NovelToon NovelToon
Berondong Itu Adik Tiriku

Berondong Itu Adik Tiriku

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Berondong / Ketos / One Night Stand / Nikah Kontrak / Cinta pada Pandangan Pertama
Popularitas:2k
Nilai: 5
Nama Author: NinLugas

Veltika Chiara Andung tak pernah membayangkan hidupnya akan jungkir balik dalam sekejap. Di usia senja, ayahnya memutuskan menikah lagi dengan seorang perempuan misterius yang memiliki anak lelaki bernama Denis Irwin Jatmiko. Namun, tak ada yang lebih mengejutkan dibanding fakta bahwa Denis adalah pria yang pernah mengisi malam-malam rahasia Veltika.

Kini, Veltika harus menghadapi kenyataan menjadi saudara tiri Denis, sambil menyembunyikan kebenaran di balik hubungan mereka. Di tengah konflik keluarga yang rumit, masa lalu mereka perlahan kembali menyeruak, mengguncang hati Veltika.

Akankah hubungan terlarang ini menjadi bumerang, atau malah membawa mereka pada takdir yang tak terduga?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NinLugas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Silent treatment

Denis duduk di ujung tempat tidur, matanya tertunduk, tangan terlipat di depan dada. Suasana di dalam kamar terasa berat, dan meskipun Veltika berdiri di hadapannya, dia hanya diam, seolah-olah tidak peduli dengan keberadaannya.

"Kenapa harus seperti ini, Veltika?" Denis akhirnya membuka mulut, suaranya penuh dengan kekesalan. "Aku cuma peduli padamu, tapi kenapa kamu selalu menolak?"

Veltika menyandarkan tubuhnya ke meja rias, menatap Denis dengan mata yang tak kalah tajam. Dia bisa merasakan kemarahan Denis yang mulai mendalam, namun di sisi lain, dia juga merasa lelah dengan sikap kekanak-kanakan pria itu.

"Kamu masih seperti anak kecil, Denis," jawab Veltika, suaranya datar, tanpa emosi. "Kamu hanya tahu marah dan mendiamkan, tanpa mencoba mengerti apa yang aku inginkan."

Denis menatapnya, matanya mengisyaratkan bahwa dia tak tahu harus bagaimana. Dia ingin Veltika mengerti, tapi entah kenapa, setiap kali dia mencoba berbicara atau menunjukkan perasaannya, Veltika justru semakin menjauh.

"Aku tidak ingin ini berlarut-larut," lanjut Veltika, dengan sedikit penekanan di setiap kata. "Aku sudah cukup dewasa untuk tahu apa yang aku butuhkan. Dan ini bukanlah cara yang sehat untuk menjalani hubungan."

Denis terdiam. Kata-kata Veltika menusuk perasaan dan egonya. Tetapi, di dalam hatinya, ia merasa bingung, seolah-olah ada bagian dari dirinya yang ingin memperbaiki semuanya, namun tak tahu bagaimana caranya.

"Aku cuma ingin kamu mengerti, Veltika," Denis akhirnya berkata, suaranya pelan, hampir terdengar rapuh. "Tapi sepertinya, aku selalu saja salah di matamu."

Veltika menatapnya lebih lama, mempertimbangkan jawabannya. Namun, dia tahu, sikap kekanak-kanakan Denis justru membuat segalanya lebih rumit. "Mungkin kamu perlu waktu untuk tumbuh, Denis," katanya pelan, lalu berbalik dan keluar dari kamar, membiarkan Denis dengan semua amarah dan kebingungannya sendiri.

Veltika meninggalkan kamar dengan langkah cepat, meskipun hatinya berat. Dia tahu Denis sedang berjuang dengan perasaannya, namun sikapnya yang kekanak-kanakan dan cenderung mengontrol membuat semuanya terasa semakin rumit. Veltika merasa, untuk saat ini, dia harus memberi ruang untuk Denis berpikir dengan tenang, tanpa gangguan dari dirinya.

Malam itu, saat dia duduk di ruang tamu sendirian, perasaan cemas mulai menghampiri. Veltika tahu bahwa keputusan untuk memberi Denis waktu bukanlah hal yang mudah. Namun, dia merasa itu adalah pilihan terbaik. Mereka berdua membutuhkan ruang untuk memahami diri mereka sendiri dan perasaan satu sama lain. Tidak ada yang bisa dipaksakan, terutama perasaan yang seharusnya berkembang dengan saling pengertian, bukan dengan emosi yang membabi buta.

Veltika memandangi jari-jarinya, teringat akan ciuman mereka yang penuh gairah, dan bagaimana semuanya terasa begitu sempurna dalam sekejap, namun malah berubah kacau setelahnya. Dia menyadari bahwa dia tidak bisa terus terjebak dalam perasaan yang hanya didasarkan pada ketertarikan fisik dan emosi sesaat. Dia butuh lebih dari itu—kejelasan, kedewasaan, dan, yang terpenting, kebebasan untuk memilih tanpa merasa terjebak dalam hubungan yang penuh tekanan.

