FOLLOW IG AUTHOR 👉@author Three ono
Yang gak kuat skip aja!! Bukan novel tentang poligami ya, tenang saja.
Pernikahan sejatinya terjadi antara dua insan yang saling mencinta. Lalu bagaimana jika pernikahan karena dijodohkan, apa mereka juga saling mencintai. Bertemu saja belum pernah apalagi saling mencintai.
Bagaimana nasib pernikahan karena sebuah perjodohan berakhir?
Mahira yang biasa disapa Rara, terpaksa menerima perjodohan yang direncanakan almarhum kakeknya bersama temannya semasa muda.
Menerima takdir yang sang pencipta berikan untuknya adalah pilihan yang ia ambil. Meski menikah dengan lelaki yang tidak ia kenal bahkan belum pernah bertemu sebelumnya.
Namun, Rara ikhlas dengan garis hidup yang sudah ditentukan untuknya. Berharap pernikahan itu membawanya dalam kebahagiaan tidak kalah seperti pernikahan yang didasari saling mencintai.
Bagaimana dengan Revano, apa dia juga menerima perjodohan itu dan menjadi suami yang baik untuk Rara atau justru sebaliknya.
Tidak sa
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Three Ono, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
27. Bersandar Pada Suami Orang
°°°
Di kamar Revan harap-harap cemas menunggu istrinya yang masih di bawah menemani kakek. Dia sedang menyusun kata untuk menjelaskan pada Rara tentang kepergiannya ke rumah Febby tadi. Ia juga berniat memberitahu sang istri , jika sebenarnya ia berniat mengakhiri hubungannya dengan wanita itu.
Lelaki yang sudah segar setelah membersihkan tubuhnya, dengan rambut yang masih basah itu duduk di sofa dan sesekali juga berdiri. Sepertinya hatinya tidak akan tenang sebelum ia menjelaskan kepada sang istri.
Apa dia akan percaya dengan yang aku katakan nanti?
Ragu Revan pada dirinya sendiri, meski tau istrinya itu bukan wanita yang berpikiran sempit tapi ia khawatir tidak dipercayai lagi sebagai suami.
Klek
Pintu terbuka, seseorang yang dari tadi ditunggu akhirnya datang juga.
"Apa kakek sudah tidur?" tanya Revan untuk mengurangi kegugupannya.
"Sudah," jawab Rara singkat bahkan tanpa melihat suaminya, ia melewati begitu saja dan masuk kedalam kamar mandi untuk mengganti pakaian.
Revan tau diri, ia pantas mendapatkan semua itu. Ia menunggu istrinya keluar dari kamar mandi.
"Aku ingin bicara," ujar Revan pada istrinya yang sedang merapikan tempat tidur.
"Bicara saja, aku bisa dengar."
Revan menelan ludahnya sendiri, sikap dingin istrinya membuat ia makin merasa bersalah.
"Sebelumnya terimakasih karena kamu tidak bicara pada kakek." Lelaki itu berhenti sejenak, melihat wajah istrinya yang masih tampak datar.
"Maafkan aku, sebenarnya aku sudah berniat untuk memutuskan hubungan ku dengan Febby tapi tiba-tiba dia memberitahu jika ibunya sakit dan aku tidak tega untuk memutuskannya saat ini. Jadi..."
"Jadi Kakak tetap berhubungan dengannya karena ibunya sakit, begitu." Rara tersenyum miring.
"Itu hanya sebuah alasan yang sangat klise," lanjut Rara.
"Ibunya sakit kanker dan mungkin hidupnya tidak akan lama lagi. Saat ini Febby butuh seseorang untuk bersandar, aku tidak bisa begitu saja meninggalkannya disaat ia sedang terpuruk." Revan berusaha menjelaskan pada sang istri.
"Haruskah bersandar pada suami orang, tapi tidak apa-apa terserah pada Kakak. Maaf jika aku terlihat jahat atau tidak berperasaan, tapi aku sungguh tidak ingin memahami dan apa lagi mengerti. Masih banyak cara lain untuk membantu orang."
Rara merebahkan tubuhnya di atas ranjang dan masuk ke dalam selimut, memiringkan tubuhnya membelakangi suaminya yang masih terpaku pada apa yang barusan ia katakan.
Revan tidak menyangka jika sang istri berbicara begitu banyak padanya, biasanya Rara tidak pernah bicara banyak dan selalu menurut. Apa kali ini yang dilakukan lelaki itu sudah keterlaluan.
Sebenarnya Revan tidak bermaksud meminta istrinya untuk mengerti situasinya, tapi ia ingin meminta Rara untuk bersedia menunggu sebentar lagi sampai ia memutuskan hubungan dengan Febby. Kemudian ia akan memulai hubungan pernikahan mereka dari awal, sekaligus memperkenalkan pada dunia jika mereka adalah sepasang suami-istri.
"Maaf, aku belum bisa menjadi suami yang baik untukmu. Selamat malam."
Pada akhirnya kalimat itu yang keluar dari mulutnya, biarkan saja malam ini istrinya menenangkan pikiran dan besok ia akan pikirkan bagaimana caranya bicara pada Febby untuk mengakhiri hubungan mereka secara baik-baik.
