Karin, seorang editor buku yang sibuk, terbangun dalam tubuh Lady Seraphina Ashbourne, seorang karakter antagonis dalam novel percintaan terkenal yang baru saja ia revisi. Dalam cerita asli, Seraphina adalah wanita sombong yang berakhir tragis setelah mencoba merebut perhatian Pangeran Leon dari tokoh utama, Lady Elara.
Berbekal pengetahuannya tentang plot novel, Karin bertekad menghindari takdir suram Seraphina dengan mengubah cara hidupnya. Ia menjauh dari istana, memutuskan untuk tinggal di pinggiran wilayah Ashbourne, dan mencoba menjalani kehidupan sederhana. Namun, perubahan sikapnya justru menarik perhatian banyak pihak:
Pangeran Leon, yang mulai meragukan perasaannya pada Elara, tiba-tiba tertarik dengan sisi "baru" Seraphina.
Duke Cedric Ravenshade, musuh terbesar keluarga Seraphina, yang curiga terhadap perubahan sifatnya, mendekatinya untuk menyelidiki.
Sementara itu, Lady Elara merasa posisinya terancam dan memulai rencana untuk menjatuhkan Seraphina sebelum hal-hal di
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Achaa19, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 9
Bab 9: Pertarungan yang Memutuskan Takdir
Perang yang pecah di istana semakin memanas. Langit malam yang gelap diselimuti kilat, dan suara pertempuran memenuhi udara. Pangeran Leon dan Karin bergerak cepat di antara pasukan, menghindari pertarungan langsung dan fokus pada tujuan mereka: mengalahkan Lord Malvin dan mengungkap siapa yang benar-benar mengendalikan permainan ini.
Di sisi lain, Lady Elara berdiri di tempat yang tinggi, mengamati segala sesuatu dengan senyum yang tidak pernah pudar. "Ini belum selesai," bisiknya pada dirinya sendiri. "Mereka pikir mereka bisa mengalahkan kami? Belum tentu."
Pangeran Leon dan Karin berhasil menyusup ke dalam ruang istana, di mana mereka berharap bisa menemukan petunjuk lebih lanjut tentang langkah-langkah berikutnya dari Lady Elara dan Lord Malvin. Namun, saat mereka memasuki aula utama, mereka dikejutkan oleh sosok yang sudah mereka kenal.
"Kalian terlambat," suara dingin itu mengalir di udara.
Karin terkejut dan menoleh, matanya bertemu dengan mata Lord Malvin yang sudah mempersiapkan diri untuk menghadapi mereka. "Kenapa kau masih di sini?" Karin bertanya dengan penuh kebencian.
Lord Malvin tertawa kecil. "Mereka semua sudah terpikat dengan rencana kami. Tidak ada yang bisa menghentikan proses ini sekarang. Lady Elara sudah menyiapkan semuanya."
Pangeran Leon maju beberapa langkah, matanya penuh amarah. "Tidak akan ada yang menghentikan kami, Malvin. Kami akan menghancurkan apa yang sudah kau rencanakan."
Lord Malvin mengangkat tangan, memberi isyarat kepada pasukan yang bersembunyi di balik pintu aula. Dalam sekejap, pasukan berlapis besi menyerbu masuk, melancarkan serangan langsung kepada Pangeran Leon dan Karin.
Perkelahian pun dimulai. Pedang dan perisai saling bertabrakan, dan di tengah kekacauan itu, Karin berusaha memotong jalan menuju Lord Malvin. Namun, di setiap langkahnya, musuh-musuh yang lebih banyak dan lebih kuat muncul, membuatnya kesulitan untuk maju.
Sementara itu, Pangeran Leon memimpin pasukannya dengan tegas, berusaha melawan pasukan musuh yang semakin banyak. "Tetap terjaga!" serunya kepada pasukannya, "Kita tidak boleh mundur!"
Tiba-tiba, seorang prajurit berpakaian hitam yang terkenal dengan gerakan gesit dan keahliannya muncul di hadapan Karin. "Kau pikir kau bisa mengalahkan Lord Malvin begitu saja?" suara ini menantang, dan Karin segera mengenali wajahnya. "Damian."
"Damian?" Karin berkata dengan terkejut, matanya mencoba untuk mencerna apa yang terjadi. "Kau… kau juga bekerja untuk mereka?"
Damian tersenyum penuh kemenangan. "Aku selalu bekerja untuk siapa saja yang bisa memberi aku kekuatan dan keuntungan. Dan sekarang, Lady Elara dan Lord Malvin adalah pihak yang tepat."
Tanpa memberi Karin kesempatan untuk merespons, Damian menyerang dengan kecepatan luar biasa. Karin terpaksa menghindar dan melawan, meskipun gerakan Damian jauh lebih tajam dan mematikan. "Kau seharusnya tahu, Karin," katanya dengan suara dingin. "Kekuatan itu lebih berharga daripada prinsip."
