Seorang pemuda yatim piatu dan miskin yang tidak memiliki teman sama sekali, ingin merubah hidupnya. Buku warisan nenek nya menjawab tekadnya, 7 mentor atau guru yang berasal dari dunia lain yang jiwanya berada di dalam buku mengajari nya macam macam sampai dia menjadi orang yang serba bisa.
Kedatangan seorang gadis bar bar di hidupnya membuat dia mengetahui apa yang sebenarnya terjadi kepada keluarganya dan membuat dirinya menjadi yatim-piatu. Ternyata, semuanya ulah sebuah sekte atau sindikat yang berniat menguasai dunia dari balik layar dan bukan berasal dari dunia nya.
Akhirnya dengan kemampuan baru nya, dia bertekad membalas dendam pada musuh yang menghancurkan keluarganya dan menorehkan luka di keningnya bersama gadis bar bar yang keluarganya juga menjadi korban sindikat itu dan tentu juga bersama ke tujuh gurunya yang mendampingi dirinya.
Genre : Fantasi, fiksi, action, drama, komedi
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mobs Jinsei, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 21
“Waaaaa,”
Evan berteriak, dia langsung terbangun di ranjang, matanya melirik memeriksa sekitar, dia berada di ruang kesehatan sekolah sendirian, dia memegang kepalanya, ternyata kepalanya di perban dan terasa nyeri sekali,
“Aduh...iya, aku kan di pukul Ferdi, siapa yang membawa ku ke sini ?” tanya Evan dalam hati.
“Sreeg,” tiba tiba pintu ruang kesehatan di buka, seorang nenek masuk ke dalam, dia langsung menghampiri Evan, kemudian memeluknya, Evan kaget dan bingung ketika di peluk,
“Um...nenek siapa ?” tanya Evan.
Sang nenek melepaskan pelukan nya, kemudian dia menyibakkan rambut poni Evan, terlihat bekas luka melintang dari kiri ke kanan di dahi Evan yang seperti nya sudah lama berada di keningnya. Sang nenek tersenyum kepada Evan,
“Nenek mu nak, mulai sekarang kamu tinggal sama nenek ya,” jawab sang nenek sambil tersenyum.
“Nenek ?” tanya Evan.
“Iya, nenek adalah ibu dari ibu mu,” jawab sang nenek.
Hati Evan langsung lega, dia tersenyum dan memeluk neneknya, setelah itu, sebulan kemudian ketika saatnya lulus lulusan sd, sang nenek membayar uang sekolah Evan.
Setelah mengambil ijazahnya, Evan melangkah keluar dari sekolahnya di tuntun nenek, dia menoleh ke belakang dan melihat siswi pemberani yang menolong dirinya berdiri di depan pintu gedung sekolahnya sambil melambaikan tangannya.
Wajahnya terlihat sedih namun dia tersenyum, Evan membalas lambaian tangan sang siswi sambil tersenyum lebar. Di dalam bis antar kota,
“Evan, ada yang mau nenek tanya sama kamu,” ujar nenek.
“Apa nek ?” tanya Evan.
“Kamu ingat kenapa kening kamu terluka ?” tanya nenek.
“Um...tidak nek,” jawab Evan.
“Gitu ya, bagus,” balas nenek tersenyum.
“Um nek, mama bunuh diri ya ? kata temen temen mama bunuh diri,” balas Evan.
Nenek terdiam, kemudian dia menoleh melihat Evan dan menatap Evan dengan tajam, raut wajahnya sedikit berubah,
“Mama kamu tidak bunuh diri, mama kamu tidak mungkin bunuh diri, mama kamu di bunuh seseorang, sudah jangan di bicarakan lagi,” ujar nenek.
Evan yang memang belum mengerti, terdiam dan tidak bertanya lagi, nenek merangkulnya dan merebahkan kepalanya ke dadanya,
“Dah kamu tidur dulu, perjalanan kita masih jauh,” ujar nenek.
“Iya nek,” balas Evan.
Evan memejamkan mata, senyum menghiasi wajahnya di barengi air mata yang menetes selagi dirinya di peluk sang nenek. Saat ini Evan belum mengetahui apa yang akan menunggunya di masa depan.
******
Kembali ke masa kini, Evan yang terbaring di ranjangnya dan memeluk Bella di sebelahnya masih merenung,
“Kembali lagi ke sana...aaaah gue pikir di sini gue udah enak, gue musti berhadapan lagi ama para pembuli itu, semoga saja sekolah nya nanti ga sama, lagipula gue tinggal di tempat mama meninggal, rumah dimana kening gue juga di lukai oleh orang itu, tempat semuanya bermula,” ujar Evan.
“Ngg,” Evan menoleh melihat Bella yang melenguh di sebelahnya, kemudian dia teringat siswi pemberani yang selalu bersama nya dan menegur dirinya ketika dia selalu di buli di sekolah.
Siswi itu kadang membelanya dan menolongnya dengan gagah, dia juga yang merayakan ulang tahun ke 12 Evan walau hanya menggunakan sepotong roti yang dia beli di warung dan di pasangi lilin.
