Anita tidak selamat. Diana mematung dengan derai air mata penyesalan telah membuat Anita jatuh. Dia menatap mobil suaminya yang sudah melaju kencang meninggalkan dirinya sendiri.
"Apa yang sudah ku lakukan?" lirihnya terduduk lesu di tanah, "Ya Tuhan, tolong selamatkan anak yang ada di dalam perut Anita." pintanya memohon kepada sang pencipta untuk kebaikan semuanya.
Meski ia tidak menyukai pelakor itu tetapi Diana tidak ingin terjadi hal-hal negatif terjadi.
********
Di sepanjang koridor kampus, Diana terus aja melamun. Raganya di sekolah, namun pikirannya tertuju ke Anita dan suaminya. Perkataan pembunuh terus berseliweran di benaknya. Bagaimana jika bayi Anita tidak terselamatkan? itulah hal yang ia takutkan.
"Dor, ngelamun terus. Ntar hantu kampus lewat lalu masuk ke tubuhmu, loh," ujar Cici sahabatnya Diana.
Namun, Diana bergeming. Dia tetap dalam lamunannya. Hal itu membuat Cici heran, tidak biasanya Diana melamun seperti ini.
"Diana, kau kenapa?" Cici melambaikan tangan di depan wajahnya Diana. Reaksinya pun tetap seperti semula, menunduk sambil melamun seraya melangkah.
"Diana ...." pekik Cici mengguncang tubuh wanita cantik yang tengah terlihat murung.
"Astaga Cici! Bisa tidak sih enggak ngagetin aku kayak gini? Untung jantungku ini buatan Tuhan kalau buatan manusia sudah rusak nih jantung," protesnya memekik kaget.
"Kamu kenapa melamun? Sedari tadi di tanya malah bengong tidak merespon."
"Hah, aku? Aku kenapa? Aku tidak apa-apa. Udah, yuk, kita masuk. Hari ini kan ada kelas pagi." Diana mencoba menyembunyikan kesedihan dan kegelisahannya. Dia menarik lengan Cici membawanya ke dalam kelas.
Sepanjang pelajaran pun Diana tidak fokus.
"Pak," ujarnya mengangkat tangannya.
"Iya, ada apa, Diana?"
"Izin ke toilet, Pak. Aku kebelet banget mau BAB," balasnya pura-pura memegangi perut meringis menahan sesuatu.
"Silahkan." Diana pun langsung saja berlari keluar kelas.
Setibanya di luar, dia bukannya ke toilet melainkan ke ruangan dosen. Ketika hendak menuju ruangan Pak Zio, Diana melihatnya hendak berjalan begitu tergesa. Dia pun segera berlari mendekati.
"Mas," ucap Diana membuat Danu menoleh, dia terbelalak mendengar Diana memanggilnya Mas.
"Sudah ku bilang jangan sok akrab di kampus. Saya itu Pak Zio, dosen kamu. Ngapain kau datang menemui saya, hah?"
"Maaf, aku hanya ingin menanyakan bagaimana keadaan Anita?" lirihnya menunduk tidak berani menatap Danu.
"Untuk apa? Untuk tertawa atas keberhasilan mu membunuh anak Anita? Kau puas sekarang? Akibat ulahmu, Anita harus kehilangan anaknya. Kau itu pembunuh, Diana. Kau membunuh bayi yang tidak berdosa." Danu mencengkram rahang Diana saking marah dan benci pada wanita yang sudah ia nikahi. Diana sampai mendongak ke atas.
Deg ....
Diana terkejut syok tidak percaya, "Keguguran! A-anita keguguran?! Tidak, itu tidak mungkin."