"Aku dimana?"
Dia Azalea. Ntah bagaimana bisa ia terbagun di tubuh gadis asing. Dan yang lebih tidak masuk akal Adalah bagaimana bisa ia berada di dunia novel? Sebuah novel yang baru saja ia baca.
Tokoh-tokoh yang menyebalkan, perebutan hak waris dan tahta, penuh kontraversi. Itulah yang dihadapai Azalea. Belum lagi tokoh yang dimasukinya adalah seorang gadis yang dikenal antagonis oleh keluarganya.
"Kesialan macam apa ini?!"
Mampukah Azalea melangsungkan kehidupannya? Terlebih ia terjebak pernikahan kontrak dengan seorang tokoh yang namanya jarang disebut di dalam novel. Dimana ternyata tokoh itu adalah uncle sang protagonis pria.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon queen_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
OMB! (6)
Selamat Membaca
*****
"Dari mana kau pulang semalam ini Auris?!"
Auris menghentikan langkahnya mendengar suara dingin itu. Ia menghela napas. Menatap sosok Alex yang menatapnya tajam. Tidak hanya Alex, bahkan Zanna pun ada di sana. Tapi lagi-lagi wanita itu hanya diam saja.
"Tanyakan pada istrimu tuan, aku rasa dia tahu jawabannya," jawab Auris menatap malas kedua orang tuanya.
Sungguh ia sudah sangat malas berhadapan dengan orang tuanya. Orang tua macam apa yang terus menyiksa anaknya? Auris benar-benar muak dengan mereka.
"Dimana sopan santun mu terhadap mama mu Auris?!" Alex melayangkan tangannya ingin menampar Auris.
Tapi dengan sigap Auris menahannya dan menghempaskan tangan besar papa nya itu. "Sopan santun?" Auris terkekeh kecil. "Sekarang giliran aku yang bertanya pada kalian." Auris menyilangkan tangannya di dada. "Kapan kalian mengajarkan sopan santun padaku? Seingat ku dari kecil kalian selalu saja mengacuhkanku, Iya kan ma? Kalian hanya menganggapku benalu di keluarga kalian."
Alex maupun Zanna sama-sama terdiam. Keduanya menatap Auris dengan pandangan berbeda.
"Masuklah ke kamar mu!" titah Alex dingin. Alex menarik Zanna pergi dari sana. Sesekali Zanna melihat ke belakang dimana Auris menatap nanar padanya.
Di dalam kamar, Zanna memeluk Alex dengan erat. "Dia membenciku Alex. Putriku membenciku!"
"Tidak sayang. Auris tidak membencimu. Itu hanya emosi sesaat. Dia memang salah, wajar kita memarahinya." Alex berusaha meyakinkan Zanna jika yang mereka lakukan selama ini adalah benar.
Alex yakin. Auris hanya sedang emosi sekarang. Ini pasti termasuk akal-akalannya untuk mencari perhatian pada mereka. Pasti dalam beberapa hari ke depan, putrinya akan kembali ke sifat aslinya. Alex yakin itu.
*****
Caramel berjalan pelan dan tertatih-tatih memasuki kediaman Dirgantara. Matanya melirik ke sana ke mari melihat ada tidaknya orang disekitarnya.
"Aman, lagipula jam segini mereka sudah tidurkan?" Caramel melihat jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul 01.00 dini hari.
Ia berjalan ke kamarnya kemudian segera mengganti dressnya menjadi piyama tidur.
Dapur adalah tujuannya sekarang. Perutnya terasa sangat lapar akibat belum makan malam. Caramel langsung membuka kulkas dan mencari sesuatu yang bisa dimakan.
Tepat saat pintu kulkas di tutup, Caramel dikejutkan dengan keberadaan Auris yang bersender.
"Au-ris? A-apa yang kau lakukan di sini?"
Auris terkekeh pelan, "Minum." Auris menunjukkan sebuah kaleng minuman di tangannya. Ia meneguknya hingga habis kemudian kembali menatap Caramel. "Aku lihat cara jalanmu sedikit berbeda, mereka main kasar ya?" tanya Auris dengan mata memicing.
