Aku hidup kembali dengan kemampuan tangan Dewa. Kemampuan yang bisa mewujudkan segala hal yang ada di dalam kepalaku.
Bukan hanya itu, banyak hal yang terjadi kepadaku di dunia lain yang penuh dengan fantasi itu.
Hingga akhirnya aku memiliki banyak wanita, dan menjadi Raja Harem yang membuat semua pria di dunia ini merasa iri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Karma-Kun, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mau Gimana Lagi?
“Kenapa kamu diam saja, Brian? Apa kamu tak senang dengan kehamilanku?” Tanya Laura membuyarkan lamunanku.
Aku spontan menoleh wajah Laura, sungguh cantik sekali memang rupa wanita rubah ini, apa lagi tubuhnya tampak sekal dengan buah dada sangat montok.
Naif aku bila tak menyukai wanita seperti Laura, terlebih dia sedang mengandung anak dari pemilik tubuh ini alias si Brian.
Namun, aku masih belum siap kalau harus menjadi seorang ayah sekarang. Aku juga tak ingin terikat oleh satu wanita karena masih belum puas menikmati kehidupan baru di dunia ini.
“Aku senang kok Laura, tapi aku ….”
“Kamu belum siap menjadi seroang ayah, kan?” Sela Laura beranjak duduk di sampingku lalu merebahkan kepalanya di pundak ku.
“Kamu tenang saja, Brian. Aku tak akan minta tanggung jawab sama kamu atas anak ini, setidaknya kamu harus mapan dulu dan bisa menjadi kepala keluarga. Aku juga mengerti pikiran mu, jadi kamu tak usah khawatir dengan keberadaan anak ini,” tambah Laura.
“Apa kamu berniat mengurus anak itu sendirian?” Tanyaku memastikan.
“Ya, kurang lebih seperti itu, lagian aku yang memulainya sejak awal, jadi aku harus bertanggung jawab hingga akhir,” jelas Laura.
“Nggak bisa kayak gitu dong, aku juga harus bertanggung jawab atas anak kita,” tukas ku spontan. Rasanya tak tega kalau harus membiarkan Laura mengurus anak Brian seorang diri.
Laura menggeleng, lalu menatap ku dengan serius, “Kamu fokus saja belajar di sekolah Elliot hingga kamu menjadi seorang ksatria sihir terkuat seperti ayahmu. Aku tak ingin kamu banyak berpikir tentang masalah anak ini. Biar aku saja yang memikul semuanya untuk sementara waktu,” ujarnya.
Aku benar-benar tersentuh oleh sikap Laura saat ini, tak menduga wanita rubah itu bersedia memikul beban berat dan mau menunggu hingga aku sukses nanti.
“Terima kasih, Laura. Aku janji akan melakukan yang terbaik demi kamu dan anak kita,” balasku percaya diri.
Mau gimana lagi? Beras sudah menjadi nasi sekarang, dan aku harus menjaganya sebaik mungkin agar nasi itu tidak menjadi bubur.
Setelah itu, kami melakukannya lagi dengan teramat liar. Laura benar-benar memberikan segala kemampuannya untuk memenuhi imajinasiku, yang di mana aku sendiri tak mampu menahannya hingga akhir, dan harus kalah dalam beberapa ronde.
Bahkan, dalam permainan itu, kami melakukan hal yang sangat tabu, di mana aku bisa mencicipi lubang yang tak semestinya dimasuki.
***
Seminggu kemudian.
Tak terasa waktu berlalu sangat cepat setelah aku pulang ke kastil keluarga Argus, dan aku benar-benar mendapatkan banyak pelajaran berharga selama seminggu ini, terutama dari Laura.
Sungguh tak kusangka sama sekali, bahwa Laura bersedia memberitahuku tentang keberadaan sebuah Dungeon atau tempat para monster berkumpul yang terletak tak jauh dari kastil ini.
Tentu saja Laura mau memberi informasi tersebut setelah aku berhasil menguasai beberapa sihir baru, juga setelah aku berhasil memuaskan birahi aneh yang selalu diminta oleh wanita rubah itu.
Permainan di dalam lubang pantat pun sudah menjadi kebiasaan baru bagi Laura setiap kali aku menyetubuhinya, ia mengaku sangat ketagihan ketika punyaku menghujam dalam di dalam lubang tempat kotoran itu.
