NovelToon NovelToon
About Rain And You

About Rain And You

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Duda
Popularitas:903
Nilai: 5
Nama Author: Ika Putri

Hujan deras di tengah malam menyatukan langkah dua orang asing, Dasha dan Gavin di bawah payung yang sama. Keduanya terjebak di sebuah kafe kecil, berbagi cerita yang tak pernah mereka bayangkan akan mengubah hidup masing-masing.

Namun hubungan mereka diuji ketika masa lalu Gavin yang kelam kembali menghantui, dan rahasia besar yang disimpan Dasha mulai terkuak. Saat kepercayaan mulai retak, keduanya harus memilih menghadapi kenyataan bersama atau menyerah pada luka lama yang terus menghantui.

Mampukah Dasha dan Gavin melawan badai yang mengancam hubungan mereka? Ataukah hujan hanya akan menjadi saksi bisu sebuah perpisahan?

Sebuah kisah penuh emosi, pengorbanan, dan perjuangan cinta di tengah derasnya hujan. Jangan lewatkan perjalanan mereka yang menggetarkan hati.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ika Putri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 26

Saat Dasha dan Gavin sedang memilih pakaian bayi di salah satu sudut pusat perbelanjaan, suasana terlihat ramai oleh para pengunjung. Dasha, yang tampak antusias memegang baju mungil berwarna pastel, tidak menyadari bahwa seorang ibu-ibu berjalan terburu-buru ke arahnya sambil membawa tas belanjaan besar.

Tanpa sengaja, mereka bertabrakan. Tas belanjaan ibu itu hampir terjatuh, namun Gavin dengan sigap membantu menahan agar tidak jatuh sepenuhnya.

"Oh, maaf, saya tidak sengaja," ujar Dasha dengan nada panik sambil membantu ibu tersebut.

"Tidak apa-apa, Nak. Malah saya yang mungkin terlalu terburu-buru," jawab ibu itu sambil tersenyum ramah.

Gavin kemudian menambahkan, "Apakah Anda baik-baik saja? Kami benar-benar minta maaf."

Ibu itu mengangguk, lalu melirik barang-barang di tangan Dasha. "Wah, sedang persiapan untuk si kecil, ya? Selamat, ya."

Dasha tersenyum, sedikit malu. "Iya, terima kasih."

Setelah memastikan semuanya baik-baik saja, mereka pun melanjutkan belanja sambil sesekali tertawa kecil mengingat kejadian barusan. Di tengah persiapan untuk menyambut bayi, momen-momen kecil seperti ini justru menambah warna hari mereka.

Setelah kejadian itu, Dasha dan Gavin kembali fokus memilih perlengkapan bayi. Mereka berhenti di rak berisi pakaian bayi berbahan lembut dengan motif lucu. Dasha memegang sebuah onesie kecil berwarna putih dengan gambar seekor beruang kecil.

"Yang ini lucu sekali, Gav. Bagaimana menurutmu?" tanya Dasha sambil memegang pakaian itu ke arah Gavin.

Gavin tersenyum lembut. "Aku suka. Tapi, bagaimana kalau kita juga pilih yang warnanya lebih cerah? Supaya si kecil nanti punya banyak variasi."

Dasha mengangguk setuju, dan mereka mulai membandingkan beberapa pilihan lain. Sementara itu, di sudut lain, ibu yang sebelumnya bertabrakan dengan Dasha terlihat memperhatikan mereka dari kejauhan. Ia lalu mendekat lagi, kali ini dengan membawa sebuah baju bayi mungil berwarna kuning dengan motif bunga.

"Maaf kalau mengganggu lagi, tapi saya tadi melihat kalian. Ini salah satu baju favorit saya waktu memilih untuk cucu saya. Mungkin kalian suka?" katanya dengan nada ramah, menyodorkan baju tersebut.

Dasha tampak sedikit terkejut, namun senyumnya segera melebar. "Wah, terima kasih banyak, Bu. Ini sangat manis. Saya suka warnanya."

"Ah, bagus kalau suka. Selamat, ya. Semoga bayi kalian lahir sehat dan membawa banyak kebahagiaan," ujar ibu itu sambil tersenyum sebelum melangkah pergi.

Setelah ibu itu pergi, Gavin menoleh ke Dasha sambil tersenyum. "Kelihatannya hari ini kita bertemu banyak orang baik. Sepertinya baju ini harus kita beli."

"Setuju. Mungkin ini jadi baju keberuntungan si kecil," balas Dasha dengan tawa kecil.

Mereka melanjutkan belanja dengan perasaan hangat, merasa bersyukur akan kebaikan yang datang dari orang asing di tengah kesibukan persiapan menyambut anggota baru keluarga mereka.

.

.

.

.

.

Di sebuah ruang tamu sederhana dengan dekorasi klasik, Bu Laras duduk termenung di kursi kayu favoritnya. Di tangannya tergenggam erat sebuah foto lama wajah seorang anak perempuan kecil dengan senyum ceria. Pandangannya kosong, namun hatinya penuh gejolak. Wajah perempuan muda yang ditemuinya di pusat perbelanjaan beberapa hari lalu terus terbayang, mirip sekali dengan wajah anak perempuannya yang hilang 15 tahun silam.

"Mah, lagi mikirin apa?" suara berat Pak Arman, suaminya, memecah keheningan. Ia baru saja pulang kerja dan meletakkan tas kerjanya di meja.

