Di balik wanita yang selalu di bully dan di hina culun ini ternyata mempunyai kehidupan yang begitu misterius dan tidak ada yang mengetahui siapa dia yang sebenarnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon xialin12, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 08
Setelah seharian Xixi membiarkan beberapa perusahaan itu kesulitan dan mendapatkan kerugian yang sangat besar, akhirnya Xixi menarik kembali virus yang dia kirim pada sistem keamanan komputer di beberapa perusahaan itu.
Mereka sudah cukup merasakan bagaimana susahnya dan tertekannya ketika mereka di tindas oleh orang lain.
Itu baru satu hari mereka di tekan oleh virus yang Xixi kirim. Tapi mereka, sudah sering melakukan manipulasi dan melakukan hal-hal yang membuat orang lain menderita berhari-hari bahkan bertahun-tahun.
Saat ini kondisi beberapa perusahaan yanh Xixi serang bisa di bilang hampir bangkrut. Banyak poin perusahaan yang hilang, harga saham yang turun dengan drastis dan juga, tidak sedikit dari klien yang membatalkan kerjasama secara sepihak dengan perusahaan mereka.
Beberapa investor juga menarik kembali uang yang yang sudah mereka investasikan pada beberapa perusahaan itu.
"Bagaimana rasanya merasakan di tindas oleh virus kecil dariku? Kalian para orang-orang jahat memang pantas mendapatkan sedikit pelajaran." Ucap Xixi yang melihat berita di televisi sambil menikmati cemilan yang dia beli.
Ting
Sebuah notifikasi pesan pada ponsel Xixi berbunyi. Xixi melihat layar ponselnya. Di layar ponsel itu tertera nomor yang tidak Xixi kenal mengirimkan satu pesan. Xixi menekan icon pesan pada layar ponselnya, lalu membaca pesan itu.
09654xxxx : Bagaimana keadaanmu? Apakah lukanya masih sakit? Leon.
Xixi membaca ulang pesan yang baru saja dia terima, dan berkali-kali membaca nama yang ada di barisan paling bawah pesan itu, karena dia takut matanya sudah benar-benar minus.
Setelah Xixi melihat lagi dan membenarkan nama yang di bawah pesan itu, Xixi yakin jika matanya baik-baik saja.
"Leon?" Gumam Xixi yang masih menatap ponselnya dengan tidak percaya.
Xixi terdiam dengan ponsel yang masih ada di genggaman tangannya. Dia sedang berfikir dari mana Leon tahu nomor ponselnya.
Karena jika di ingat lagi, Lulu tidak menyukai Leon. Bahkan dia pernah membentak Leon di kelas. Jadi sangat tidak mungkin jika Lulu yang memberikan nomor ponselnya pada Leon.
Dapat dari Joseph? Itu lebih tidak mungkin, karena dia tidak mempunyai nomor Xixi.
Xixi menggelengkan kepalanya, dia lalu mengetik sesuatu pada layar ponselnya.
"Aku balas begitu saja. Aku malas berurusan dengan salah satu anak orang kaya itu." Ucap Xixi.
Xixi meletakan kembali ponselnya diatas meja, dia tidak mau terus memikirkan orang yang pernah mempermalukannya. Xixi kemudian mengambil obat yang di beri oleh kakaknya dan mengoleskan krim pada wajah serta lengannya yang terluka.
"Shhh, mereka benar-benar seperti seorang penjahat ynag berkedok mahasiswa. Pukulannya sangat keras sekali." Desis Xixi saat lukanya terkena krim.
***
Di tempat lain, Leon yang sedang bermain game terkejut saat ponsel yang tidak sengaja dia duduki karena sedang bermain game, bergetar beberapa kali.
Leon mengambil ponsel yang ada di bawah pahanya, lalu melihat notifikasi yang ada di layar ponselnya.
"Xixi? Dia membalas pesanku." Gumam Leon.
Leon menekan tombol pause pada stick PlayStation nya. Dia lalu menekn icon pesan di layar ponselnya untuk membuka pesan balasan dari Xixi.
Xixi : Sudah lebih baik.
Leon bergumam tapi tak bersuara saat membaca pesan dari Xixi.
