Prang!!!
Seeeeettt!!
Hujan deras menyelimuti malam ketika Hawa Harper mendapati sebuah mobil mewah terguling di jalan sepi. Di balik kaca pecah, ia melihat seorang pria terluka parah dan seorang anak kecil menangis ketakutan. Dengan jantung berdebar, Hawa mendekat.
“Jangan sentuh aku!” suara pria itu serak namun tajam, meski darah mengalir di wajahnya.
“Tuan, Anda butuh bantuan! Anak Anda—dia tidak akan selamat kalau kita menunggu!” Hawa bersikeras, melawan ketakutannya.
Pria itu tertawa kecil, penuh getir. “Kau pikir aku percaya pada orang asing? Kalau kau tahu siapa aku, kau pasti lari, bukan menolong.”
Tatapan Hawa ragu, namun ia tetap berdiri di sana. “Kalau aku lari, apa itu akan menyelamatkan nyawa anak Anda? Apa Anda tega melihat dia mati di sini?”
Ancaman kematian anaknya di depan mata membuat seorang mafia berdarah dingin, tak punya pilihan. Tapi keputusan menerima bantuan Hawa membuka pintu ke bahaya yang lebih besar.
Apakah Hawa akan marah saat tahu kebenarannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mommy JF, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27: Ancaman di Balik Bayangan
“Mas, ini serius?” suara Hawa bergetar ketika membaca pesan di ponsel Harrison yang ia temukan tanpa sengaja. Kata-kata dalam pesan itu begitu mengancam, membuat dadanya berdebar kencang. “Siapa yang berani mengancam kita? Dan kenapa mereka tahu tentang Emma?”
Harrison menghela napas panjang, mendekati Hawa dengan tenang. Ia mengambil ponsel dari tangannya dan menggenggam jemarinya erat. “Hawa, kamu nggak perlu khawatir. Aku sudah mengatasinya. Mereka tidak akan bisa menyentuh kita.”
Hawa menatap Harrison dengan mata penuh kecemasan. “Mas, mereka menyebut nama Emma di sini. Bagaimana kalau mereka benar-benar berbuat sesuatu? Aku nggak mau kehilangan Emma, Mas. Aku nggak akan sanggup.”
Harrison menarik Hawa ke dalam pelukannya, mendekapnya erat seolah ingin melindunginya dari seluruh dunia. Ia membelai lembut rambut Hawa, mencoba menenangkan istrinya yang mulai terisak.
“Hawa, dengerin aku baik-baik,” bisik Harrison lembut namun penuh keyakinan. “Aku nggak akan membiarkan siapa pun menyakiti kamu atau Emma. Mereka cuma ingin menggertak, tapi aku sudah tahu siapa dalangnya. Aku akan selesaikan ini malam ini juga.”
Hawa menjauhkan diri sedikit dari pelukan Harrison, menatap matanya dengan air mata yang belum kering. “Mas, kenapa kamu nggak kasih tahu aku dari awal? Kenapa harus aku tahu dari pesan ini?”
Harrison menunduk sesaat, lalu mengangkat wajahnya kembali, menatap Hawa dengan penuh penyesalan. “Aku nggak mau kamu khawatir. Aku tahu ini bukan hal kecil, tapi aku nggak mau kamu merasa terancam. Kamu dan Emma adalah hal paling berharga dalam hidupku. Tugasku adalah memastikan kalian selalu aman.”
Hawa terdiam, tapi ketakutannya belum sirna. “Mas, janji ya. Kamu nggak akan bertindak gegabah. Aku nggak mau sesuatu terjadi padamu juga. Aku nggak akan bisa hidup tanpamu.”
Harrison merengkuhnya dalam pelukan erat, memberikan kehangatan dan rasa aman yang ia butuhkan. “Aku janji, Hawa. Aku nggak akan gegabah. Kamu harus percaya sama aku.”
Namun, saat Hawa mencoba menguatkan hatinya, ia tak bisa menyembunyikan rasa takut yang terus menghantui. Ia tahu Harrison adalah pria yang kuat dan tegas, tapi ancaman seperti ini terasa terlalu nyata baginya.
Malam itu, Harrison memutuskan untuk bertemu dengan orang yang menjadi dalang ancaman tersebut. Ia mengenakan setelan kasual namun rapi, dan sebelum pergi, ia kembali menemui Hawa yang duduk di ruang tamu dengan tatapan kosong.
“Mas, kamu yakin harus pergi sendiri?” tanya Hawa dengan nada khawatir.
