Jangan lupa like dan komennya setelah membaca. Terima kasih.
Menjadi tulang punggung keluarganya, tidak membuat Zayna merasa terbebani. Dia membantu sang Ayah bekerja untuk membiayai sekolah kedua adik tirinya hingga tamat kuliah.
Disaat dia akan menikah dengan sang kekasih, adiknya justru menggoda laki-laki itu dan membuat pernikahan Zayna berganti menjadi pernikahan Zanita.
Dihina dan digunjing sebagai gadis pembawa sial tidak menyurutkan langkahnya.
Akankah ada seseorang yang akan meminangnya atau dia akan hidup sendiri selamanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon husna_az, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
27. Masalah di kantor
"Assalamualaikum, selamat pagi, Ibu-ibu," sapa Zayna saat berada di tempat penjual sayur.
"Waalaikumsalam, pagi juga, Mbak Zayna," sahut bapak penjual sayur.
Sementara ibu-ibu yang lain hanya diam dengan melirik sinis ke arah Zayna. Mereka bersikap seolah-olah tidak melihat kedatangan wanita itu dan hanya sibuk memilih belanjaan. Penjual sayur pun hanya menggelengkan kepala melihat tingkah para ibu-ibu itu. Zayna yang mengerti pun tidak ambil pusing. Dia meneruskan kegiatannya memilih bahan masakan untuk dimasak pagi ini.
"Selamat pagi, semuanya," sapa seorang ibu yang baru datang. Dia melambaikan tangannya yang dipenuhi dengan gelang dan juga cincin. Wanita itu adalah orang yang kemarin berbicara dengan Zayna dan Ayman.
"Selamat pagi, Bu Cindy. Hari ini seger sekali sepertinya!"
"Iya, dong! Hari ini, kan, suami saya gajian. Saya mau beli gelang baru. Saya bosan pakai yang ini," ucap Bu Cindy sambil menggoyangkan tangannya agar gelang itu berbunyi.
"Pasti enak, ya, Bu, suaminya seorang pegawai kantoran, gajinya pasti besar."
"Iya, dong, Bu. Saya mana mau punya suami orang miskin. Nggak bisa beli apa-apa."
Zayna hanya diam tanpa mau ikut campur dengan pembicaraan mereka. Dia tidak ingin menambah masalah di tempat tinggal barunya. Dilihat dari perhiasannya saja Zayna tahu jika itu bukan emas asli. Dia memiliki teman yang bekerja di toko emas dan diajari bagaimana membedakan emas palsu dan asli, hanya dengan melihatnya saja.
"Mbak Zayna, mau beli apa?" tanya Bu Cindy setelah sadar jika hanya wanita itu yang tidak berminat mendengar ceritanya.
"Mau beli sayuran, Bu, buat suami saya," jawab Zayna dengan tersenyum.
"Jangan dikasih sayur terus. Sekali-kali perlu juga beli daging. Mbak, jangan pelit sama suami meskipun dia gajinya sedikit, tapi itu juga suami Mbak. Kasih makanan yang enak, dong!"
"Iya, Bu," jawab Zayna seadanya.
"Jangan iya-iya saja, kalau suami nggak kerasan di rumah terus cari yang lain di luar, kan, bisa berbahaya. Apalagi suami kamu itu ganteng. Meskipun cuma tukang ojek, tapi saya yakin banyak wanita di luar sana yang mau menjadikannya simpanan. Apalagi jika itu wanita kaya. Zaman sekarang banyak orang-orang yang seperti itu."
"Tapi, suami saya bukan orang yang seperti itu," sela Zayna yang tidak suka dengan apa yang dikatakan oleh Bu Cindy.
Ayman tidak mungkin melakukan hal itu. Meskipun mereka baru saling mengenal, tetapi dia yakin suaminya bukan pria yang gampang berpindah hati. Apalagi sampai berbuat hal yang tidak senonoh. Zayna memandang tetangganya itu dengan pandangan tidak suka.
"Ya, siapa tahu! Kita, kan, nggak tahu apa yang dikerjakan suami kita di luar sana. Makanya sebagai seorang istri itu kita harus bisa membuat suami kita betah di rumah."
"Terima kasih, Bu, atas nasehatnya. Semoga saja rumah tangga kami baik-baik saja." Zayna segera memberikan belanjaan pada penjual sayur untuk dihitung. Dia ingin segera pergi dari sana daripada nanti wanita itu semakin emosi dan lepas kendali.