"Sangat singkat sekali. Apa dia masih marah padaku?" Ucap Leon pada dirinya sendiri.
Leon berniat untuk membalasnya, tapi saat akan mengetik dia terdiam. Dan langsung mematikan ponselnya.
"Sudahlah, nanti saja kalau di kampus aku akan coba bersikap biasa padanya."
Leon melemparkan ponselnya diatas ranjang lalu dia melanjutkan permainannya yang tadi sempat terhenti.
Tok tok tok
Suara ketukan pintu kamar Leon, membuatnya kembali berhenti bermain. Leon dengan sedikit malas berdiri dan berjalan untuk membuka pintu.
"Mama?" Ucap Leon saat melihat ibunya yang berdiri didepan pintu kamarnya.
"Apa Mama boleh masuk? Ada yang ingin Mama katakan."
Leon mengangguk "Ayo masuk Ma."
Ibu Leon masuk kedalam kamar Leon yang terlihat cukup rapi untuk kamar seorang laki-laki.
Ibu Leon duduk di tepi ranjang lalu menatap Leon.
"Ada apa Ma? Tumben sekali, sepertinya sangat serius."
"Iya, memang serius."
Leon berjalan mendekati ibunya dan duduk di sampingnya "Ada apa Ma?"
"Minggu depan Mama akan pergi ke rumah teman Mama, dan Mama ingin kamu ikut dengan Mama kesana."
Leon langsung merasa tidak bertenaga mendengar itu.
"Ma, Leon sudah bilang. Leon akan mencari sendiri wanita yang Leon sukai, kenapa Mama selalu memperkenalkan Leon dengan anak teman-teman Mama?"
"Siapa, Mama tidak pernah memperkenalkan kamu dengan anak teman-teman Mama."
"Lia, Mika, Andrea dan yang terakhir Rachel. Wanita yang sudah melukai teman Leon sampai teman Leon itu harus dibawa ke rumah sakit."
Ibu Leon terdiam, dia tahu apa yang Leon katakan benar. Tapi semua itu juga dia lakukan demi Leon. Karena dia ingin Leon mendapatkan wanita yang baik untuk calon istrinya nanti.
"Leon, ini yang terakhir. Mama janji."
"Ma..."
Loen melihat mata Mamanya yang seperti sedang memohon, dan dia sangat tidak menyukai saat ibunya melakukan itu, karena dia pasti tidak bisa berkata tidak jika sudah seperti itu.
"Huft, oke Leon akan ikut. Tapi ini yang terakhir, jika ada lain kali lagi, Leon akan pindah dari rumah ini."
"Iya Mama janji, Mama berjanji ini yang terakhir."
"Iya."
"Terima kasih sayang, kamu memang anak yang paling baik. Kalau begitu Mama akan memberitahu teman Mama dulu, jika minggu depan Mama akan kesana dengan kamu. Pasti akan sangat menyenangkan."
"Iya, terserah Mama mau bagaimana. Sekarang Mama bisa keluar dulu. Leon mau main lagi."
"Kamu ini, bukannya bantu Papa mengecek berkas perusahaan di ruang kerja Papa mu, malah main game terus."
"Ini Leon baru main Ma, biasanya juga Leon bantuin Papa."
"Benarkah?"
Leon mengangguk "Iya, Mama saja yang tidak tahu itu."
"Ya sudahlah, terserah kamu saja."
Ibu Leon yang merasa senang karena Leon mau ikut dengannya minggu depan, keluar dari kamar Leon.
Leon yang melihat itu hanya bisa menggelengkan kepalanya. Dia tidak mengerti kenapa ibunya itu selalu mendorong-dorong dirinya untuk segera punya kekasih. Padahal dia sudah berkata jika dia tidak suka dengan kencan buta atau perjodohan seperti itu.
Setelah ibunya keluar, Leon kembali duduk di depan televisi lalu melanjutkan permainannya, tanpa peduli apa yang akan terjadi dan siapa yang akan dia temui minggu depan di rumah teman ibunya itu.
Dia juga tidak memikirkan harus memakai pakaian apa, dan harus bersikap bagaimana saat bertemu dengan teman ibunya nanti . Itu karena dia sudah terbiasa menghadapi temam-teman ibunya dan anak mereka yang akan dia temui.