Harrison mendekatinya, berlutut di hadapan Hawa, lalu menggenggam kedua tangannya. “Sayang, aku harus lakukan ini. Kalau aku nggak bertemu dia sekarang, dia akan merasa menang. Aku nggak mau mereka pikir aku lemah.”
Hawa menunduk, menatap jemari Harrison yang hangat di tangannya. “Kalau sesuatu terjadi padamu, aku nggak tahu harus bagaimana.”
Harrison tersenyum tipis, lalu mengangkat tangan Hawa dan mengecupnya lembut. “Nggak akan ada apa-apa. Aku akan kembali ke sini malam ini juga. Kamu dan Emma adalah alasan aku terus berjuang, Hawa. Jangan pernah lupa itu.”
Dengan berat hati, Hawa mengangguk. Saat Harrison berdiri, ia menariknya ke dalam pelukan terakhir sebelum pria itu pergi.
“Mas, hati-hati ya,” bisiknya.
Harrison mengangguk, mengecup kening Hawa untuk terakhir kalinya sebelum meninggalkan rumah.
***
Di sebuah gudang tua di pinggiran kota, Harrison akhirnya bertemu dengan Samuel, rival bisnisnya yang selama ini menyimpan dendam. Samuel duduk dengan santai di atas sebuah peti kayu, senyum sinis terpampang di wajahnya.
“Aku tahu ini ulahmu, Samuel,” kata Harrison dingin, suaranya menggema di dalam ruangan yang sepi. “Apa yang kamu dapat dari mengganggu hidupku?”
Samuel tertawa kecil, suaranya terdengar penuh ejekan. “Hidupmu terlalu sempurna, Harrison. Aku hanya ingin melihat bagaimana kamu bertahan ketika semuanya hancur.”
Harrison mendekat dengan langkah penuh percaya diri, matanya menatap Samuel dengan tajam. “Kamu salah besar. Aku nggak akan jatuh hanya karena permainan kotor kamu. Kalau kamu berani mendekati keluargaku lagi, aku akan memastikan nama kamu hilang dari dunia bisnis.”
Samuel terdiam, meski ekspresinya tetap mencoba terlihat tenang. Namun, jelas terlihat kegugupan di matanya. Ia tahu Harrison bukan pria yang mudah ditaklukkan.
“Anggap ini peringatan terakhir, Samuel,” lanjut Harrison. “Jangan pernah coba main-main lagi, atau aku nggak akan segan-segan menghancurkan kamu.”
Samuel tertawa getir, mencoba menyembunyikan ketakutannya. “Kamu terlalu percaya diri, Harrison. Tapi baiklah, aku akan mundur. Untuk sementara.”
Harrison mengangguk tipis. Ia tahu Samuel tidak akan benar-benar menyerah, tapi ia juga tahu bahwa pria itu kini lebih berhati-hati.
Ketika Harrison kembali ke rumah, Hawa langsung menyambutnya di pintu dengan pelukan erat.
“Mas, kamu nggak apa-apa?” tanya Hawa dengan mata yang masih basah karena menangis.
Harrison mengangguk, membelai rambut Hawa lembut. “Aku sudah bilang, aku akan kembali. Mereka nggak akan berani macam-macam lagi.”
Hawa menatap Harrison dengan rasa lega sekaligus kekaguman. Ia tahu Harrison adalah pria yang kuat, tapi malam ini, ia menyadari bahwa pria itu juga adalah pelindung sejatinya.
“Mas, terima kasih karena selalu ada untukku,” bisik Hawa, suaranya penuh kehangatan.
Harrison tersenyum, lalu membawa Hawa ke dalam pelukan erat. “Kamu dan Emma adalah segalanya untukku, Hawa. Aku nggak akan pernah biarkan apa pun menyakiti kalian.”
Namun, di balik malam yang tampak tenang itu, Samuel duduk di kantornya dengan rencana baru. “Kamu memang kuat, Harrison. Tapi aku belum selesai denganmu,” gumamnya.
Hawa yang malam itu juga diantar kembali oleh Harrison ke rumah orang tuanya. Sesuai dengan janjinya yang tidak akan bermalam sampai pernikahan.
Meskipun Harrison berhasil mengatasi ancaman kali ini, bahaya yang lebih besar tampaknya sedang mengintai. Akankah Samuel kembali? Atau ada musuh lain yang siap menghancurkan kebahagiaan Harrison dan Hawa?
Bersambung.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Hi semuanya, jangan lupa like dan komentarnya ya.
Terima kasih.