Daniah Hanania Eqbal, gadis lulusan ilmu kedokteran itu sedang menjalani KOAS di Rumah Sakit Harapan Keluarga. Selama menjalankan KOAS, ia harus berhadapan dengan Dokter pembimbingnya yang galak. Dokter Arrazi Dabith Dzaki.
Arrazi memang terkenal Dokter paling galak diantara Dokter lain yang membimbing para anak KOAS, namun ketika berhadapan dengan pasien kegalakan Arrazi anyep,baik hilang di balik wajah tampan bin manisnya.
Suatu ketika Basim meminta Daniah untuk mengabulkan keinginannya, yaitu menikah dengan cucu dari sahabatnya, guna menepati janji mereka. Daniah tidak menolak atau mengiyakan, ia hanya meminta waktu untuk memikirkan keinginan Kakeknya itu. Namun saat tahu laki-laki yang di jodohkan kepadanya adalah cucu dari pemilik Rumah Sakit tempatnya KOAS, Daniah dengan senang hati langsung menerima, selain sudah kenal dengan laki-laki itu, Daniah pun berencana akan menggunakan kekuasaannya sebagai istri cucunya pemilik Rumah Sakit Harapan Keluarga untuk menendang Dokter itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Icut Manis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
EPISODE 26 : LUKA
Setelah dinasehati Kakeknya atas kejadian tadi pagi, taj ada komunikasi antara Arrazi dan Daniah saat mereka berada di dalam kamar. Masing-masing diam sambil memainkan HP di tempat berbeda. Daniah duduk di lantai beralaskan karpet menghadap jendela. Sementara Arrazi duduk berselonjor kaki di kasur.
Sesekali Arrazi menoleh kearah istrinya yang sedari tadi sibuk dengan HP-Nya. Keduanya tidak ada yang memulai obrolan, meskipun Arrazi merasa bersalah telah bersikap kasar dengan istrinya, namun ia mempertahankan gengsi untuk minta maaf terlebih dahulu.
Sepuluh menit menjelang azan asar, barulah Arrazi beranjak dari kasur, ia mengganti pakaian dengan baju koko dan sarung, tak lupa memakai peci berwarna hitam. Sudah di niatkan sedari tadi, asar ini Arrazi akan sholat di masjid yang berada tak jauh dari rumah Kakeknya. Mungkin Arrazi pun akan pulang ke rumah sampai malam, entah akan berdiam di masjid atau pergi ketempat lain. Yang penting untuk menenagkan hati dan pikirannya yang masih ada rasa marah terhadap istrinya.
Entah kenapa, bagi Arrazi kesalahan tidak disengaja istrinya itu seolah menjadi masalah besar baginya. Ia benar-benar mengkhawatirkan jika terjadi sesuatu pada Neneknya jika sampai meminum minuman itu. Nenek pernah ngedrop karena minum minuman yang mengandung gula, sampai harus diopname.
Sebagai cucu yang juga seorang Dokter, Arrazi sangat mengkhawatirkan kesehatan sang Nenek. Perempuan yang begitu menyayangi kasih sayang yang tidak ia dapatkan dari orang tuanya.
Tanpa berkata sepatah kata pun atau berbasa-basi untuk pamit ke masjid. Arrazi langsung pergi begitu saja, meninggalkan sang istri.
Sementara itu, Daniah diam-diam memperhatikan sang suami, laluia menghela nafas lega setelah pintu kamar ditutup dari luar.
"El pokoknya gue mau cerita!" ketik Daniah dalam chat pribadi dengan Eliza. Namun orang yang di chat sedang tidak online.
***
"Nia." sapa Nenek Dariah saat pintu yang di ketuknya di buka oleh Daniah.
"Iya Nek?"
"Arrazi belum pulang?"
"Belum Nek."
"Hmmm....ada yang ingin Nenek bicarakan sama kamu. Boleh Nenek masuk?"
"Iya Nek, silahkan."
