Warning bijak membaca!!!
Rangga adalah seorang pemuda yang gemar membuat syair, hingga pada suatu malam dia bermimpi dikejar oleh seseorang kakek misterius yang mengaku sebagai titisan pendekar syair berdarah, sejak itu semua syair yang tercantum menjadi sebuah mantra sakti. dilarang keras untuk mempelajari atau menghafalkan syair yang ada di novel ini, karena semua hanya imaginasi author saja
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon hafit oye, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menyusun Rencana
" Pemirsa kembali dalam hotline new, saya Kriswiyanto memberikan informasi untuk anda. Telah ditemukan puluhan mayat disebuah rumah bernuansa kayu di area gunung Arjuna, kedua mayat tersebut ditemukan dengan kondisi tewas dengan cara mengenaskan, 1 mayat laki laki tua diperkirakan berumur 65 tahun dengan kepala hancur, sedangkan 1 mayat dengan leher tergores dengan luka cukup dalam. Dan puluhan lainnya dengan kondisi mengeluarkan darah dari telinga mereka. Polisi tengah menyelidiki kasus ini, terkait hal ini pihak pihak terkait terutama pengelola gunung Arjuna baru mengetahui jika diarea selepas pos 1 ada sebuah rumah bernuansa kayu jati. Penemuan mayat ini ditemukan oleh pendaki yang tanpa disadari mengambil jalan pintas, saat melihat didepan rumah kayu tersebut, mereka melihat sekumpulan mayat yang tergeletak disana. Lalu melaporkan penemuan mereka itu kepada pengelola gunung Arjuna. Setelah itu bersama pihak berwajib dan pengelola gunung Arjuna langsung menuju ke TKP. Pihak berwajib masih mendalami kasus ini, karena tidak ada sidik jari dari orang lain disana kecuali sidik jari dari puluhan mayat itu. Saya Kriswiyanto RKtv melaporkan dari TKP. Selamat sore, selamat bertemu disatu jam mendatang. "
" Pah, ini tempat kemarin mamah disekap pah! Mamah ingat pertama dibawa kerumah kayu itu, setelah itu mamah tidak tahu lagi, sadar sadar mamah sudah berada disebuah rumah bilik. " Ucap Cindy pada Ferdinand tak kala pada sore hari mereka tengah menonton televisi dikamar mereka.
" Kamu yakin mah!? Apa penyidik akan berhasil menangkap siapa pelaku pembunuhan itu? " Wajah Ferdinand sedikit muram, dia takut jika akhirnya polisi bisa mengetahui kalau Rangga telah membunuh mereka semua.
" Iya tidak akan terjadi masalah besar juga pah, kalau pada akhirnya polisi bisa mengetahui siapa pelaku pembunuhan, aku akan bersaksi jika mereka semua telah menculik aku. " Cindy berusaha menenangkan Ferdinand, walau sebenarnya perasaan yang sama tengah dirasakan oleh Cindy.
" Tapi mah, mereka tidak menemukan sidik jari Rangga dan Wilona disana, artinya Rangga sudah sangat matang memikirkan untuk hal kedepannya. "
" Coba kita ke kamar Rangga saja pah, bagiamana? "
" Apa kita tidak mengganggunya mah, pastinya Rangga sangat lelah apa lagi semalaman harus menyetir mobil sendirian. "
" Kita ke kamar Wilona saja dulu pah. "
" Baiklah, sekarang juga kita kesana. "
Keduanya pun keluar dari kamar, setelah berada didepan kamar Wilona mereka lalu mengetuk pintu kamar.
Tok! tok! tok!
" Wilona sayang. Ini mamah dan papah sayang. Apa kamu bisa keluar sebentar. " Suara Cindy memanggil dengan suara pelan.
Tak lama kemudian pintu kamar pun terbuka, terlihat rambut Wilona sedikit acak acakan, matanya pun masih terpejam, terlihat juga Wilona menguap didepan kedua orang tuannya, dengan menutup dengan satu tangannya.
" Ada apa mah, sepertinya ada hal sangat penting? "
" Betul sayang, ini papah sama mamah baru saja melihat berita tentang beberapa orang mati secara mengenaskan, kita cemas dengan Rangga, takut pihak berwajib bisa mengetahui kalau Rangga yang membunuh mereka semua. Apa kamu bisa membangunkan Rangga? " Ucap Ferdinand dengan raut muka serius.
Mendengar hal itu raut wajah Wilona berubah panik, dia langsung memburu kekamar yang ditempati oleh Rangga. Tanpa merespon ucapan papahnya. Kedua orang tuanya langsung mengikuti Wilona berjalan dibelakang.
Tok! Tok!
Rangga! tolong buka pintu kamar, Rangga! " Wilona yang terlihat panik berujar sedikit keras seraya tangannya mengetuk pintu kamar.
