"Pergi kamu dari sini! Udah numpang cuma nambah beban doang! Dasar gak berguna!"
Hamid dan keluarganya cuma dianggap beban oleh keluarga besarnya. Dihina dan direndahkan sudah menjadi makanan sehari-hari mereka. Hingga pada akhirnya mereka pun diusir dan tidak punya pilihan lain kecuali pergi dari sana.
Hamid terpaksa membawa keluarganya untuk tinggal disebuah rumah gubuk milik salah satu warga yang berbaik hati mengasihani mereka.
Melihat kedua orangtuanya yang begitu direndahkan karena miskin, Asya pun bertekad untuk mengangkat derajat orangtuanya agar tidak ada lagi yang berani menghina mereka.
Lalu mampukan Asya mewujudkannya disaat cobaan datang bertubi-tubi mengujinya dan keluarga?
Ikuti terus cerita perjuangan Asya di sini!!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Araya Noona, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33
Hari ini hukuman Asya pun dimulai. Awalnya Asya sudah sangat senang saat mendengar jika hukumannya adalah menghafal sekurang-kurangnya dua ayat suci Alquran pilihan dari Ustadz Ridwan setiap harinya. Namun ternyata hukuman Asya tidak sampai di situ. Dia juga harus membantu Bu Mawar di rumahnya karena wanita itu akan sibuk mengurus Ustadz Ridwan. Bisa dikatakan, Asya akan menjadi pembantu sementara di rumah Ustadz Ridwan.
Selama ini para santri memang tidak berani datang ke rumah sang Ustadz jika bukan ada hal yang penting. Seperti ada peraturan tak tertulis yang melarang mereka datang ke sana. Mungkin bagi para santri wanita yang mendengar hukuman Asya tersebut akan merasa iri. Pasalnya Asya akan punya akses untuk keluar masuk di rumah itu dan secara tidak langsung dia akan punya banyak kesempatan untuk bertemu Ustadz Tiar. Hal yang hampir semua santri wanita inginkan.
Ya, setidaknya itulah yang ada dalam pikiran mereka. Namun bagi Asya, hukuman yah tetap hukuman yang akan membuatnya menderita.
"Tolong kamu siram tanaman di belakang rumah ya," pinta atau tepatnya perintah Bu Mawar pada Asya yang baru saja datang setelah kelasnya selesai.
"Baik, Bu," jawab Asya. Sembari membawa buku yang di dalamnya ada catatan ayat yang harus Asya hapal, gadis itu mulai mengerjakan tugas pertamanya.
Dalam hal menghapal, Asya memang sangat payah tapi dia tetap harus berusaha agar hukumannya bisa lebih ringan. Ustadz Ridwan berkata jika Asya gagal menghafal ayat yang dipilihkannya hari itu maka dia harus menghapalnya bersama dengan ayat pilihan lain di hari berikutnya. Itu berarti jika Asya gagal menghafal dua ayat itu hari ini maka besok dia harus menghafal empat ayat. Begitu terus sampai Asya benar-benar menghafal semuanya.
Tidak. Memikirkannya saja sudah membuat gadis itu pusing. Dia bertekad akan menghapal dua ayat tersebut sebelum shalat ashar tiba. Karena ustad Ridwan akan menagihnya setelah itu. Mungkin kalian pikir dua ayat itu bukanlah masalah besar. Akan gampang menghapalnya. Namun asal kalian tahu jika ayat yang diberikan itu adalah ayat yang sangat panjang. Belum lagi Asya juga harus menghapalnya sesuai tajwid. Di sanalah letak kesulitannya untuk Asya yang tidak terlalu mengerti dengan hal seperti itu.
Asya terus menghapal sembari menyirami tanaman di depannya. Mungkin karena terlalu fokus dengan buku sesekali melihat ke arah atas sembari terus menghapal. Asya jadi tidak sadar jika ternyata bukan cuma tanaman yang dia siram tapi juga sepasang sepatu berwarna putih yang sedang dijemur.
"Ya Allah! Sepatuku!"
Andai saja sang pemilik sepatu tidak berteriak mungkin Asya tidak akan menyadarinya.
Byuurrr!
Dan sekarang bukan cuma sepatu yang kena siram Asya tapi badan si pemilik sepatu itu juga. Gadis itu kaget sampai tidak sempat mematikan keran air.
"Astaga! Ustadz Tiar!" kaget Asya menatap dengan mata dan mulut terbuka lebar Tiar yang sudah basah dari ujung kaki sampai rambut.
"Maafin saya, Ustadz. Saya gak sengaja!" kata Asya akan menghampiri pria itu. Dia berniat ingin menolong namun pria yang sudah sangat rapih itu--sepertinya dia akan pergi kesuatu tempat--langsung menepis tangan Asya.
"Gak usah sentuh saya! Kita bukan muhrim!" tegas Tiar menatap tajam Asya. Pria itu berdiri sambil menatap penampilannya yang mengenaskan. Dia menghela napas berat sebelum berlalu masuk ke dalam rumah sembari menenteng sepatunya yang juga basah. Meninggalkan Asya yang hanya bisa mengulum bibirnya.