Rara sebenarnya belum tertidur, ia mendengar permintaan maaf yang suaminya katakan. Air matanya mengalir begitu saja, bagaimana bisa suaminya lebih menjaga perasaan wanita lain sedangkan dia tidak memikirkan perasaan istrinya sendiri.
Astaghfirullah, maafkan aku ya Allah. Aku sudah jahat karena tidak memikirkan perasaan orang yang sedang tertimpa musibah, mungkin memang bukan salah kak Revan karena dia juga dipaksa keadaan.
Setelah memikirkan lagi semua pembicaraan mereka tadi, Rara memutuskan untuk meminta maaf pada suaminya besok karena sudah bersikap sedikit kurang ajar dan tidak mau mengerti.
,,,
Esok paginya, Rara melakukan tugasnya seperti biasa sebagai seorang istri. Melayani kebutuhan dan keperluan suaminya.
Jika ditanya apa dia sudah memaafkan suaminya, jawabannya sudah. Rara bukan tipe orang yang suka memendam amarah, ia lebih baik memaafkan karena dengan begitu hatinya terhindar dari penyakit hati yang sering manusia lakukan tanpa sadar.
"Kak sarapan sudah siap," panggil Rara pada suaminya untuk sarapan bersama.
Revan yang sedang bersiap dengan laptop dan keperluan lainnya cukup tersentak. Lalu segera menghentikan langkah istrinya untuk segera menyelesaikan kesalah pahaman diantara mereka.
Saat Rara hendak berbalik, suara Revan menghentikannya.
"Tunggu... aku ingin minta maaf soal semalam." Revan sudah memutuskan untuk mengalah.
"Maafkan aku juga karena memojokkan Kakak, padahal apa yang Kakak lakukan demi rasa kemanusiaan. Maaf semalam aku tidak bisa mengontrol emosiku," balas Rara tertunduk lesu.
"Sungguh aku tidak bermaksud meminta kamu untuk mengerti tapi aku minta kamu untuk menunggu sampai aku mendapatkan jalan keluar yang baik. Setelah itu mari kita memulai semuanya dari awal."
Rara menengadahkan kepalanya menatap lekat bola mata milik suaminya. Tidak ada kebohongan dalam sorot mata Revan saat ini, ucapan yang keluar dari mulutnya sangat terasa tulus.
Rara sendiri, ia bahagia mendengarnya. Jika benar apa yang dikatakan suaminya seperti itu, sudah seperti sebuah titik terang dalam hubungan rumah tangganya. Tidak sabar ia menantikan hari itu.
"Aku tunggu di bawah kak." Rara tersipu setelah cukup lama bertatapan dengan sang suami, ia memilih untuk keluar dari kamar itu lebih dahulu.
Bahagia sedang menyelimuti hatinya saat ini, berharap semesta tidak iri melihatnya.
Manis sekali wajahnya yang merona, Revan tersenyum lebar saat sang istri telah menghilangkan di balik pintu.
,,,
Seperti biasa Febby menunggu kedatangan kekasihnya di parkiran kampus. Jika tidak ingat Revan itu calon pewaris perusahaan Fresh Grup, ia mana mau menunggu seperti itu.
Sebenarnya jika di bandingkan dengan Revan, lelaki yang selama ini menjadi teman ranjangnya juga tidak kalah kaya tapi sayangnya pria itu terlalu Casanova dan tidak berniat serius pada wanita. Bodoh sekali dulu Febby, sangat menggilainya dan memberikan kesuciannya pada pria seperti itu.
Jika mengingat itu Febby ingin sekali melenyapkan pria brengseek itu, walaupun sekarang ia juga membutuhkan belaiannya.
"Itu dia, akhirnya Revan datang juga."
Febby segera mendekati mobil yang ditumpangi Revan dan istrinya.
"Kak, sebaiknya aku masuk duluan."
Rara langsung melepaskan seat belt dan keluar dari mobil, memilih pergi lebih dulu adalah pilihan yang tepat saat ini. Moodnya yang sedang bagus pagi ini tidak ingin dirusak oleh pemandangan yang membuat hatinya terluka lagi.
Baru saja Revan hendak menghentikan pergerakan istrinya, ia menyadari apa yang membuat Rara buru-buru meninggalkan tempat itu. Helaan nafas panjang keluar dari mulutnya, ia harus segera menyelesaikan masalahnya.
"Pagi..." Sapaan dari Febby menyambut, senyum termanis ia kembangkan di bibirnya. Mungkin jika itu pria lain, mereka akan begitu senang melihat senyuman si primadona kampus. Namun, sama sekali tidak membuat Revan tertarik melihatnya.
Revan mengusap kepala Febby, "Ayo masuk."
Mengakhiri suatu hubungan mungkin terlihat mudah bagi sebagian orang, kita tinggal mengatakan kata putus atau yang lain. Namun, bagaimana jika ingin mengakhirinya dengan baik-baik agar tidak ada dendam dikemudian hari. Itu masih menjadi misteri karena setiap berakhir hubungan pasti ada yang tersakiti.
to be continue...
°°°
...Yuk tinggalkan jejak. Jangan lupa favoritkan juga. Komenin author apa saja yang kalian mau....
...Salam goyang jempol dari author halu yang hobinya rebahan....
...Like, komen, bintang lima jangan lupa yaa.....
...Sehat selalu pembacaku tersayang....