Namun, meskipun Damian memiliki keunggulan dalam kecepatan, Karin tidak menyerah begitu saja. Ia berusaha menemukan celah dalam pertarungannya dan menggunakan kekuatannya untuk mengimbangi serangan Damian yang cepat dan tak terduga.
Di luar aula, pasukan Pangeran Leon mulai mendapat tekanan berat. Meskipun mereka memiliki sekutu yang datang untuk membantu, jumlah pasukan musuh yang terorganisir begitu banyak sehingga mereka mulai mundur sedikit demi sedikit. "Kami harus lebih cepat!" teriak Pangeran Leon pada komandan pasukannya.
Saat itu, sebuah ledakan keras terdengar dari bagian belakang istana, dan diikuti dengan kebakaran yang mulai menjalar. "Ini bukan hanya perang fisik," kata Karin, mengerti bahwa ada yang lebih besar sedang terjadi. "Lady Elara mengatur ini semua untuk menutupi jejaknya."
Dalam kekacauan itu, Karin berhasil menghindari serangan Damian dan melompat ke arah Lord Malvin yang sedang berada di posisi yang lebih tinggi, tampaknya menunggu pertarungan akhir. Pangeran Leon yang menyadari hal itu, segera memimpin pasukannya untuk mendekati Karin dan menutup ruang gerak lawan.
"Karin!" seru Pangeran Leon, yang akhirnya berhasil mencapai posisi mereka.
"Ini sudah waktunya," kata Karin, suara tegas dan penuh tekad.
Karin dan Pangeran Leon menghadap Lord Malvin bersama, dan dalam sekejap, mereka bergerak cepat menuju lawan mereka. Lord Malvin tersenyum, menganggap ini sebagai bagian dari permainannya yang terakhir. Namun, sebelum pertarungan yang menentukan itu dimulai, suara dari luar aula tiba-tiba menggema.
"Tunggu!"
Karin dan Pangeran Leon berbalik, dan di ambang pintu muncul seorang wanita yang dikenali oleh keduanya. "Lady Elara?" seru Pangeran Leon, suara penuh kebingungan.
Lady Elara memasuki aula dengan langkah anggun dan penuh kekuatan. "Ini bukan hanya tentang siapa yang menang dalam pertempuran fisik," katanya dengan suara rendah yang penuh perhitungan. "Ini tentang siapa yang bisa mengendalikan takdir."
Dengan langkah tenang, Lady Elara melangkah maju dan mengangkat tangan, memberi sinyal kepada pasukan yang tersembunyi di luar aula. Di belakangnya, pasukan dari kerajaan tetangga yang sebelumnya tidak terlibat kini muncul, dan mereka tidak tampak seperti sekutu biasa.
"Ini adalah kemenangan yang sudah kami siapkan dari awal," lanjut Lady Elara, matanya memandang tajam pada Pangeran Leon dan Karin. "Takdir sudah diatur."
Suasana di dalam aula semakin mencekam, terisi oleh ketegangan yang meluap. Pasukan yang terlibat dalam pertempuran luar biasa ini tak hanya berperang untuk hidup mereka, tetapi juga untuk nasib kerajaan yang sedang terancam. "Ini bukan hanya tentang taktik perang lagi," kata Pangeran Leon, matanya berkilat penuh tekad, "Ini tentang mempertahankan apa yang kita percayai."
Di sisi lain, Lady Elara berdiri tenang, seolah segala yang terjadi di sekelilingnya hanyalah bagian dari rencananya yang lebih besar. "Kalian masih belum mengerti," katanya dengan nada sabar, "Apa yang kalian pertaruhkan bukan hanya kerajaan ini, tapi nasib seluruh dunia yang tak kalian ketahui."
Karin menggertakkan giginya, merasakan betapa beratnya tekanan yang ada. "Nasib dunia?" katanya, penuh sindiran. "Jangan berpura-pura menjadi pahlawan, Elara. Kau hanya ingin kekuasaan."
Lady Elara tersenyum tipis, senyuman yang lebih mengerikan daripada sekadar kebencian. "Jika kekuasaan adalah jalan untuk menciptakan perubahan yang lebih baik, maka itu adalah pilihan yang tepat." Dia melangkah maju, menatap Karin dan Pangeran Leon dengan penuh perhitungan.
Saat itu, sebuah ledakan keras mengguncang bagian belakang aula, membuat semua orang terhuyung sejenak. "Apa itu?" seru Pangeran Leon, melihat api yang mulai menyebar di luar ruangan.