Daniah membuka pintu kamar lebih lebar dan mempersilahkan Nenek mertuanya untuk masuk kedalam. Nenek Dariah duduk di pinggiran kasur dan meminta cucu menantunya itu untuk duduk di sampingnya.
Saat Daniah sudah duduk di sampingnya, Nenek Dariah meraih tangan Daniah dan menggenggam tangan cucu menantunya itu.
"Daniah, Nenek minta maaf ya atas sikap kasar Arrazi tadi pagi. Selama ini selain cucu, Arrazi juga berperan jadi Dokter pribadi Nenek, dia selalu mengontrol dan menjaga pola hidup, makanan, minuman yang Nenek konsumsi. Makanya Arrazi kaget liat minuman coklat itu, tapi sayangnya, dia masih belum bisa mengontrol emosinya dengan baik, karena saking mengkhawatirkan Nenek, dia jadi lepas kendali memarahi kamu, Nia....Nenek minta maaf ya..." ujar Nenek Dariah tidak enak hati.
Daniah balas menggenggam tangan itu dan mengelusnya.
"Iya Nek, nggak papa. Lagipula Nia juga salah. Seharusnya Nia tanya dulu apa aja yang boleh dan nggak boleh Nenek konsumsi." lirih Daniah yang juga tak enak hati.
"Nia, Nenek minta tolong ya sama kamu untuk bisa lebih bersabar dan bertahan dengan Arrazi. Di balik sikap kasar, dingin dan galaknya itu, ada luka di hatinya yang belum pulih.." air mata langsung mengalir di pipi Nenek Dariah.
Daniah mengernyit kening menatap wajah Nenek mertuanya, lalu mengelus tangan yang sudah keriput. Nenek Dariah melepaskan satu tangannya dari genggaman Daniah dan menyeka air matanya.
"Maaf Nia, kalau teringat masa lalu Arrazi, Nenek benar-benar nggak bisa nahan air mata." ujar Nenek Dariah dengan suara tertahan.
Daniah mengangguk paham. Sepertinya masa lalu suaminya itu menyedihkan sampai Nenek Dariah langsung menangis saat baru mulai menceritakan tentang masa lalu sang cucu. Daniah menggeser posisinya lebih dekat dengan Nenek mertuanya.
Setelah bercerita tentang masa lalu cucunya. Nenek Dariah kembali menatap manik mata Daniah dengan mata basahnya, sedari tadi pun dua pasang tangan itu masih saling menggenggam.
"Arrazi selalu menolak untuk menikah, dia bahkan tidak pernah berpikir untuk menikah, sebatas menjalin hubungan dengan lawan jenis saja rasanya ia tidak mau. Karena kejadian itu. Mengingat usia Kakek dan Nenek yang semakin tua, tidak mungkin bisa lebih lama membersamainya, maka kami ingin melihat cucu pertama kami menikah, memiliki kehidupan yang lebih baik dan bahagia bersama keluarganya. Maka dari itu Kakek dan Nenek selalu berusaha mengenali Arrazi ke beberapa perempuan dari anak dan cucu temannya Kakek dan Nenek. Semua di tolak mentah-mentah oleh Arrazi. Tapi saat Kakek teringat akan janjinya dengan Pak Basim dan mengenalkan kamu, Arrazi tidak langsung menolak seperti yang sudah-sudah, dia hanya minta waktu untuk berpikir. Kami tidak menyangka waktu 3 hari yang kami berikan untuk Arrazi memikirkan perjodohan dengan kamu, langsung di setujuinya, maka dari itu Nenek yakin kamu adalah jodohnya Arrazi. Apalagi kamu juga dengan senang hati menerima perjodohan ini kan Daniah?"
Daniah terdiam, memikirkan pertanyaan diakhiri Nenek Dariah. Akan sangat jahat kalau Daniah mengatakan ia menerima perjodohan dengan senang hati karena yang ia tahu akan di jodohkan dengan Dhafir, cucunya yang lain, bukan Arrazi cucunya Nenek Dariah yang sedang di bahasnya.
