Suamiku Ternyata Seorang Presdir

"Nia, cepat bangun!"

Suara Santi sudah terdengar di depan pintu kamar Nia. Padahal Nia juga sebenarnya sudah bangun, dia bahkan sudah video call dengan Angel.

"Iya Bu, ini sudah bangun!" jawab Nia dari dalam.

"Cepat ke dapur kalau begitu!"

"Iya Bu, bentar lagi, otewe... otewe..."

Dari layar ponsel Nia, terlihat Angel yang terkekeh mendengar Nia bicara dengan ibunya.

[Apaan ngomong sama orang tua, otewe otewe?]

Nia mencebikkan bibirnya pada Angel.

"Di suruh masak aku, ya ampun aku gak mau lah di jodoh-jodohin sama dokter Kalvin itu. Gimana caranya ya, buat perjodohan ini gak terjadi?"

Sebenarnya Nia tidak berharap banyak pada Angel, Angel itu jomblo loh. Memangnya dia bisa dari solusi. Tapi karena memang hanya Angel dan Karin saja yang bisa dia ajak berbagi cerita, dan kebetulan Karin belum online, alias pasti masih molor. Untuk mengurangi sedikit beban yang ada di dalam hatinya. Maka Nia menceritakan masalah orang tuanya yang mau menjodohkan Nia dengan dokter Kalvin.

[Apa salahnya loh Nia? dari namanya nih, kayaknya ganteng. Terus dia juga kan seorang dokter, kamu bisa tuh nanti kalau nikah sama dia di panggil Bu dokter. Terus, aku sama Angel kalau berobat gratis deh]

Wanita muda itu terkekeh lagi. Angel memang seperti itu, dia memang sosok yang amat ceria.

Nia terdiam, dia juga tidak mungkin mengatakan pada Angel kalau alasan utamanya tidak mau di jodohkan dengan dokter Kalvin, karena dia sudah punya suami, sudah menikah. Bisa heboh dunia persilatan kalau hal itu terbongkar.

"Ya kalau gak suka gimana?" tanya Nia dengan wajah sedih.

Angel di seberang sana pun terlihat mengangguk paham.

[Iya juga ya, kalau gak suka mau gimana juga gak suka ya? eh, emang itu dokter suka sama kamu?]

Dan pertanyaan Angel itu membuat Nia membulatkan matanya. Benar juga kata Angel. Memangnya dokter Kalvin suka padanya, jangan-jangan sebenarnya dokter Kalvin itu mau di jodohkan, mau dekat dengan Nia juga karena di paksa keluarganya. Mengingat hubungan kedua orang tua mereka yang sudah sangat baik dan sangat dekat.

"Eh, kamu benar Angel. Belum tentu juga dokter Kalvin suka padaku kan?"

[Nah itu, kamu bisa konfirmasi langsung sama dokter ganteng itu]

"Tahu darimana dia ganteng?"

[Namanya bagus, aku yakin dia ganteng]

Nia tertawa geli mendengar jawaban Angel.

"Ya sudah, nanti aku tanya dia. Makasih bestie ku"

[Kembali kasih, jangan lupa. Kalau perjodohan ini gagal. Kamu harus traktir aku]

Memang ada hal seperti itu, ketika perjodohan sahabatnya gagal. Lantas Angel minta di traktir.

Merasa Nia sudah dapat pencerahan. Dan ada kemungkinan perjodohan ini tidak terjadi. Nia pun kembali bersemangat. Dia turun dari telat tidur dan segera keluar dari kamarnya menuju ke dapur untuk menyiapkan makanan, karena Kalvin akan sarapan bersama di rumah ayah Nia.

Namun begitu sampai di dapur, pemandangan yang membuat Nia kesal terlihat di sana.

Bibinya, si biang keringat, eh biang kerok itu. Sudah ada di sana dan sedang menyindir ibunya Nia.

"Jadi, kalian benar-benar akan menjodohkan anak kalian itu dengan dokter miskin itu?"

Mata Santi melirik tajam adik iparnya itu. Rasanya ingin sekali dia menyumpal mulut adik iparnya itu dengan kembang kol yang ada di tangannya itu. Biar mulutnya tertutup dan tidak bisa menyindir lagi.

