Zaky Wijaya diantara dua wanita bernama Zaskia dan Shannon. Kia sudah dikenal sejak lama dan disayangi laksana adik. Shannon resmi menjadi pemilik hati dalam perjumpaan di Bali sebelum berangkat ke Zurich.
Hari terus bergulir seiring cinta yang terus dipupuk oleh Zaky dan Shannon yang sama-sama tinggal di Swiss. Zaky study S2 arsitektur, Shannon bekerja. Masa depan sudah dirancang namun komitmen berubah tak sejalan.
"Siapanya Kia?" Tanya Zaky dengan kening mengkerut. Membalas chat dari Ami, sang adik.
"Katanya....future husband. Minggu depan khitbah."
Zaky menelan ludah. Harusnya ikut bahagia tapi kenapa hati merasa terluka.
Ternyata, butuh waktu bertahun-tahun untuk menyimpulkan rasa sayang yang sebenarnya untuk Kia. Dan kini, apakah sudah terlambat?
The romance story about Kia-Zaky-Shannon.
Follow ig : authormenia
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Me Nia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Terlambat Menyadari
"Sudah siap berangkat, Kia?" Zaky tak ingin berlama-lama berada dalam suasana hati yang gerah. Ingin segera pergi dari hadapan Yuga. Laki-laki yang telah berhasil memiliki hati Kia.
"Yuk. Biar gak terlalu malam sampainya." Kia setuju untuk berangkat sekarang juga. Ia pun pamit kepada Yuga. Tersenyum malu saat Yuga membukakan pintu untuknya juga membantu menyimpan tas di jok belakang.
Zaky mematung di belakang Yuga. Melihat itu semua, ia memalingkan wajah ke sembarang arah. Namun wajahnya tetap dibuat tenang. Meski hatinya bereaksi berdenyut nyeri.
"Bro, jalan dulu." Zaky mengulang berjabat tangan dan adu tos sebelum memutar langkah menuju pintu kemudi. Bibir tersenyum demi untuk memanipulasi hati yang tidak baik-baik saja.
"Oke. Take care. Aku titip Kia ya, Bro."
"Siap." Zaky mengacungkan ibu jarinya. Melangkah cepat dan masuk ke dalam mobil. Kaca jendela sebelah kiri diturunkan sampai bawah. Barangkali Kia mau berpamitan terakhir kalinya kepada Yuga.
Yuga menurunkan badan sedikit jongkok agar sejajar dengan Kia yang sudah duduk. "Sayang, kabarin ya kalau udah sampai rumah. Salam sama Mamah dan Bapak." Tangannya terulur mengusap puncak kepala Kia yang berbalut hijab krem.
Zaky meluruskan pandangan ke depan. Pura-pura tidak melihat. Padahal adegan manis itu terlihat jelas oleh sudut mata. Lagi, hati berdenyut nyeri. Mesin mobil dihidupkan dan sabuk keselamatan dicek ulang. Alibi demi untuk terlihat menyibukkan diri menyembunyikan ketidakrelaan hati.
"Iya, Bang. Dadah....Assalamu'alaikum." Kia melambaikan tangan dengan riang seiring mobil melaju perlahan dan kaca jendela bergerak menutup.
Perjalanan panjang dimulai. Zaky mengatur suhu AC senyaman mungkin. Juga mengatur hati yang bergejolak agar kembali normal. Kenapa timbul cemburu? Sampai sini ia sudah yakin dan bisa menyimpulkan. Ternyata, ada rasa cinta untuk Kia yang entah sejak kapan muncul tanpa disadari. Dan sekarang sudah terlambat bukan? Ia sudah punya Shannon. Dan Kia pun sudah punya Yuga. Spontan Zaky mendesah kasar.
"Kenapa, A?" Kia menoleh menatap Zaky begitu mendengar suara embusan napas kasar.
"Gak papa. Ini hidung agak mampet." Zaky menggosok cuping hidungnya agar lebih meyakinkan.
Kia mengangguk. Pandangan menatap lurus ke depan. Sudah separuh jalan Zaky hanya fokus menatap jalanan tanpa bicara. Saat meliriknya sekilas, wajah tampan itu terlihat tenang tanpa beban. Dengan begitu, hatinya pun tak perlu risih sebab perlakuan Yuga tadi tidak ada pengaruhnya untuk Zaky.
Perasaan Zaky padaku dari dulu gak berubah. Dia tetap menganggapku adik. Tak apa. Aku sudah punya Bang Yuga.
Kia tersenyum samar sambil melipat bibir. Kedua tangan terlipat di dada. Sepasang telinga mendengarkan alunan lagu berasal dari audio dalam volume kecil. Ia tidak bermain ponsel demi menghargai Zaky yang fokus menyetir. Hanya membuka jika butuh membalas chat yang masuk.
"Daffa semester berapa ya sekarang? Dua apa tiga ya?" Zaky mulai menghidupkan suasana. Tidak mau tercipta kecanggungan dan kekakuan yang hanya akan membuat Kia curiga dan heran.
"Semester dua. Sekarang lagi libur satu bulan. Tapi tetap aja gak pulang ke Tasik. Daffa ambil side job jadi guru privat matematika dan fisika."
"Wah, ini sih nurun dari tetehnya. Awesome." Zaky menoleh sekilas diiringi senyum simpul. Senyum manis andalannya.
Kia terkekeh. Zaky sangat tahu kegiatannya masa kuliah. Sama halnya ia pun sangat tahu pekerjaan Zaky di kantor RM Architeam Bandung berikut nama-nama teman kerjanya. Memang selalu ngobrol saling terbuka dan menjadi topik pembicaraan setiap kali bertemu. Apakah komunikasi begitu dengan status adik kakak ketemu gede normal?