Untung saja aku tidak memiliki pikiran yang seperti Laura meski punyaku sudah berulang kali mencocol lubang pantatnya. Kalau tidak, aku sudah pasti akan melakukan hal serupa kepada Catrine dan Helena.
Selain itu, Putri Maria, Aluna dan Jerry pergi meninggalkan kastil keluarga Argus sejak tiga hari yang lalu. Mereka terpaksa pulang ke ibu kota karena ada tugas dari baginda Ratu.
Entah apa tugas yang sudah diberikan Baginda Ratu kepada ketiga orang itu, yang pasti mereka bisa aku temui lagi setelah aku berhasil masuk ke sekolah Elliot nanti.
Omong-omong aku, Catrine dan Helena sudah berada tepat di depan pintu masuk Dungeon yang dimaksud Laura sebelumnya. Kini kami sedang beristirahat sejenak sembari mengisi perut karena sudah keroncongan sejak tadi.
“Apa kamu yakin tak ada monster berbahaya di dalam dungeon ini? Soalnya, aku masih ragu sama ucapan Nyonya Laura,” ucap Catrine agak khawatir.
“Santai saja, lagian monster apa yang bisa muncul di dalam dungeon? Paling-paling cuman ada pasukan tengkorak atau goblin,” jelasku sangat percaya diri.
“Goblin? Kenapa kamu pikir ada goblin di dalam sana? Mahluk itu seharusnya tinggal di benua kegelapan, kan?” tanya Helena kebingungan.
Aku juga bingung sebenarnya, tapi aku masih bisa menanggapi pertanyaan Helena dengan tenang.
“Kata siapa goblin hanya tinggal di benua kegelapan? Mahluk itu bisa saja tinggal di benua kita asalkan ada tempat untuk berkembang biak, Dan dungeon ini sangat cocok untuk dijadikan tempat mereka bersarang,” ujarku sekenanya, lagian aku sudah pernah nonton anime Goblin Slayer makanya aku bisa menjelaskan seperti itu kepada Helena.
“Masa sih? Kok aku baru dengar ada hal semacam itu di dunia kita? Keberadaan goblin seharusnya sudah punah sejak perang besar ratusan tahun yang lalu,” tukas Catrine tak percaya.
“Nah, justru karena peperangan itu membuat goblin bisa tinggal di benua kita. Mereka mahluk yang selalu penuh dengan nafsu, dan bisa berkembang biak dengan cepat asalkan ada pasangan untuk membuat anak. Hmm, kalian juga pasti sudah dengar gosip meresahkan tentang beberapa wanita yang tiba-tiba menghilang di sekitar sini, kan? Aku curiga kalau mereka sudah diculik oleh goblin-goblin itu,” jelasku, sengaja memberikan informasi rahasia di depan Catrine dan Helena.
Aku juga sebenarnya belum paham betul dengan masalah ini, cuman baru dengar sekilas dari Laura saat berlatih sihir beberapa waktu yang lalu.
Meski demikian, aku tak bisa tinggal diam ketika tahu ada warga kota Lunar yang sedang mengalami masalah serius. Aku harus bergerak cepat sebelum korban semakin banyak.
“Ya sudah, kita akan temukan jawabannya setelah masuk ke dalam dungeon. Pokoknya, aku tak akan percaya sebelum bisa melihat dengan mataku sendiri,” ujar Helena seraya menelan habis semua makanan di mulutnya, lalu berdiri dan hendak membuka pintu dungeon itu.
Aku diam-diam tersenyum kecil saat melihat penampilan Helena yang tampak menggemaskan dengan pakaian perangnya. Dia mengakui pakaian itu sebagai pakaian peninggalan dari leluhur suku Gwayan. Namun, aku melihatnya sebagai pakaian cabul karena pakaian itu hanya menutupi benjolan kecil pada bukit kembar dan lubang pada selangkangannya.
Sedangkan penampilan Catrine masih sama sepeti biasa dengan pakaian pelayan kesayangannya. Sekujur tubuhnya memang terlihat sangat tertutup dalam pakaian itu, tapi aku merasa jauh lebih tertarik dibanding saat aku melihat penampilan Helena.