"Duh, kasihan ya, sekolahnya tinggi, kerjaannya juga cuma manager di perusahaan iklan. Terus ayahnya konglomerat, calon menantunya juga cuma dokter miskin ha ha ha"

Brakk

Dua asisten rumah tangga yang berada di samping Santi langsung terkesiap. Nia yang melihat dari jauh juga tampak terkejut melihat ibunya membanting kembang kol itu di atas talenan.

"Kamu tuh gak ada kontribusinya sama sekali tahu di rumah ini, Ineke. Jadi, daripada membuat orang terganggu, dan membuat pekerjaan orang lain terhambat. Lebih baik kamu enyah dari dapur ini. Kalau memang kamu punya menantu yang kaya raya, CEO perusahaan besar, kenapa sudah berhari-hari jadi menantumu tapi dia tidak menjenguk dan memberikan hadiah untukmu? aku ingat sekali, saat si Vino itu masih pacaran sama Nia, setiap hari aku di bawakan hadiah, tas mahal, syal mahal, parfum mahal, obat-obatan herbal mahal, setiap hari loh. Sekarang dia jadi menantumu kan? mana? ada tidak hadiah yang dia berikan padamu?" tanya Santi dengan tatapan tengil ke arah Ineke.

Ineke terlihat kesal, wajahnya sudah seperti kepiting rebus. Nia yang melihat itu hampir tak bisa menahan tawanya.

Apalagi ketika bibinya itu bahkan segera meninggalkan ibunya Nia, tanpa sepatah kata pun terucap dari mulut culasnya itu.

Nia segera menghampiri ibunya.

"Menyala ibuku!" puji Nia pada ibunya.

"Baru datang?" tanya Santi.

"Sejak tadi, makanya aku senang lihat bagaimana ibu membungkam di mulut pedas itu. Ngomong-ngomong, ibu masih simpan semua barang-barang dari Vino?" tanya Nia.

"Huh, mana mungkin. Ibu sudah sumbangkan semua ke yayasan amal barang bekas. Mereka akan menjual semua itu untuk amal. Mana sudi, ibu masih simpan barang-barang pengkhianat itu"

Anggi mengangguk paham, dia bahkan memberikan semua barang-barang yang di berikan Vino pada semua pelayan dan penjaga di rumah ayahnya.

Beberapa saat, setelah Anggi membantu ibunya. Anggi pun berpikir untuk mengatakan apa yang tadi dia bicarakan dengan Angel pada ibunya.

"Bu..."

"Apa?" tanya Santi dengan cepat.

"Memangnya dokter Kalvin itu suka padaku?" tanya Anggi.

"Kan sudah ibu kasih tahu, jangan panggil dokter Kalvin" sela Santi.

"Iya Bu, memangnya mas Kalvin itu suka padaku. Siapa tahu dia juga hanya di paksa bertunangan dengan ku seperti ibu dan ayah memaksaku"

Mendengar ucapan anaknya, sebenarnya Santi agak kurang suka ya. Kata 'paksa' yang di sebutkan oleh Anggi seolah menegaskan kalau Santi dan suaminya, Indra. Sudah memaksa Nia.

"Cara bicaramu tidak enak di dengar Nia. Ibu dan ayah hanya berusaha mengarahkan yang terbaik untuk kamu, untuk kehidupan kamu ke depannya. Kenapa terkesan seperti ibu ini, ibu egois yang memaksakan kehendak pada anaknya?" tanya Anggi.

'Dih, memangnya ibu tidak merasa begitu? kenyataannya kan memang begitu!' batin Nia.

"Orang tua nak Kalvin sendiri yang bilang..."

"Tapi mas Kalvin kan gak bilang. Siapa tahu dia sebenarnya sudah punya pacar atau wanita yang dia suka?" Tanya Nia pada Santi.

Dan pertanyaan Nia itu mulai membuat Santi berpikir.

Melihat ibunya diam, sepertinya sudah terpengaruh ucapannya. Nia pun segera kembali berkata.

"Gimana kalau nanti Nia saja yang tanya Bu, apa dia suka Nia atau tidak. Kalau tidak suka, sebaiknya jangan di paksakan pertunangan ini Bu. Kasihan kan mas Kalvin, nanti dia tidak bahagia. Memangnya ibu mau, memaksakan kebahagiaan mas Kalvin? membuat orang menderita itu gak boleh kan Bu? dosa kan Bu?" Nia terus berusaha memprovokasii ibunya yang mulai bimbang.

***

Bersambung...