"Nia, awal-awal memang akan sangat sulit untuk menghadapi sikap Arrazi agak temperamental seperti itu. Dia butuh cinta, kasih sayang, perhatian dan kelembutan, Nia. Nenek yakin kamu bisa memberikan semua itu kepada Arrazi, kamu bisa menghadapi bahkan bisa menaklukkan hati suamimu, juga bisa menjadikan cucuku itu menjadi laki-laki yang lebih baik lagi, Nia." Nenek Dariah menghela nafas.
Daniah kembali terdiam, menatap sepasang mata Nenek Dariah yang sendu, seolah Daniah bisa melihat ada pengharapan di sepasang manik itu, agar dirinya bisa mengabulkan keinginan sang Nenek mertua.
"Maaf sekiranya kamu merasa terbebani menikah dengan laki-laki yang memiliki trauma masa lalu dan belum sembuh dari lukanya, Nia......"
"Nggak Nek, Nia sama sekali enggak merasa terbebani. Justru dengan tau masa lalu Mas Arrazi, Nia bisa memahami suami Nia. Nia akan berusaha mencar cara untuk mengobati luka itu, sebisa yang Nia lakukan...Nia mohon doa dari Nenek." ujar Daniah dengan sungguh-sungguh.
***
Sudah jam 9 malam, namun Arrazi belum juga pulang. Sudah tujuh kali pula Daniah menghubungi suaminya, namun tidak di jawab, ia pun mengirim pesan, namun tidak ada satupun pesannya di respon oleh sang suami.
Meskipun Kakek dan Nenek mertua mengatakan cucunya itu akan pulang malam ini, namun Daniah tetap mengkhawatirkan sang suami. Semenjak Nenek bercerita tentang masa lalu Arrazi, otak Daniah di penuhi dengan permasalahan suaminya itu.
Dari awal pun ia yakin, kalau laki-laki galak yang sudah berstatus menjadi suaminya itu adalah laki-laki yang baik dan berhati lembut, sayangnya ada luka yang belum sembuh dan butuh orang lain untuk mengobati lukanya itu.
Daniah berjanji akan membatu mengobati luka masa lalu suaminya itu. Anggaplah saat ini suaminya adalah 'PASIENNYA', meskipun sang suami seorang Dokter juga. Berbekal sedikit ilmu yang di miliki, pengalaman dan konsultasi kepada ahlinya akan Daniah lakukan untuk mengobati sang pasien. Ia bahkan sudah membuat banyak rencana untuk membantu mengobati trauma suaminya itu. Tentu Daniah akan melakukan akan konsultasi diam-diam dengan Dokter Hanunah dan psikiater yang di kenalnya.
"*Arrazi itu korban broken home, Nia. Sejak usianya 6 tahun dia sering melihat pertengkaran orang tuanya, bahkan Arrazi seringkali menjadi korban pelampiasan amarah Papi dan Maminya saat mereka bertengkar. Dia di siksa, di kurung bahkan pernah juga di usir dari rumah. Yang lebih menyakitkan lagi saat usianya 15 tahun Arrazi melihat perselingkuhan Papinya dengan sekretaris Papinya langsung di kantor. Lalu Papinya pergi bersama selingkuhannya itu. Sebulan kemudian Arrazi menyaksikan Maminya yang nyaris mati kehabisan darah karena depresi. Jasmin menyayat tubuhnya sendiri dengan pisau dapur. Dan Jasmin kabur dari rumah sakit saat masih menjalankan perawatan. Sampai sekarang kami belum menemukan putri kami itu, entah kemana perginya putri malang kami, Jasmin. Maminya Arrazi*."
Daniah memejamkan mata sambil menghela nafas, cerita Nenek Dariah tentang masa lalu suaminya membuat sesak dada Daniah. Ia tidak menyangka Arrazi, suaminya itu melewati masa lalunya dengan begitu berat dan menyakitkan.
