Dina, seorang janda muda, mencoba bangkit setelah kehilangan suaminya. Pertemuan tak terduga dengan Arga, pria yang juga menyimpan luka masa lalu, perlahan membuka hatinya yang tertutup. Lewat momen-momen manis dan ujian kepercayaan, keduanya menemukan keberanian untuk mencintai lagi. "Janda Muda Memikat Hatiku" adalah kisah tentang cinta kedua yang hadir di saat tak terduga, membuktikan bahwa hati yang terluka pun bisa kembali bahagia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Banggultom Gultom, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11: Langkah Baru di Bawah Bintang
Udara pagi terasa sejuk, memberikan rasa damai yang menyelimuti Dina saat ia membuka matanya. Sinar matahari pagi menembus celah-celah tirai di kamarnya, membangunkan dirinya dengan lembut. Dina menggeliat pelan, lalu tersenyum ketika ingatan tentang malam sebelumnya memenuhi pikirannya.
Ia teringat bagaimana Arga mencium lehernya, bagaimana pria itu memeluknya erat di bawah cahaya bulan, dan bagaimana ia merasakan sesuatu yang belum pernah ia rasakan sejak lama—sebuah perasaan diterima, dicintai, dan dihargai sepenuhnya. Perasaan itu masih ada, menyelimutinya seperti selimut hangat di pagi hari yang dingin.
Dina bangkit dari tempat tidur, menuju jendela. Ia membuka tirai dan membiarkan cahaya pagi mengalir masuk. Pandangannya melayang ke danau kecil di kejauhan, tempat di mana ia dan Arga berbagi momen-momen berharga semalam. Bibirnya melengkung membentuk senyum kecil.
“Mungkinkah ini awal dari sesuatu yang baru?” pikirnya.
Pikiran itu belum sempat berkembang lebih jauh ketika ponselnya berbunyi. Dina mengambilnya dari meja samping tempat tidur, dan nama Arga muncul di layar. Jantungnya berdegup sedikit lebih cepat saat ia menjawab panggilan itu.
“Selamat pagi, Dina,” suara Arga terdengar di ujung sana, hangat dan penuh semangat.
“Selamat pagi, Arga,” jawab Dina, tak bisa menahan senyum. “Bagaimana tidurmu?”
“Lebih baik dari biasanya,” kata Arga. “Mungkin karena aku memikirkanmu.”
Pipi Dina memerah mendengar kata-kata itu. Ia terdiam sejenak, lalu tertawa kecil untuk menyembunyikan rasa malunya. “Kamu selalu tahu cara membuatku tersipu, ya.”
“Bukan maksudku membuatmu malu,” jawab Arga. “Tapi aku memang tidak bisa berhenti memikirkanmu, Dina.”
Dina terdiam lagi. Ada kehangatan dalam kata-kata Arga yang membuat hatinya berdebar. “Arga,” katanya pelan, “aku juga tidak bisa berhenti memikirkanmu.”
Ada jeda di ujung sana sebelum Arga akhirnya berkata, “Kalau begitu, bagaimana kalau kita menghabiskan hari ini bersama? Aku ingin menunjukkan sesuatu padamu.”
Dina tersenyum. “Tentu. Kapan dan di mana kita bertemu?”
“Aku akan menjemputmu pukul sepuluh,” jawab Arga. “Bersiaplah, Dina. Hari ini akan menjadi hari yang spesial.”
---
Tepat pukul sepuluh pagi, Dina mendengar suara klakson mobil dari depan rumahnya. Ia melirik ke cermin untuk memastikan penampilannya sudah rapi. Dengan gaun berwarna krem yang sederhana namun anggun, Dina merasa percaya diri. Ia mengambil tas kecilnya, lalu melangkah keluar.
Arga sudah menunggu di samping mobilnya, mengenakan kemeja biru muda yang membuatnya terlihat santai namun tetap menarik. Ia tersenyum lebar saat melihat Dina mendekat.
“Kau terlihat cantik,” katanya sambil membuka pintu mobil untuk Dina.
“Terima kasih,” jawab Dina dengan senyum malu-malu. “Kamu juga terlihat keren.”
Mereka berdua masuk ke mobil, dan Arga mulai mengemudi. Selama perjalanan, mereka berbicara tentang banyak hal—pekerjaan, hobi, dan kenangan masa kecil. Percakapan mereka mengalir dengan mudah, seolah-olah mereka telah saling mengenal selama bertahun-tahun.
Setelah sekitar setengah jam perjalanan, Arga membawa Dina ke sebuah tempat yang terpencil namun indah. Itu adalah sebuah bukit kecil yang menghadap ke kota, dengan pemandangan yang menakjubkan. Udara di sana segar, dan angin sepoi-sepoi membawa aroma rumput dan bunga liar.
“Ini tempat favoritku,” kata Arga sambil membantu Dina turun dari mobil. “Aku sering datang ke sini untuk merenung atau sekadar menikmati ketenangan.”
