Lisya menjadi siswi pindahan di sekolah isinya kalangan atas. Demi sebuah misi yang penuh teka-teki saat di telusuri. Bermodal sebuah buku diary yang isinya juga tidak jelas.
Semua urusan itu susah jika cinta sudah masuk kedalamnya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dinkacill, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Permen
"Syukur deh nilai kita tinggi walau semuka jadi hijau" ujar Aren
Nilai seni mereka sangat tinggi dibandingkan dengan kelompok lain. Bisa dibilang menempati urutan teratas di kelasnya.
"Untung aja ada yang nolongin kalau gak ya minus nilai kita" sindir Seira pada biang kerok yang selalu membuat miniatur mereka hancur
"Lagian tangan perusak gini disuruh suruh" ujar Aren
"Perusak wanita ya Ren" ujar Alan dengan guyonannya
Aren berdecak "gue udah tobat" ujarnya dengan bangga
"Kalau diliat liat lo emang udah gak ada Deket sama cewek lagi" ujar Kalvin.
"Lah iya juga ya,mana cewek lo yang banyak itu?" tanya Alan penasaran
"Udah gue putusin semua, gue kan pengen seriusin Lisya" ujar Aren santai
"Halah, jawab yang bener. Kalau itu mana ada yang percaya" celetuk Alan
Aren merengut, tau saja mereka kalau dia berbohong "tu aki aki balik"
Tawa mereka memenuhi kantin. Bukan apa, tapi mereka sangat tau siapa 'aki aki' yang dimaksud Aren. Itu adalah kakek Aren yang bisa menghandle cucu nya yang kurang ajar disaat orang tua Aren sudah angkat tangan.
"Ketawa aja terus, lo semua kan paling seneng ngeliat gue menderita"
"Hebat sih kakek lo bisa ngehandle cucu bebal kayak lo" ujar Alan yang masih ingin tertawa
"Kalau bukan karena warisan ogah bener dah nurut omongannya" ujar Aren lalu menoleh pada pintu kantin karena seseorang yang sangat ia kenal datang
"Ara sama yayang gue noh" ucapnya heboh lalu memberikan love sign pada Lisya yang menatapnya
"Makin berani aja tu bocah" ujar Alan tertawa pelan pada Lisya memberi jari tengahnya sekilas lalu berjalan ke arah kasir
"Kelakuannya emang bar-bar padahal tampangnya kayak cewek yang anggunly dan slay" ujar Seira
"Itu lah yang dinamakan jangan tertipu dengan tampang" ucap Alan
"Gitu gitu buat gue tambah suka" ujar Aren dengan ekspresi tengilnya
Alan mencibir "semua cewek cantik mah lo suka"
"Sekarang digaris bawahi aja ya cuma Lisya Lupiana Cheryl. Cewek tergemes yang pernah gue temuin" ujar Aren sambil senyum senyum tipis
"Apa nih, bahas bahas Lisya" pekik Ara datang sambil membawa nampan ditangannya begitu juga dengan Lisya
"Aren pengen pelet Lisya" ujar Alan asbun alias asal bunyi
"Mana ada anjir, gue emang suka Lisya dan pengen ngejar dengan usaha sendiri bukan pake ilmu hitam" sungut Aren
Lisya tak peduli lalu menarik kursi disamping Ara yang sedang duduk disamping Kalvin atau lebih tepatnya disamping Aren. Mereka makan tentunya sambil menonton pertengkaran Aren dan Alan. Kalau diliat liat mereka berdua kayak anak kembar yang gak akur, pikir Lisya.
Uhuk uhuk uhuk
"Hahaha mampus lu" Alan tertawa terbahak-bahak
Aren tersedak saus spaghetti nya yang rasanya pedas sewajah wajah. Wajahnya memerah sempurna lalu ia minum dengan tergesa-gesa.
"Minumnya jangan gitu ntar kesedak" ujar Lisya lalu berdiri dan memegang gelas itu. Lisya membantunya minum dengan perlahan. Jika itu rasa kemanusiaan, mungkin Lisya menempati posisi teratas.
"Jadi pengen keselek juga" ujar Alan pelan tapi dapat didengar Sasya dan mendapatkan pukulan keras di lengannya.
"Masih pedes jir" umpat Aren sambil sesekali mengeluarkan lidahnya karena masih kepedesan
"Aturan biar aja ni orang kejang kejang, sya" ujar Alan
"Gak berperikemanusiaan namanya" ujar Lisya
Aren memelet pada Alan untuk menyimbolkan rasa senang dan kemenangannya karena dibela gadis cantik. Aaa senangnya.