Mulai saat ini Daniah akan lebih memaklumi sikap keras, dingin dan galaknya sang suaminya. Daniah yakin di balik sikapnya yang seperti itu, Arrazi sedang menutupi rasa sakitnya dan berusaha untuk menjadi orang yang kuat, tegas dan tak mau lagi tertindas.
KLEK!
Pintu kamar terbuka, sosok yang sedari tadi di tunggu, akhirnya datang juga. Daniah segera menghampiri sang suami yang baru saja masuk dan menutup pintu.
"Sudah pulang, Mas?" tanya Daniah dengan menampilkan senyuman manisnya. Ia akan memulai rencananya untuk mengobati trauma sang suami dengan sikapnya yang lembut. Mungkin pendekatan yang mulai saat ini akan di lakukan.
Arrazi menoleh sekilas, lalu mengabaikan istrinya itu. Ia berjalan melewati Daniah, lalu melepaskan peci dan baju koko yang dikenakannya dan menyimpan di kapstok belakang pintu. Hingga tertinggal baju kaos dan sarung yang masih dikenakannya.
"Mas haus? Mau aku ambil minum? Atau Mas lapar? Sekalian diambilkan makan?" tanya Daniah mengikuti langkah Daniah menuju kama mandi.
Arrazi menghiraukan pertanyaan Daniah, lalu masuk kamar mandi. Istrinya itu tersenyum kecut.
"*Harus sabar kata Nenek." batin Daniah*.
"Aku ambil minum dulu ya Mas!" ujar Daniah agak meninggikan volume suaranya agar di dengar oleh Arrazi di dalam kamar mandi, lalu ia keluar menuju dapur. Dan kembali membawa nampan berisi gelas, teko dan sepiring nasi beserta lauknya.
"Ini Mas, minum sama makannya. Kalau sudah selesai simpan aja, biar aku yang balikin ke dapur." ujar Daniah, tetap dihiraukan oleh suaminya yang saat ini sedang duduk dipinggir kasur dengan wajah basah dan pakaian yang sudah berganti. Daniah menyimpan nampan itu di nakas yang berada di samping suaminya.
"Daniah." panggil Arrazi dengan lirih. Daniah menoleh kearah suaminya yang saat itu sedang menatap kearahnya.
"Iya Mas?"
Arrazi langsung mengalihkan pandangannya saat netra mereka bertemu.
"Maaf." ucap Arrazi masih dengan suara yang lirih.
Daniah tersenyum mendengar kata yang di ucapkan suaminya itu. Sepertinya emosi Arrazi sudah stabil.
"Aku juga minta maaf ya Mas, karena aku nggak tanya-tanya dulu apa yang boleh dan nggak boleh di konsumsi Nenek." ujar Daniah dengan lembut sambil memperhatikan suaminya yang saat ini sedang menundukkan kepala dan jari-jarinya saling menaut.
"Aku janji lain kali nggak akan sembarangan kasih Nenek makanan atau minuman. Aku akan bantu kamu untuk jaga pola hidup, makan dan minum Nenek, Mas." lanjut Daniah dengan tulus. Hal itu membuat netra suaminya mengarah kepadanya.
Sepasang mata yang selalu menatapnya tajam, kini berubah menjadi sendu, juga ada kehangatan dalam tatapan itu.
"Terimakasih, Nia." ucapnya.
"Sama-sama, Mas."
Daniah memberikan segelas air yang diambilnya dari nampan.
"Minum Mas."
Arrazi menerimanya.
"Terimakasih."
Daniah mengangguk pelan dengan senyuman yang tak lepas dari bibirnya.
Gmn perasaan Arazzi menunggui istrinya , terjwb sudah perjuangan mama melahir kan mu.
Mk surga aga ditelapak kaki ibu
kisah mama Rara , dr Arazzi maupun Elisa mereka korban atas kezaliman sang ayah yg suka selingkuh.
untung dipertemukan dr Arazzi dgn istri yg bisa menyembuhkan luka sekaligus merangkul mama mertua dan adik tiri
Ambil yg baik jgn ditiru meskipun bkn kisah nyata