Dina memandang sekeliling dengan kagum. Tempat itu terasa begitu damai, jauh dari keramaian kota. “Ini indah sekali, Arga. Terima kasih telah membawaku ke sini.”
Arga tersenyum. “Aku ingin berbagi tempat ini denganmu, Dina. Karena kau adalah bagian penting dalam hidupku sekarang.”
Mereka berjalan menuju sebuah meja piknik kayu yang terletak di bawah pohon besar. Arga membuka sebuah keranjang piknik yang telah ia persiapkan sebelumnya, mengeluarkan makanan dan minuman yang ia bawa. Dina duduk di salah satu bangku, merasa hatinya semakin hangat melihat perhatian Arga.
“Arga,” katanya pelan, “kenapa kamu begitu baik padaku?”
Arga menatapnya, lalu duduk di sebelahnya. “Karena kamu pantas mendapatkannya, Dina. Aku tahu kau telah melalui banyak hal dalam hidupmu. Aku hanya ingin menjadi seseorang yang bisa membuatmu bahagia.”
Dina merasakan matanya berkaca-kaca. Ia menggenggam tangan Arga dengan erat, merasa bahwa kata-kata itu benar-benar tulus. “Kamu sudah membuatku bahagia, Arga. Lebih dari yang kamu tahu.”
---
Mereka menghabiskan beberapa jam di sana, berbicara, tertawa, dan menikmati makanan bersama. Arga menceritakan tentang mimpinya untuk membuka sebuah kafe kecil, sementara Dina berbagi tentang impiannya untuk menulis sebuah buku.
“Kalau begitu, aku akan menjadi pelanggan pertama di kafe-mu,” kata Dina sambil tertawa.
“Dan aku akan menjual kopi terbaik untuk menemani proses menulismu,” balas Arga dengan senyum lebar.
Matahari mulai condong ke barat ketika mereka memutuskan untuk berjalan-jalan di sekitar bukit. Mereka menyusuri jalan setapak yang dipenuhi bunga liar, tangan mereka saling bergandengan.
“Dina,” kata Arga tiba-tiba, suaranya serius, “aku tahu kita baru saja memulai hubungan ini. Tapi aku ingin kau tahu bahwa aku benar-benar serius padamu.”
Dina menoleh, melihat kesungguhan di wajah Arga. Ia merasakan hatinya berdebar, tapi kali ini bukan karena gugup, melainkan karena rasa bahagia yang mendalam.
“Aku tahu, Arga,” jawabnya pelan. “Dan aku juga serius padamu.”
Arga tersenyum, lalu berhenti berjalan. Ia berbalik menghadap Dina, menggenggam kedua tangan wanita itu dengan erat. “Aku tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan, Dina. Tapi aku ingin kau tahu bahwa aku akan selalu ada untukmu, apa pun yang terjadi.”
Dina merasa air matanya mulai menggenang. Ia menatap Arga dengan penuh emosi, lalu berkata, “Dan aku juga akan selalu ada untukmu, Arga.”
Mereka saling menatap dalam diam, membiarkan perasaan mereka berbicara. Lalu, tanpa berkata apa-apa, Arga mendekat dan mencium Dina dengan lembut.
Ciuman itu lebih dalam dari sebelumnya, penuh dengan perasaan yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Dina membalas ciuman itu, merasakan kehangatan yang mengalir di antara mereka. Ketika Arga melingkarkan lengannya di pinggang Dina, ia merasa seolah-olah dunia menghilang, menyisakan hanya mereka berdua.
---
Malam mulai turun ketika mereka kembali ke mobil. Dalam perjalanan pulang, Dina bersandar di bahu Arga, merasa lebih dekat dengan pria itu daripada sebelumnya. Ia tahu bahwa hubungannya dengan Arga adalah sesuatu yang istimewa, sesuatu yang ingin ia pertahankan selamanya.
Ketika mereka tiba di depan rumah Dina, Arga mematikan mesin mobil dan menatapnya dengan lembut.
“Terima kasih untuk hari ini, Dina,” katanya. “Ini adalah salah satu hari terbaik dalam hidupku.”
Dina tersenyum. “Aku yang harus berterima kasih, Arga. Kau telah membuatku merasa begitu istimewa.”
Arga menggenggam tangan Dina, lalu memberinya ciuman di punggung tangan. “Aku akan selalu ada untukmu, Dina. Jangan pernah ragu tentang itu.”
Dina mengangguk, matanya berbinar. Ia keluar dari mobil dan melambaikan tangan pada Arga sebelum masuk ke rumah.
Malam itu, saat Dina berbaring di tempat tidurnya, ia merasa bahwa hidupnya telah berubah. Masa lalunya mungkin penuh dengan kesedihan dan kehilangan, tapi sekarang, dengan Arga di sisinya, ia merasa bahwa masa depannya penuh dengan harapan dan kebahagiaan.
Ia menutup matanya, membiarkan perasaan itu memenuhi hatinya. Dina tahu bahwa perjalanan mereka baru saja dimulai, tapi ia tidak sabar untuk melihat ke mana jalan itu akan membawa mereka.