Tak berapa lama pintu kamar terbuka, Rangga sudah terlihat rapih, seperti baru saja mandi.
" Ada apa Wilona?, ee pah, mah? " Dahi Rangga sedikit mengerut.
Ferdinand pun menjelaskan perihal apa yang ada diberita, setelah mendengar apa yang diucapkan, Rangga tersenyum dengan raut tidak ada sedikit pun kecemasan.
" Tenang saja, tidak akan bisa melacak siapa pelakunya, sidik jari Rangga tidak akan bisa terbaca oleh pihak berwajib, aku sudah menghilangkan bukti itu sebelum menemui mamah ketempat dimana disembunyikan. Jadi kita tunggu saja perkembangan beritanya, pastinya ini juga sudah terdengar oleh pihak Federico dan anak buahnya. "
" Syukurlah, papah hanya takut kamu tertangkap Rangga. " Kali ini Ferdinand sedikit lega, tak ada gurat kecemasan lagi diwajahnya.
" Lagi pula tempat itu tidak ada yang tahu sebelumnya. Karena eyang Cantilan sudah memagarnya, ini akan menjadi sebuah tanda tanya besar. Bahkan pihak Federico tidak akan mencium jika semua perbuatan aku yang melakukannya. Tapi hal perlu diperhatikan adalah tentang timbul masalah baru, dimana pasti Federico akan melakukan siasat baru, untuk mencari tau tentang siapa yang sedang berada di keluarga papah saat ini dan sebelum itu kita harus bergerak terlebih dahulu. "
" Iya lebih cepat lebih baik, papah dan mamah sudah tidak sabar untuk bisa mengetahui dengan mata kepala sendiri jika Federico adalah otak dari penculikan istriku. "
" Besok papah harus kumpulkan semua anak buah, jadi lusa kita adakan penyerangan dalam senyap. " Ucap Rangga.
" Aku percayakan semuanya ini padamu Rangga. Kalau begitu papah dan mamah tinggal dulu Rangga.
" Iya pah. "
" Mamah tinggal dulu ya Rangga. "
" Iya mah. "
Ferdinand dan Cindy meninggal Rangga dan Wilona, keduanya kembali kelantai bawah.
" Pantas saja aku seperti mencium bau kurang sedap. " Ucap Rangga seraya menutup hidung dengan jari telunjuknya.
" Maksud kamu Rangga? kamu pikir aku bau? " Wilona kemudian memburu kearah Rangga dengan niat untuk memberi pukulan, wajahnya sedikit menekuk, Rangga sama sekali tak menangkis pukulan Wilona, tangan itu dibiarkan begitu saja mengenai dadanya yang bidang. Setelah tangan itu sudah memukul dadanya, dengan cepat tangannya menarik tangan Wilona hingga tubuhnya Wilona berhasil dipeluknya.
Srett!!
" Tapi ternyata bukan, kamu ternyata wangi walau pun habis bangun tidur. " Ucap Rangga ketika mengendus dipundak Wilona.
" Ih.. kamu ya! " Wilona memasang wajah cemberut tapi wajahnya ditempelkan kebahu Rangga.
" Ya sudah kamu mandi sana. Aku tunggu dibawah, aku mau pulang kerumah dulu, untuk menemui mamahku. " Ucap Rangga mencondongkan wajahnya untuk melihat wajah Wilona.
" Iya. " Wilona pun melepaskan pelukan Rangga, lalu dirinya melangkah menuju kamarnya.
Sementara itu.
" Brengsek! Siapa orang yang sudah membantai mereka, kenapa bisa diketahui keberadaannya? " Ucap si penelpon yang terdengar sangat marah diujung telepon sana.
" Kami akan segera mencari tahu bos. Maafkan atas kelalaiannya ini. " Jawab seseorang yang bersuara berat yang tengah menerima telepon.
" Saya tidak mau tahu! Secepatnya cari informasi dan bawa Cindy, jangan sampai keluargamu aku hancurkan. Ingat itu! "
Tut.. Tut..
Si penerima telepon tampak gusar, dia sedikit mengacak ngacak rambutnya. Rautnya semakin terlihat cemas, lalu dia menekan dial dihpnya.
" Bowo! Segera keruangan saya sekarang. " Setelah itu dia mematikan kembali telepon genggamnya.
Tak lama seorang mengetuk pintu ruangan.
" Masuk! "
Setelah itu pintu ruangan terbuka laki laki bertubuh tegap muncul dari balik pintu, dengan setengah berlari langsung mendekati orang itu, dia terlihat memandang kearah luar dari kaca ruang kerjanya.
" Perintah bos! "
" Besok kumpulkan semua anak buahmu, untuk menyusun strategi baru, cari tahu siapa yang berhasil menyelamatkan orang tua gadis itu. " Suara berat itu terdengar tanpa sedikit pun menoleh, orang itu masih memandang kearah jendala.
" Baik Bos! "