Siswi itu menyanyikan selamat ulang tahun untuk nya dan untuk dirinya sendiri karena ulang tahun mereka di tanggal yang sama, namun dia tidak mengingat siapa namanya dan seperti apa wajahnya,
“Iya bener, ada juga yang seperti Bella ya dulu, kali aja gue bisa ketemu lagi buat ucapin terima kasih, tapi siapa ya namanya, kok gue lupa dan wajahnya kayak apa ya ? padahal waktu itu tiap hari gue ama dia loh,” ujar Evan.
“Kamu ga bobo ?” tanya Bella yang menatap wajah Evan.
“Belum bisa, tapi ngantuk sih hehe,” jawab Evan.
“Mau....main ?” tanya Bella merayu.
“Enggak dulu ya, kita tiap hari main selama 3 minggu, kalau kamu melendung gimana ?” tanya Evan.
“Hehe ya kawin lah, apa lagi,” jawab Bella santai.
“Enak aja, buat ngurus diri sendiri aja masih kekurangan duit, apalagi nambah satu bayi, bisa mati berdiri aku,” balas Evan.
“Hehe iya ngerti, ya udah bobo,” ujar Bella.
“Bel, nanya, kalau kita jual rumah nenek trus ke ibukota gimana ? kita terusin sekolah di sana aja,” ujar Evan.
Bella langsung duduk, wajahnya terlihat kaget dan sedikit ketakutan, kemudian dia menoleh melihat Evan yang menunggu pendapat nya.
“Berarti aku pulang ke kota asal dong,” gumam Bella.
“Hah ? emang nyokap dan bokap tiri kamu di sana ?” tanya Evan.
Bella mengangguk, kemudian dia kembali merebahkan dirinya dan memeluk Evan, dia merenung dan tatapan matanya terlihat kosong,
“Sori, kalau misalnya berat pindah ke sana, ga usah deh, kita di sini aja,” ujar Evan.
“Tenang aja, ga apa apa, aku ikut keputusan kamu, aku hanya mikir bakal jauh dari papa yang ada di penjara aja, karena penjara nya kan di kota ini, tapi boleh ga minta waktu dulu ? aku musti cari orang,” ujar Bella.
“Cari siapa ?” tanya Evan.
“Waktu itu aku punya temen, dia pergi ke kota ini, dia selalu di buli dan jujur aja aku khawatir dia gimana sekarang, alasan kedua aku datang ke kota ini selain menjenguk papa di penjara adalah mencari teman ku itu, sampai sekarang belum ketemu,” jawab Bella.
“Hmm...namanya ?” tanya Evan.
“Itu dia, aku lupa, yang aku ingat hanya julukannya, aku sebenarnya ga tau apa apa tentang dia, tapi rumahnya di ibukota aku tahu,” jawab Bella.
“Emang siapa julukannya, kali aja aku kenal,” balas Evan.
“Dia dulu di panggil gembel sama yang lain, aku selalu sama dia sejak kelas 2 sd,” balas Bella.
Evan langsung terduduk di ranjangnya, Bella langsung kaget dan duduk kemudian berbalik menatap Evan,
“Kenapa tiba tiba duduk, kaget tau ga,” ujar Bella.
“Sori boleh nanya sesuatu ?” tanya Evan.
“Apa ?” tanya Bella.
“Teman kamu itu, dia cowo kan, trus kerja menjadi pemulung dan dekil, trus pakai seragam lusuh setiap sekolah, bener ga ?” tanya Evan.
“Loh kok tahu ?” tanya Bella.
"Oh kebetulan kenal aja hehe," jawab Evan.
“Gyuut,” Evan langsung berbalik dan memeluk Bella, kemudian dia mencium Bella sampai membuat Bella bingung. Setelah melepaskan pelukannya,
“Ada apa ? kok tiba tiba meluk dan cium aku ? cemburu ya ? tenang aja, aku hanya mau tahu keadaannya saja, aku ga akan berpaling dari kamu kok,” ujar Bella bingung sambil menepuk nepuk punggung Evan dan tidak sadar kalau orang yang dia cari sedang memeluknya.
“Hehe iya ngerti, aku yakin dia baik baik saja kok,” balas Evan tersenyum.
Evan tersenyum lebar, dia merasa bahagia karena gadis yang dulu selalu membantunya tidak berubah sama sekali dan sekarang berada di pelukannya.
******
Sementara di dalam buku, Li Tian tersenyum dan melirik ke arah Gerard yang berdiri di sebelahnya dan melirik melihat dirinya,
“Apa ?” tanya Gerard.
“Benang merah ada kan, bayar,” jawab Li Tian membuka tangannya.
“Ck...satu sama,” decak Gerard menarik selembar uang merah dari balik jasnya dan memberikannya pada Li Tian.
“Sip, senang berbisnis dengan mu bos iblis,” balas Li Tian sambil menyimpan uangnya di dalam pakaian bela dirinya.
“Huh...dasar biksu sesat doyan duit,” balas Gerard.
"Lalu kenapa kamu malah menyuruh dia pulang ke rumah orang tua nya ? jangan bilang kamu mau memakai dia menguasai pemerintahan negara ini ?" tanya Li Tian.
"Yah agar dia mengerti apa yang terjadi dengan kembali ke rumah orang tua nya dan tenang saja, aku belum ada rencana untuk menggulingkan pemerintah," jawab Gerard.
"Belum ?" tanya Li Tian.
"Tergantung situasi hehe," jawab Gerard.