"Tu kan gak tau diri" cibir Alan
"Masih pedes, sya" rengek Aren
Mereka yang disana hanya menatap jengah Aren yang caper pada Lisya. Ara yang hanya diam lalu berucap "ca, kasih permen lo aja"
"Siapa ca?" tanya Alan penasaran
"Lisya, biar mudah bedain dengan Sasya" karena panggilan Sasya juga sya maka Ara mulai memanggil Lisya dengan panggilan ca itupun karena mendengar Sabela yang mengobrol dengan Lisya
Lisya merogoh sakunya lalu menyodorkan permen dengan bungkus warna pink itu. Tentunya dengan senang hati Aren menerimanya lalu tersenyum tulus pada Lisya
"Gue juga mau, masih ada gak?" ujar Alan
"Jangan ditanya, ni orang banyak bawa permen kayak mau jualan" ujar Ara dengan guyonannya
Lisya merogoh sakunya lagi lalu mengeluarkan permennya segenggam tangan mungilnya. Sebenarnya gak rela sih tapi malas dikatain pelit.
"Gue juga mau tambah" Aren mengambil satu permen lagi sedangkan Alan sudah mengambil satu permen. Kalvin, Ara, Sasya juga mengambil satu permen
Masih ada 3 permen dimeja "kalian berdua gak mau?" ujar Lisya polos seperti anak kecil
"Gak dulu deh" ujar Seira. Jujur, ia tak suka makan permen Karena terlalu manis. Mungkin hanya permen mint yang pernah ia coba.
Lisya mengangguk lalu sebuah tangan mengambil semua permen yang diatas meja. "Buat gue aja deh Revan juga gak suka permen" Aren cengengesan
Lisya hanya mengangguk menyembunyikan ekspresi cemberutnya. Sebenarnya permen itu mau ia masukkan kembali dalam sakunya. Dan bukan hanya dia saja yang kesal tapi Revan juga kesal pada Aren.
Siapa bilang dia gak suka permen?
...****************...
Lisya meletakkan tumpukan buku yang ia pegang pada rak didepannya. Sekarang ia berada di perpustakaan karena disuruh wali kelasnya meletakkan kembali buku yang tersimpan di ruang guru.
"Yah tempatnya tinggi banget" ujar Lisya memegang satu buku tebal dan menatap space kosong di rak yang tak dapat ia jangkau
Lisya menjinjit tinggi tinggi sebisanya walau masih jauh jaraknya. Sebuah tangan mengambil buku di genggamannya dan meletakkan buku itu pada tempatnya. Lisya merasakan sebuah benda keras berada di punggungnya lalu membalikkan badannya dan mendongak ke atas karena menyadari perbedaan tinggi mereka.
"Revan?" serunya
Revan berdehem dengan satu tangan nya yang masih berada di rak atas tersebut. Sebelah tangannya lagi ia simpan di dalam saku.
"Ngapain disini?" tanya Lisya. Apakah Revan membuntutinya dan melihat bagaimana linglung nya Lisya saat mencari jalan ke perpustakaan
"Nolongin lo" jawab Revan santai. Sebenarnya ia bolos dan tidak sengaja melihat Lisya yang berjalan di koridor.
"Oh ya, mm makasih deh" ujar Lisya mendorong dada keras itu. Canggung rasanya karena posisi mereka yang dekat belum lagi Revan yang menatapnya terlalu intens.
Revan mengulum senyumnya melihat ekspresi tak nyaman gadis itu dengan bola mata bulat itu yang menggulir ke kanan kiri. Damn- she so cute
Revan menadahkan tangannya di depan Lisya. Sedangkan Lisya menaikkan alisnya bingung "permen lo masih ada?" pertanyaan itu lolos dari mulut Revan
Lisya mengganguk paham lalu mengeluarkan satu permen dengan ekspresi cemberut "nih, tadi katanya gak mau" sungut nya
"Emang ada gue bilang gitu?" Revan mengambil permen itu lalu menggenggam nya erat
Lisya mencoba mengingat, ia baru ingat jika Aren langsung mengambil semua permen tanpa kata yang keluar dari mulut Revan.
"Serakah banget Aren" gerutu Lisya lalu berjalan pergi
"gue ke kelas dulu ya" ujar Lisya tersenyum kecil
"Mau gue anterin ke kelas biar gak kesasar lagi" tawar Revan
OMG! Revan melihat dirinya linglung mencari jalan. Malu banget padahal udah gede tapi jalan masih lupa ingat.
...****************...
mau pilih Lisya Jewar atau Lisya Revan