Entah apa yang terjadi pada gairahku saat ini, yang pasti aku sudah terlalu sering melihat tubuh wanita sehingga mataku agak sedikit bosan dengan keindahan semacam itu. Makanya, aku lebih senang dengan pakaian tertutup alih-alih pakaian seksi.
“Tunggu, Helena. Biar aku saja yang membuka pintu itu. Kalian ikuti aku dari belakang,” ujarku bergegas ke depan Helena. Kemudian pegang gagang pintu itu secara perlahan, dan aku bisa langsung merasakan kekuatan sihir sangat kuat yang mengalir begitu saja ke tangan Dewa.
“Kamu baik-baik saja, Brian? Kenapa kamu mematung seperti itu?” tanya Catrine membuyarkan lamunanku.
“Ah, aku tak apa kok, barusan hanya sedikit terkejut,” jawabku masih ragu-ragu, soalnya aku bisa merasakan keberadaan mahluk sangat kuat saat tangan Dewa menyentuh gagang pintu dungeon.
“Ayo kita masuk sekarang, kita jangan menunda waktu lagi,” ucap Helena, mulai mengambil langkah setelahnya.
Aku buru-buru mendahului Helena demi menjaga keselamatannya, tak mungkin aku membiarkan gadis polos itu memimpin jalan untuk menelusuri tempat berbahaya ini.
“Aku merasakan keberadaan mahluk hidup tak jauh di depan kita, jumlah mereka mungkin ada lima orang,” ucap Catrine sembari menunjuk ke arah yang dimaksud.
“Serahkan padaku, mereka sudah pasti goblin,” sahut Helena, lalu berlari secepat kilat dengan belati terhunus tajam.
Dan benar saja, memang ada lima ekor goblin yang sedang berkumpul di depan sana. Mereka sepertinya sedang membahas sesuatu dalam bahasa monster.
Aku sontak waspada setelah tahu indentitas musuh, begitu pula dengan Helena yang tiba-tiba beringsut mundur saat hendak menusukan belatinya.
“Apa yang terjadi? Kenapa kamu mundur?” tanyaku berbisik kepada Helena.
“M-Mereka sepertinya bukan goblin biasa, aku samar-samar merasakan kekuatan luar biasa dari kelima goblin itu,” jelas Helena.
“Kok bisa? Mereka seharusnya hanya goblin, kan? Kekuatan mereka tak mungkin bisa melebihi kekuatan manusia,” ucapku kebingungan sendiri jadinya.
“Mutan goblin! Ya, mereka sudah pasti mutan goblin dari kerajaan Bellfast. Aku pernah mendengar tentang mahluk itu dari seorang ksatria tua yang pernah pergi ke benua kegelapan,” ujar Catrine dari arah belakang.
“Mutan gimana maksudmu? Apa mereka sangat berbahaya?” tanyaku memastikan.
“Sangat berbahaya sekali, Brian. Kekuatan satu mutan goblin saja sudah setara dengan kekuatan ksatria biasa,” ungkap Catrine.
“Gawat dong kalau begitu, gimana kalau kita mundur saja selagi mereka masih belum menyadari keberadaan kita?” usul Helena tampak panik.
Aku sontak melihat kembali ke arah kelima goblin itu, dahiku mengerut seketika karena sosok mereka benar-benar di luar dugaanku.
Meski begitu, aku tak ingin menyerah dan masih ingin menjelajahi dungeon ini. Batinku merasa ada sesuatu yang salah dan harus segera aku selesaikan dengan cepat.
“Aku akan menyerang mereka sekarang, kalian tunggu saja di sini,” ucapku seraya menghunuskan pedang ke arah lima mahluk itu, kemudian aku rapalkan jurus penguat senjata untuk membuat api Amaterasu.
Wush!
Aku menebaskan pedang sekuat tenaga, seketika terbentuk gelombang api berwarna hitam yang menghujam langsung ke tubuh salah satu golin.
“Bakarlah monster itu sampai benar-benar habis,” ucapku lagi saat ku lihat api amaterasu membakar goblin itu.
Harusnya sih begitu kalau berdasarkan kekuatan Uciha Sasuke pada anime Naruto. Sayangnya, kekuatan seranganku tidak berdampak sama sekali, kelima goblin itu masih diam di tempat dan terus mengobrol seakan tidak memperdulikan seranganku barusan.
...