Bu Laras tersentak. Ia cepat-cepat menyeka sudut matanya yang sedikit basah. "Eh, Papah. aku nggak mikirin apa-apa kok," jawabnya sambil tersenyum tipis, meski nada suaranya terdengar ragu.

Pak Arman mengerutkan kening, lalu duduk di sebelah istrinya. "Aku kenal kamu bukan sebentar mah. Ada yang kamu pendam, kan? Cerita sama aku sini."

Bu Laras menggigit bibirnya sejenak, kemudian menyerahkan foto yang dipegangnya. "Beberapa hari lalu, waktu di mall aku bertemu seorang perempuan muda. Wajahnya mirip sekali sama Alesha Pah. Mata, senyum semuanya. Rasanya seperti melihat dia lagi."

Pak Arman tertegun, menatap foto itu lekat-lekat. "Apa kamu yakin? Banyak orang yang wajahnya mirip mah. Jangan-jangan kamu hanya terlalu merindukan Alesha."

"Tapi kali ini berbeda, Pah. Ada sesuatu di hati saya yang bilang itu dia. Kalau saja saya sempat tanya lebih banyak waktu itu" suara Bu Laras mulai bergetar, air matanya mengalir pelan.

Pak Arman menarik napas panjang, lalu menggenggam tangan istrinya erat. "Kalau benar firasatmu, mungkin Tuhan sedang memberi petunjuk. Kita bisa coba cari tahu siapa dia. Apa kamu ingat namanya atau ada petunjuk lain?"

Bu Laras menggeleng pelan. "Saya tidak sempat tanya apa-apa, Pak. Tapi mereka sedang belanja perlengkapan bayi. Mungkin mereka pasangan muda yang tinggal di dekat sini."

Pak Arman mengangguk tegas. "Baik. Kita coba cari tahu. Tapi kita harus tenang, jangan sampai harapan ini membuatmu terluka lagi."

Dengan dukungan suaminya, Bu Laras merasa sedikit lebih kuat. Dalam hati, ia berdoa agar kali ini firasatnya benar, dan pertemuan itu bukanlah kebetulan. Mungkinkah Tuhan sedang memberinya kesempatan untuk bertemu kembali dengan putrinya yang hilang?

Hari berikutnya, setelah lama termenung memikirkan kejadian itu, Bu Laras memberanikan diri untuk memulai pencarian. Bersama Pak Arman, mereka memutuskan untuk kembali ke pusat perbelanjaan tempat pertemuan itu terjadi.

Setibanya di sana, mereka berjalan perlahan menyusuri lorong-lorong, memperhatikan setiap pasangan yang lewat. Hati Bu Laras berdebar-debar, berharap bisa bertemu lagi dengan perempuan muda yang membangkitkan kenangannya.

Mereka berhenti di toko perlengkapan bayi tempat pertemuan itu terjadi. Sambil berpura-pura melihat-lihat barang, Bu Laras bertanya kepada seorang pegawai yang sedang membereskan rak.

“Maaf, Mbak,” sapa Bu Laras lembut. “Beberapa hari lalu saya melihat pasangan muda belanja di sini. Perempuan itu sedang hamil, dan suaminya tinggi, rambut agak keriting. Apa Mbak ingat mereka?”

Pegawai itu berpikir sejenak. “Oh, pasangan itu? Saya ingat. Mereka sempat belanja beberapa baju bayi di sini. Perempuannya sangat ramah, ya?”

Bu Laras mengangguk, senyumnya tipis. “Iya, betul. Apa Mbak tahu mereka sering ke sini?”

Pegawai itu tampak ragu. “Saya tidak tahu pasti, Bu. Tapi saya sempat dengar mereka menyebut nama restoran di mal ini. Mungkin mereka sering makan di sana.”

Pak Arman langsung menimpali, “Restoran apa, Mbak?”

“Restoran di lantai atas, yang dekat jendela besar itu. Namanya Little Garden." jawab pegawai itu.

Mereka mengucapkan terima kasih dan segera menuju lantai atas. Saat memasuki restoran tersebut, mereka disambut pelayan dengan ramah. “Selamat siang, Bapak, Ibu. Silakan pilih meja.”

Pak Arman menjelaskan, “Kami sedang mencari pasangan muda yang sering ke sini. Perempuan itu sedang hamil. Apa Anda tahu siapa mereka?”

Pelayan itu tersenyum kecil. “Oh, mungkin yang Anda maksud Pak Gavin dan Bu Dasha yang sering datang ke sini di akhir pekan? Biasanya mereka datang dengan anak mereka bu, dan Mall ini merupakan milik pak Gavin jadi beliau sering kesini.” Mata Bu Laras berbinar. Ini petunjuk lain yang membawa mereka lebih dekat.

Pak Arman mengangguk. “Terima kasih. Kita akan datang lagi akhir pekan ini,” katanya kepada Bu Laras.

Dengan langkah pelan, mereka keluar dari restoran, membawa harapan yang semakin besar. Di dalam hati, Bu Laras berdoa agar minggu ini menjadi titik terang dari penantiannya selama bertahun-tahun. Jika perempuan muda itu benar-benar Alesha, maka Tuhan telah mendengar doanya.

1
Jihan Hwang
hai aku mampir...masih nyimak, mampir juga yuk dikarya ku/Smile/
polarbear
Terimakasih sudah membaca novel saya semoga suka ya temen-temen 😁
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!