Selena diusir dari rumah karena dia lebih memilih menjadi penulis novel online daripada mengurus perusahaan keluarganya. Kedua orang tuanya tidak setuju dia menulis novel karena hampir seluruh novel yang dia tulis adalah novel dewasa.
Dia kira hidupnya akan tenang setelah menyewa apartemen sendiri tapi ternyata tidak. Dia justru diganggu oleh komentar negatif secara terus menerus. Merasa jengkel, Selena melacak keberadaan pemilik komentar negatif itu dan ternyata berada di sebuah perusahaan film.
Selena berpura-pura menjadi cleaning service dan bekerja di perusahaan itu. Dia curiga pada Regan, CEO di perusahaan itu. Berniat mengganggu Regan tapi dia justru yang merasa kesal dengan tingkah Regan yang sangat menyebalkan.
Apakah memang Regan yang menulis komentar negatif di novel Selena?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puput, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 8
"Aku lapar sekali." Selena diam-diam membuat mie instant di pantry. Dia tidak pernah membayangkan hidupnya sekarang akan menjadi seperti ini. Apa aku kena kutukan makanya hidupku jadi seperti ini gara-gara aku tidak nurut sama Mama dan Papa.
Beberapa saat kemudian, Adi masuk ke dalam pantry dan melihat Selena yang sedang memanaskan air di atas kompor dan akan membuka mie. Tanpa bicara, dia mengambil bekalnya dan memberikannya pada Selena. "Kamu tidak bawa bekal? Dari kemarin aku lihat kamu makan mie saja. Jangan terlalu sering makan mie instant, tidak baik untuk kesehatan. Ini buat kamu." Adi membuka bekalnya dengan menu lengkap dan bergizi, lalu dia mematikan kompor itu agar Selena urung membuat mie instant.
Selena hanya menatap bekal yang sekarang disodorkan untuknya. Sebelumnya dia juga jarang sekali makan mie instant saat di rumah, tapi sekarang menjadi makanan praktis di saat perutnya sudah lapar.
"Kamu makan," kata Adi.
"Tapi, ini kan bekal kamu. Kamu mau makan apa nanti siang."
"Gampang, kita bisa makan siang bareng di warung sebelah."
Selena tersenyum mendengar perkataan Adi. Ternyata itu hanyalah modus lelaki. "Oke, nanti aku yang traktir."
"Tidak usah. Kalau kamu mau, aku saja yang traktir." Kemudian Adi keluar dari pantry untuk melanjutkan pekerjaannya.
Selena hanya tersenyum, lalu dia duduk di bawah untuk memakan bekal itu. Baru saja beberapa suapan, ada seseorang yang membuka pintu pantry itu dengan kasar.
Selena mendongak dan menatap kesal pada Regan yang tiba-tiba muncul di hadapannya. Mau apalagi dia? Tapi Selena tidak peduli, dia tetap mengunyah makanannya.
"Kamu yang meletakkan kecoak mati di dalam map?"
Selena tak menyahutinya. Dia menutup bekal itu lalu berdiri. "Pak Regan ke sini meminta saya untuk membersihkan, baik. Seharusnya cukup telepon saja, tidak perlu ke sini sendiri." Selena hanya melewati Regan yang berdiri di ambang pintu.
"Apa maksud kamu terus menerorku? Aku tidak pernah mengusik hidup kamu!" Regan menahan tangan Selena agar tidak pergi.
Selena hanya tersenyum santai sambil menatap Regan. "Darimana Pak Regan tahu kalau yang melakukannya saya?"
"Karena tidak ada yang masuk ke dalam ruanganku setiap pagi selain kamu."
Selena masih saja tersenyum santai. Jika dia ketahuan pun, dia tak peduli karena dia sudah menyatakan perang dengan Regan.
"Apa alasan kamu bekerja di sini? Kamu punya dendam pribadi denganku?" Regan mengambil salinan KTP Selena yang dia dapat dari bagian personalia. "Alamat rumah kamu yang tertera di KTP ini adalah kawasan perumahan elit dan kamu juga lulusan SMA ternama."