"Ck! Galak banget sih!" gerutu Asya kesal.
Sementara itu Bu Mawar yang baru saja keluar dari kamar setelah merawat sang suami, menatap heran putranya yang masuk ke dalam rumah dengan keadaan basah kuyup.
"Loh, emang di luar hujan ya sampe kamu basah kuyup kayak gini?" tanyanya.
"Si gadis pembuat onar itu yang bikin aku kayak gini! Padahal udah siap-siap mau pergi juga. Harus mandi dan ganti baju lagi," dumel Tiar sambil melanjutkan langkahnya menuju kamar. Melihat ekspresi dan cara jalannya yang lucu membuat Bu Mawar tak bisa menahan tawanya.
Kok dia jadi penasaran ya apa yang terjadi? Wanita itu pun menghampiri Asya yang masih belum selesai dengan pekerjaannya. Dan ketika gadis itu menceritakan apa yang terjadi, Bu Mawar benar-benar tertawa lepas di sana.
"Pantesan aja Tiar sampai ngomel-ngomel kayak gitu," kata Bu Mawar di sela-sela tawanya yang belum reda.
Asya menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "Tolong sampaikan permohonan maaf saya ya, Bu, sama Ustadz Tiar. Saya bener-bener gak sengaja tadi," kata Asya merasa tidak enak. Dia belum sempat meminta maaf tadi. Keburu Tiar marah dan Asya juga ikut kesal.
"Iya gak apa-apa. Nanti saya bilangin ya," kata Bu Mawar mengusap lembut punggung Asya.
"Oh iya, kalo boleh tau Ustadz Tiar tadi mau kemana ya, Bu?" tanya Asya kemudian. Entah kenapa dia sedikit banyak penasaran.
"Dia dan beberapa santri akan melakukan baksos bersama para warga di sini," jawab Bu Mawar.
"Baksos?" Mata Asya membulat sempurna.
"Iya. Kenapa? Kamu mau ikutan?" tanya Bu Mawar.
Jika itu bersama warga berarti mereka akan melakukannya di luar pesantren dong. Otak Asya langsung bekerja dengan baik. Gadis itu tersenyum lebar di sana.
"Kalo boleh, saya mau ikutan," jawab Asya dengan begitu antusias. Tentu saja dia mau ikut karena ini bisa menjadi ajang pelariannya. Walau bagaimana pun juga Asya masih berharap bisa secepatnya keluar dari tempat itu. Tak peduli jika dia harus kabur lagi dan akan mendapat hukuman yang lebih berat.
"Enggak!" Namun harapan itu seketika pupus saat suara berat seorang pria mengerupsi di antara mereka.
"Eh, Tiar," lirih Bu Mawar berbalik ke arah putranya yang sudah rapih kembali dengan t-shirt yang dipadukan dengan blazer berwarna senada dengan celananya. Jika sedang berpenampilan seperti ini, tidak akan ada yang menyangka jika Tiar adalah seorang Ustadz muda. Sungguh style-nya sangat trendi sekali.
"Saya gak mau gadis pembuat onar kayak kamu ikut dalam kegiatan seperti ini," kata Tiar memperjelas ucapannya dengan tegas.
"Loh, kok gitu sih? Saya kan cuma pengen berbuat baik," kata Asya sewot. Bahkan gadis itu dengan beraninya berdiri di depan Tiar sembari memberikan tatapan protesnya.
"Pokoknya gak boleh!" Tiar tetap tak membiarkan gadis itu ikut. "Memangnya saya gak tau kalo ini tuh cuma akal-akalan kamu doang," katanya.
Bu Mawar yang sedang berdiri di antara mereka cuma bisa menggeleng. Dasar Tiar! Kalau sudah marah sifat galaknya jadi keluar. Bu Mawar sangat tahu jika putranya itu dijuluki ustad galak. Kendati demikian, selalu saja ada santri ataupun rekan sesama guru yang menyukainya.
Sebenarnya Tiar itu tidak galak. Hanya saja pria itu menyukai seseorang yang disiplin dan teratur. Dan sepertinya Asya tidak ada dalam dua kata itu, makanya Tiar akan bersikap keras atau galak padanya.
"Ustadz Tiar jangan asal ngomong ya," kata Asya tidak terima dengan ucapan Tiar.
"Kamu pengen ikut baksos ini supaya kamu bisa keluar dari pesantren terus kabur. Iya kan? Sangkal aja kalo saya memang salah," tantang Tiar sambil melipat kedua tangannya di dada.
Skakmat!
Ternyata pria itu tahu rencana Asya. Lalu sekarang apa yang harus dilakukan gadis itu?
****
n memberitahu klo dia adalah tulang punggung kluarganya n ada utang yg harus dibayar
saran saya kalau bisa ceritanya s lanjutkan terus supaya pembaca tidak terputus untuk membaca novelnya, karena kalau suka berhenti sampai berhari hari baru muncul kelanjutan bab nya mana pembaca akan bosan menunggu,