"Sekarang masih di Bandung apa udah pulang?"
"Masih di Bandung. Pulang besok katanya."
"Kalau Riva SMA berarti ya?"
"Iya kelas 10. Sekolah di almamater nya Daffa."
"Aa kangen pengen ketemu mereka." Zaky berkata tulus dari hati. "Aa juga kangen kamu. Tapi sayang, sekarang ini ada batasan. Udah ada yang punya ternyata." Untuk kalimat sambungan ini, hanya menjadi suara hati saja.
"Daffa dan Riva juga pasti senang ketemu lagi sama Aa. Apalagi mereka belum tahu kalau Aa udah pulang. Surprise pastinya." Kia menoleh memandang wajah Zaky yang sedang tersenyum dengan tatapan lurus ke depan.
Istirahat pertama di rest area tol untuk melaksanakan salat Ashar. Sekalian meregangkan badan dan jajan. Lalu melanjutkan lagi perjalanan melibas tol Cipularang hingga keluar tol. Lalu istirahat kedua di daerah Limbangan untuk melaksanakan salat Magrib dan makan.
"Aa, makannya aku yang bayar ya. Masa udah numpang gratis, makan gratis juga. Kan aku udah punya penghasilan." Ucap Kia sebelum turun dari mobil.
"Gak boleh. Aa yang udah ajak kamu berarti mengcover segalanya. Termasuk menjagamu hingga tiba dengan selamat sampai rumah." Zaky membuka pintu mobil lebih dulu. Ucapan tulus untuk Kia itu justru malah membuat hatinya sendu. Berada di luar mobil membuatnya bisa menghirup oksigen banyak-banyak. Membantu menghalau sumpek di dada.
Kia termangu untuk beberapa saat sebelum menyusul turun. Ini bukan kalimat pertama kali terucap. Dulu pun Zaky selalu mengatakan makna melindungi dan mengayomi begitu setiap kali jalan bersama. Jika dulu dadanya akan berdesir dan menghangat. Sekarang? Dinding hatinya bergetar namun segera ditahan. Sudah tidak boleh terbawa perasaan.
***
"Kalau ngantuk tidur aja. Nanti Aa bangunin kalau udah sampe." Zaky melihat Kia yang menguap saat perjalanan berlanjut usai setengah jam yang lalu meninggalkan rumah makan khas Sunda.
"Gak deh. Aku mau ngawal Aa soalnya mau masuk jalan berkelok-kelok nih. Biasanya Aa seneng nyalip menyalip kalau gak diingetin. Bikin sport jantung deh." Kia mendecak.
Zaky tergelak. "Masih ingat aja ternyata. Ya kan Aa menyalip mobil-mobil yang jalannya kayak keong. Sudah diperhitungkan juga gak asal maksa masuk."
"Iya tapi memacu adrenalin. Pokoknya gak boleh nyalip terutama tiap tikungan. Biar lambat asal selamat."
"Oke-oke. Mau jadi calon manten ya. Jadi banyak takutnya." Zaky menoleh sekilas diiringi senyum. Untung pencahayaan remang-remang. Sehingga tidak terlihat kalau senyumnya itu senyum getir.
"Jadi manten masih jauh. Besok baru khitbah dulu. Alasan utamanya karna aku care sama Aa, sama keselamatan kita. Ingat, ada orang tua yang menunggu di rumah dengan senyum."
"Siap, Neng. Udahan ya ceramahnya. Aa mau fokus dulu." Zaky menatap jalanan di depannya yang mulai memasuki jalan berkelok dengan rambut hati-hati.
"Iya. Bismillah." Untung pencahayaan remang-remang. Zaky tidak akan melihat jika wajahnya bersemu sebab dipanggil 'Neng'. Hei, gak boleh baper.
Zaky menepati ucapannya. Hanya sesekali menyalip saat jalanan dari arah berlawanan sangat lengang. Karena perjalanan malam lebih santai, maka mobil baru tiba di Tasik menuju rumah Kia hampir pukul delapan.
"Alhamdulilah." Kia berucap penuh kelegaan saat mobil berhenti sempurna di depan gang. "Aa mau mampir dulu ke rumah?"
"Emang boleh?" Zaky justru meragu. Jika sebelumnya ia akan mengangguk tanpa beban. Kini status Kia sudah berbeda. Rasanya mulai ada garis yang terbentang.
"Boleh banget. Mamah sama Bapak pasti senang ketemu lagi sama Aa."
"Oke. Kia duluan aja. Nanti Aa nyusul."
Kia mengangguk. Segera membuka pintu dan mengambil travel bag di jok belakang. Lalu berjalan masuk ke dalam gang yang hanya bisa dilalui kendaraan roda dua.
Zaky merebahkan punggung ke sandaran jok. Sejenak memejamkan mata. Kegelisahan hati yang dimulai sejak menerima foto dari Ami saat di Zurich hingga tadi berkenalan dengan pacarnya Kia, terjawab sudah. Ternyata sayangnya terhadap Kia selama ini bukan sebagai adik. Akan tetapi rasa sayang seorang pria terhadap wanita. Ternyata, butuh waktu bertahun-tahun untuk menyadari itu semua. Di saat Kia akan dikhitbah laki-laki lain yang hanya tinggal sehari lagi, keyakinan dan kepastian rasa baru timbul ke permukaan. Terlambat.
NUHUN TEH NIA LOVE LOVE SAMA KAMU
selesai cerita KR..lanjut nanti yaa teh bikin cerita asyik lain nyaa/Pray//Pray//Heart//Heart//Heart/