Caramel melotot mendengarnya. "A-apa maksudmu?! Mereka si-siapa? Aku bukan jalang Auris! Aku baru pulang dari rumah temanku!"
"Loh, kapan aku mengatakan dirimu jalang Car? Aku kan cuma bilang mereka main kasar, bukan berarti aku menanyakan hal 'itu' padamu," Auris terkekeh pelan, "Atau jangan-jangan kau benar habis melakukan itu?" Auris menutup mulutnya seolah terkejut. "Astaga, bagaimana jika Reynold tau? Ck.. ck.. Apalagi jika tante Ari mengetahuinya." Auris menyilangkan tangannya di dada.
"Tutup mulut mu Auris! Aku tidak melakukan hal menjijikan itu! Aku bisa mengadukanmu pada om Alex agar kau di hukum!" ancam Caramel. Mata Caramel berkilat emosi dengan nafas yang memburu.
Auris hanya tersenyum menanggapinya. Ini dia, Caramel mudah terpancing emosi. Padahal tadinya Auris hanya menebak. Tapi melihat ekspresi Caramel, Auris yakin jika yang ia katakan adalah benar. "Mari kita lihat Caramel, sampai kapan kau bisa menyembunyikannya."
"Adukan saja Car. Aku tidak takut. Toh aku sudah biasa kan," acuh Auris mengedikkan bahunya. "Oh ya Car, jangan lupa minum pil kontrasepsi. Karena jika kau sampai hamil, aku yakin tante Ari akan langsung membencimu dan Reynold akan membuangmu."
"Auris!!" geram Caramel mengepalkan kedua tangannya. "Sudah ku bilang tutup mulut mu!"
Lagi-lagi Auris tersenyum membuat Caramel semakin emosi. Ia mendekatkan mulutnya ke telinga Caramel.
Setelah itu Auris menepuk kedua pundak Caramel, "Itu hanya sebuah saran Car." Auris berlalu pergi dari sana, sekali ia menoleh ke belakang melihat Caramel yang diam saja. Senyum miring pun terbit di wajahnya,* "Semoga kau berhasil Caramel."*
*****
Keesokan paginya. Tepat pada pukul 04.30 Auris sudah bersiap dengan pakaiannya. Celana hitam dan blazer hitam melekat indah di tubuhnya. Tidak lupa Auris menggunakan high heels berwarna hitam yang membuatmu semakin terlihat cantik.
Ia memakai riasan tipis agar wajahnya tampak fresh ketika berhadapan dengan Aldrick.
Tepat pukul 5.00, Auris selesai dengan segalanya. Ia hanya sempat memakan dua roti tawar dan segelas air putih sebagai sarapannya.
Setelah itu Auris segera ke luar dari kediaman Dirgantara. Ia memakai mobil miliknya menuju kediaman Alessandro.
Sesampainya di sana, Auris menunjukkan sebuah kartu. Dimana kartu itu merupakan akses untuk masuk ke kediaman Alessandro. Untungnya juga, Gracella sempat menjelaskan sedikit bagaimana letak kediamannya.
Gerbang kediaman itu langsung terbuka lebar ketika Auris memperlihatkan kartunya. Auris langsung melakukan mobilnya ke pekarangan yang terlihat sangat luas. Bahkan lebih luas daripada kediamannya sendiri.
Tanpa berlama-lama, Auris segera turun sambil membawa tasnya. Ia langsung menuju dapur mempersiapkan sarapan untuk Aldrick. Sepiring nasi goreng simple dengan telur di atasnya.
15 menit kemudian, Auris segera menuju kamar Aldrick yang terletak di lantai atas. Tanpa ragu Auris memasuki kamar itu.
"Damn!" Wajah Auris seketika memanas mendapati Aldrick yang tidur tanpa menggunakan atasan. Tapi sedetik kemudian Auris menepuk pipinya sendiri. "Auris gila! Apa yang aku pikirkan?"