Selena tidak kepikiran dengan alamat KTP nya sebelumnya. Tapi dia tidak takut. Ada seribu kebohongan untuk menutupi identitas aslinya. "Saya terharu karena ternyata Pak Regan sangat peduli dengan saya. Tapi saya jadi sedih karena Pak Regan mengingatkanku dengan rumah itu. Saya memang tinggal di rumah itu selama tiga tahun saat saya masih SMA. Ibu dan Bapak di kampung tidak punya biaya untuk menyekolahkanku, jadi saya terpaksa menjadi ART di rumah itu dan ternyata pemilik rumah itu sangat baik hingga menyuruh saya untuk melanjutkan sekolah."
"Jadi begitu? Lalu kenapa kamu sekarang tinggal di apartemen? Kamu juga jadi ART di sana?"
"Tidak. Kalau apartemen itu saya sendiri yang menyewa. Hanya apartemen biasa, bukan yang mewah. Tabunganku sebelumnya masih cukup untuk menyewanya selama setahun." Selena semakin mendekati Regan. "Pak Regan semalam mengikuti saya?"
Regan menelan salivanya menatap wajah Selena sedekat itu. Buru-buru dia mengalihkan pandangannya dan semakin masuk ke dalam pantry. "Kamu buatkan kopi untukku sekarang! Aku akan tunjukkan takarannya." Tiba-tiba saja Regan mengalihkan pembicaraannya.
Selena membuang napas kasar. Bukannya dia tidak tahu takarannya tapi dia memang sengaja merusak takaran itu. "Belun juga jam 10 sudah minta kopi, aku kan belum sarapan," gumam Selena yang bisa didengar Regan.
"Siapa yang bos di sini. Ini jam kerja, kamu tidak boleh makan seenaknya." Regan menunjuk cangkir agar Selena mengambil untuknya.
"Perusahaan apa yang melarang karyawannya makan. Dih!" Selena terus menggerutu dalam hatinya. Dia meletakkan cangkir di atas meja lalu mengambil kopi dan gula sesuai petunjuk dari Regan. Kemudian dia menuang air panas ke dalam cangkir itu.
"Minumannya tidak sehat semua," gumam Selena sambil mengaduk kopi itu.
Regan tersenyum kecil mendengar perkataan Selena. Entah mengapa dia merasa lucu melihat amarah Selena yang meluap-luap. "Maksud kamu, aku akan lebih sehat jika minum susu dari kamu."
Selena mengernyitkan dahinya mendengar perkataan itu. Dia menelan salivanya karena dialog itu sama dengan dialog yang ada pada novelnya. "Aku akan lebih sehat jika minum susu dari kamu, tapi lebih nikmat lagi jika aku menghisapnya langsung dari sumbernya."
Mengingat adegan dalam novelnya, seketika Selena menyilangkan tangannya di dada. Fix, Regan memang membaca novelnya.
"Ck, respon kamu sangat berlebihan." Kemudian Regan keluar dari pantry sambil membawa secangkir kopi itu.
"Aku yakin, si duda memang membaca novelku. Jangan-jangan dia hanya pria me sum yang menjadikan novelku sebagai ajang fantasi liarnya, lalu meninggalkan komentar hujatan hanya untuk menutupi kebiasaan buruknya. Hii, mengerikan."
...***...
Regan masuk ke dalam ruangannya dan meletakkan secangkir kopi itu di atas meja. Dia masih saja tersenyum kecil mengingat tingkah Selena.
Ivan masuk ke dalam ruangan itu dan menatap heran bosnya yang datang-datang membawa kopi. "Mengapa tidak menyuruh Selena untuk membuatnya?"
"Aku mengajarinya untuk membuat takaran yang pas." Regan meneguk sedikit kopi itu lalu meletakkan kembali di atas meja.
Ivan heran melihat tingkah bosnya yang tidak seperti biasanya. Selama ini bosnya sangat arogan dan tidak memaafkan kesalahan sekecil apapun. "Mengapa Pak Regan tidak memecat Selena, jelas-jelas dia yang menulis surat ancaman itu."
Regan menggelengkan kepalanya. "Aku ingin tahu, sebenarnya apa mau dia. Aku akan ikuti permainannya."
adududu sepeda baru....
waduh....ada yang cemburu....
wkwkwkwkwkwk....
mantap... Selena diperebutkan kakak beradik.... ahay.
gimana ya besok reaksi Selena ketika dia tau.... nggak sabar nungguin besok....
jadi diem-diem suka baca novel Selena...he he he ...