Zayna benar-benar kesal dengan apa yang diucapkan Bu Cindy. Tidak dipungkiri, ada perasaan takut dalam hatinya jika sang suami akan mengkhianatinya. Namun, dia mencoba berpikir positif jika Ayman tidak mungkin melakukan itu.
Setelah selesai membayar belanjanya, Zayna meninggalkan para ibu-ibu itu. Sepanjang jalan, dia banyak beristighfar agar amarahnya mereda. Wanita itu tidak ingin sampai di rumah melampiaskannya pada sang suami yang tidak tahu apa-apa.
"Assalamualaikum," ucap Ayman sekaligus menegur istrinya yang memasuki rumah tanpa mengucap salam.
"Eh, Mas. Assalamualaikum," ucap Zayna sambil mencium punggung tangan Ayman.
"Waalaikumsalam, ada apa? Kamu sepertinya sedang banyak pikiran, sampai lupa mengucap salam saat memasuki rumah. Biasanya kamu yang selalu mengingatkan aku."
"Tidak ada apa-apa, Mas. Hanya sedikit pusing saja," jawab Zayna berbohong.
Ayman tahu jika istrinya tidak berkata jujur, tetapi dia tidak ingin memaksa wanita itu. Pasti ada alasan di baliknya. Pria itu hanya tersenyum menatap sang istri.
"Ya sudah, Mas. Aku mau ke dapur dulu, mau masak," lanjut Zayna yang diangguki oleh Ayman.
Pria itu jadi teringat saat pembicaraannya di pantai jika Zayna tidak suka dengan kebohongan, tetapi hari ini wanita itu berbohong. Setelah dipikir-pikir, pasti ada sesuatu yang membuat istrinya tidak jujur dan Ayman yakin pasti itu untuk kebaikan mereka. Mungkin juga Zayna sedang menutupi kesalahan orang lain. Dia membiarkan saja yang penting wanita itu baik-baik saja.
Sebuah pesan masuk ke ponsel Ayman. Itu adalah pesan dari papanya, yang meminta dia untuk datang ke kantor pusat karena ada masalah yang sangat penting. Semua hanya bisa diselesaikan olehnya. Pria itu merasa dilema. Bagaimana Ayman bisa pergi dan meninggalkan istrinya sendiri di sini?
Tidak mungkin dia mengatakan ada pekerjaan di luar kota karena pekerjaannya hanya seorang tukang ojek. Akan tetapi, membawanya ke luar kota juga tidak baik. Pasti akan banyak pertanyaan yang keluar dari bibir istrinya. Lagi pula mamanya juga pasti melarang putranya membawa sang istri ke kota di mana dia dilahirkan. Ayman pun menghubungi Pak Doni agar membantunya mencari solusi.
"Bagaimana kalau kita bilang sama Non Zayna, kalau Tuan mengantar saya ke rumah saudara yang sedang melahirkan. Mengenai nanti berapa lama di sana, bilang saja kalau kita cuma dua hari. Saat nanti di sana kita bisa bilang bahwa ada sesuatu hal yang mendesak atau apalah yang membuat kita terjebak di sana."
"Sepertinya itu hanya itu yang masuk akal untuk saat ini, Pak. Nanti saya akan bilang sama Zayna. Mudah-mudahan saja dia tidak keberatan dan mengizinkan aku untuk pergi."
"Maaf, Tuan. Apa Tuan besar tidak mengatakan masalahnya apa?" tanya Doni.
"Tidak, aku juga tidak tahu di perusahaan ada masalah apa. Selama ini semua terlihat baik-baik saja," jawab Ayman. "Baiklah, Pak Doni. Aku mau menemui Zayna dulu dan meminta izinnya."
"Iya, Tuan. Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam." Ayman menarik napasnya dalam-dalam. Berusaha untuk terlihat biasa-biasa saja. Dia merasa bersalah karena sudah terlalu banyak kebohongan yang dia ucapkan selama ini. Entah sampai kapan kebohongan ini akan berhenti. Semoga di saat itu Zayna tidak membencinya.
Pria itu menuju dapur, di mana sang istri sedang berkutat dengan peralatan masak. Ayman tersenyum melihatnya. Selama menjadi istrinya, Zayna tidak pernah mengeluh. Saat dia meminta wanita itu untuk berhenti bekerja pun istrinya menurut saja. Semua pekerjaan rumah juga diselesaikannya seorang diri, tanpa meminta bantuan.
"Eh, Mas, ada apa? Mau kopi?" tanya Zayna yang terkejut melihat kedatangan sang suami.
.
.
.