Auris langsung membuka lemari Aldrick dan memilihkan stelan jas dan jam tangan untuk dipakai oleh Aldrick.
Setelah selesai Auris dengan ragu mendekat ranjang Aldrick. Ia terdiam beberapa menit mengumpulkan keberaniannya.
*"Calm Auris. Ini memang tugasmu, mari lakukan dengan baik." *Auris menghembuskan napas pelan kemudian membuangnya.
"Pak Aldrick, ini sudah waktunya anda bangun pak." Auris berdiri di sebelah ranjang Aldrick. Ia menundukkan pandangannya ketika melihat Aldrick yang mulai membuka matanya.
Aldrick bangun dan merubah posisinya. Ia duduk sambil menyenderkan kepalanya di headboard kasur. "Jam berapa?"
"05.40 pak," jawab Auris sopan.
Aldrick mengangguk, "Tunggu saya di meja makan."
Auris mengangguk. Ia segera pergi dari kamar Aldrick menuju meja makan. Auris duduk di salah satu kursi yang tersedia di sana. Tidak lama kemudian Gracella ikut bergabung dengan Auris.
"Waw, you look so pretty Au." Gracella tertawa kecil. "Papa sudah bangun?"
Auris mengangguk, "Dia sedang mandi."
"Bawa beberapa dasi di tas mu Au, papa suka mengganti dasinya ketika mau meeting," ucap Gracella.
"Ada lagi?" tanya Auris.
"Sepertinya tidak. Jika papa tidak suka, dia pasti akan mengatakannya." Auris mengangguk lagi.
Auris melihat jam tangannya. jam susah menunjukkan pukul 06.15. Tepat saat itu juga Aldrick datang. Auris langsung bangkit dan berjalan menghampiri Aldrick. Ia mengambil dasi yang berada di tangan Aldrick dan langsung memasangkannya di leher pria itu.
"Terimakasih."
Auris mengangguk. Ia mulai menghidangkan sarapan untuk Aldrick.
"Untukku mana?"
Auris menatap bingung Gracella. Apakah ia harus menyiapkan sarapan untuk Gracella juga? Tapi itu tidak tertulis di berkas waktu itu.
"Eem.. maaf Grace, aku--,"
"Gracella!"
Gracella langsung menunjukkan cengiran polosnya pada Aldrick. "Maaf Au, aku hanya bercanda."
Auris hanya tersenyum dan mengangguk. Ia tetap berusaha mempertahankan senyum terbaiknya agar imagenya tidak rusak di depan Aldrick.
Tepat pukul 6.30, Aldrick selesai dengan sarapannya. Auris segera memakaikan jas di tubuh Aldrick.
Sementara Gracella yang melihat keduanya hanya senyum-senyum. "Kalian sangat serasi," celetuk Gracella membuat keduanya menatap Gracella bersamaan. "Apa? Kenapa kalian menatapku seperti itu?"
"Cepat selesaikan sarapan mu. Papa harus pergi sekarang," kata Aldrick kemudian berjalan lebih dulu.
Auris segera mengambil tasnya dan mengikuti Aldrick di belakang.
Di depan sebuah mobil sudah terparkir. Seorang pria berbaju hitam siaga berdiri di sebelah mobil tersebut.
"Masuk," titah Aldrick.
"Mobil saya pak? Saya naik mobil sa-"
"Masuk Auris."
Auris langsung menurut. Ia segera masuk ke dalam mobil Aldrick. "Menyeramkan tapi aku suka."
Auris memperbaiki posisi duduknya ketika Aldrick masuk dan duduk di sebelahnya.
"Mulai besok kamu akan di antar-jemput supir saya."
"Tidak usah pak, saya naik mobil sendiri a-"
"Saya tidak minta persetujuan kamu."
Auris tetap tersenyum, "Saya tidak mau merepot--,"
"Ini perintah."
Auris diam. Sekarang satu sifat Aldrick sudah Auris ketahui. Aldrick suka sekali memotong ucapan seseorang. "Baik pak."
*****
Terimakasih sudah membaca
biar gak mikir berat... 😉😉
/Plusone//Coffee/