Lady Elara tidak terkejut. "Sebagian dari kerajaan kami sudah dipersiapkan untuk menghadapi setiap kemungkinan," katanya dengan tenang. "Apa yang terjadi sekarang adalah bagian dari strategi untuk mengubah takdir."
Karin menyadari bahwa mereka tidak hanya berhadapan dengan musuh yang kuat, tetapi juga dengan kekuatan yang lebih besar dari yang mereka perkirakan. "Kau merencanakan semuanya... dan bahkan menghancurkan kota untuk memastikan kemenanganmu."
Pangeran Leon memandang Karin dengan serius, kemudian mengalihkan pandangannya ke Lady Elara. "Ini bukan kemenangan, Elara. Ini adalah kehancuran, dan aku tidak akan membiarkannya terjadi."
"Kau tidak punya pilihan, Pangeran," jawab Lady Elara dengan suara yang menusuk. "Kalian sudah terperangkap dalam permainan yang lebih besar. Perlawananmu hanyalah bagian dari teka-teki ini."
Tak lama setelah kata-kata itu, pertempuran kembali pecah. Sersan Derek yang sebelumnya terluka, yang kini dengan pasukan tambahan datang untuk membantu, maju ke depan. "Kita harus bertarung sampai akhir!" serunya dengan semangat. "Ini bukan hanya untuk kita, ini untuk semua yang mempercayakan masa depan mereka kepada Pangeran Leon."
Karin mengangguk, merasakan semangat juang yang kembali menggelora dalam dirinya. Ia berlari ke arah salah satu pasukan Elara, dengan pedang terhunus siap menebas. Sementara itu, Pangeran Leon bergerak cepat menuju pusat pertarungan, berusaha memutuskan jalur komunikasi antara pasukan musuh dan Lady Elara.
Namun, saat mereka hampir mencapai tujuannya, sebuah kejutan tak terduga datang. Di tengah kekacauan itu, Lord Malvin, yang sebelumnya terlihat mundur, tiba-tiba muncul kembali di hadapan mereka. "Kalian benar-benar bertahan, ya?" katanya dengan senyum yang semakin lebar. "Tapi kalian tidak akan bisa menghindari apa yang sudah ditentukan."
Dia mengangkat tangan, dan sesaat kemudian, pasukan elit yang berpakaian hitam dan berbalut armor berkilat muncul, mengelilingi mereka. "Semuanya telah diatur," Lord Malvin melanjutkan. "Tidak ada yang bisa menggagalkan rencana kami."
Pangeran Leon dan Karin tersentak. "Ini adalah akhir dari segalanya," kata Lord Malvin dengan tawa yang membuat darah mereka mendidih.
Namun, saat keadaan semakin genting, Sersan Derek, meski terluka parah, berlari maju dengan pedang terhunus. "Tidak!" teriaknya, "Kami tidak akan menyerah begitu saja!" Dengan keberanian yang luar biasa, Derek memimpin serangan balasan, berusaha menggagalkan strategi Lord Malvin.
Pangeran Leon dan Karin yang melihat semangat tersebut, merasa bahwa harapan mereka tidak sepenuhnya hilang. Mereka segera mengikuti langkah Sersan Derek, dan serangan balasan dimulai. Ketika serangan pertama berhasil mengenai barisan musuh, pasukan setia mereka kembali menemukan keberanian yang sudah mulai pudar.
Namun, Lady Elara tetap diam di tempat, hanya mengamati pertempuran. Senyum tipisnya tidak hilang, meskipun situasi semakin memanas. "Kalian masih belum paham, ya?" katanya dengan suara yang penuh arti, "Kekalahan kalian hanyalah bagian dari takdir yang lebih besar. Semua ini sudah kami persiapkan dengan sempurna."
Di tengah pertempuran, Sersan Derek berhasil membuka jalan ke arah Lord Malvin, yang tampaknya sedikit terkejut dengan serangan mendalam yang datang tiba-tiba. Pangeran Leon melihat kesempatan itu. "Ini waktunya!"
Dengan satu serangan tajam, Pangeran Leon dan Karin menyerang, berhasil menembus pertahanan Lord Malvin. Namun, justru saat itu, sebuah ledakan besar terdengar di luar, mengiringi runtuhnya sebagian besar bangunan istana.
"Apa yang terjadi?" teriak Karin, namun ia segera merasakan apa yang sudah dipersiapkan oleh musuh. "Semua ini hanya rencana untuk menghancurkan segalanya!"
Pangeran Leon melihat kerusakan yang semakin meluas, menyadari bahwa meskipun mereka bisa mengalahkan Lord Malvin, tugas mereka untuk menyelamatkan kerajaan ini jauh lebih besar. "Kita harus menghentikan ini semua!" teriaknya, tetapi kali ini dengan rasa putus asa yang menggelayuti hatinya.
---