Namun, di satu sisi, hatinya merasa sakit. Denis adalah seseorang yang sulit ia lepaskan, seorang pria yang membuatnya merasa hidup kembali, meskipun seringkali dia merasa terjepit oleh sikap kekanak-kanakannya.

"Aku hanya ingin kita bisa dewasa tentang ini," gumam Veltika pelan, mencoba menenangkan dirinya sendiri. Dia berharap Denis akan menyadari bahwa kedewasaan itu penting, lebih dari sekadar perasaan sementara yang sering membuat segalanya berantakan.

Veltika duduk di sofa, memandangi layar ponselnya. Pesan yang dia ketik untuk Refal terasa berat, tetapi dia tahu itu keputusan yang tepat. "Maaf, Refal. Aku harus membatalkan pertemuan kita malam ini. Ada hal yang perlu aku selesaikan." Setelah menekan tombol kirim, dia menatap pesan itu sejenak, perasaan campur aduk memenuhi hatinya. Dia tahu ini adalah bentuk penghargaan untuk Denis, meski dia tidak mengatakan apapun padAnya.

Veltika menghela napas panjang. Dia tidak bisa terus-menerus berbohong pada dirinya sendiri. Meskipun Denis terkadang bersikap kekanak-kanakan dan menekan, ada sisi dirinya yang benar-benar membuatnya terhubung. Jika perasaan mereka ingin bertahan, Veltika tahu bahwa ia harus belajar untuk memberi ruang pada Denis dan juga dirinya sendiri. Tidak ada yang bisa dipaksakan, apalagi dengan hadirnya orang lain seperti Refal yang sering kali datang membawa perasaan berbeda yang membuatnya ragu.

Namun, keputusan untuk tidak memberitahukan Denis tentang pembatalan pertemuannya dengan Refal adalah langkah yang sulit. Dia takut jika dia memberitahunya, Denis akan merasa semakin cemburu atau bahkan lebih marah. Veltika ingin menjaga kedamaian antara mereka, meskipun dia merasa itu mungkin akan menambah jarak yang tersembunyi di antara keduanya.

Waktu berjalan lambat, dan dia menunggu Denis untuk keluar dari kamarnya, berharap mereka bisa berbicara dengan kepala dingin. Namun, hatinya sedikit cemas. Apakah Denis akan merasa dia telah mengabaikan kebutuhan emosionalnya hanya karena perasaan terhadap Refal?

Tak lama kemudian, Denis muncul di ambang pintu, tatapannya masih menunjukkan kekesalan yang belum sepenuhnya reda. Veltika merasa sejenak waktu terasa sangat berat, namun ia memutuskan untuk tidak membiarkan ketegangan itu menguasai mereka.

"Apa yang terjadi, Veltika?" Denis bertanya dengan nada yang sedikit lebih tenang, meskipun masih ada ketegangan di suaranya. "Kenapa kamu tidak memberitahuku?"

Veltika menatapnya dalam-dalam, mencoba menemukan kata-kata yang tepat. "Aku hanya ingin menghargai hubungan kita, Denis," jawabnya dengan suara pelan. "Aku tahu aku tidak bisa mengontrol semuanya, tapi aku ingin kamu tahu, ini adalah keputusan untuk kita berdua."

Denis terdiam beberapa saat, matanya memandangnya penuh pertanyaan. Veltika merasa, untuk pertama kalinya dalam beberapa waktu, ada sedikit cahaya di antara mereka yang kembali menyinari hubungan yang sempat gelap.

***

Setelah membaca pesan dari Veltika, rasa kecewa langsung terlihat jelas di wajah Refal. Matanya yang biasanya penuh semangat kini tampak redup, dan bibirnya terkatup rapat. Pesan singkat itu menyisakan banyak pertanyaan dalam dirinya, meskipun dia mencoba untuk mengerti.

"Jadi, ini benar-benar terjadi..." gumam Refal pelan, menatap layar ponselnya yang masih memancarkan cahaya lembut. Beberapa detik berlalu sebelum dia meletakkan ponselnya di meja dengan perlahan. Rasa kecewa mengalir di hatinya, tapi dia berusaha menahan diri, mencoba untuk tidak menunjukkan betapa terluka hatinya.

Dia mengingat kembali setiap percakapan mereka, setiap tawa yang dibagi, dan bagaimana dia merasa ada kemungkinan lebih dari sekadar teman biasa. Namun, kenyataan datang begitu saja, tak ada penjelasan yang mendalam, hanya sebuah pesan yang singkat namun penuh arti. Veltika memilih untuk mundur, dan Refal tahu itu adalah keputusan yang dibuat untuk Denis, meskipun dia ingin menahan diri untuk tidak terlalu menyalahkan siapa pun.

"Semuanya sudah jelas, ya?" Refal berbicara pada dirinya sendiri, meskipun hatinya menolak menerima kenyataan itu. Ia tahu, meskipun dia merasa terkejut dan kecewa, Veltika sedang berusaha untuk menghargai hubungan yang sedang terjalin dengan Denis. Mungkin, dalam waktu dekat, dia harus melepaskan rasa yang tumbuh dalam dirinya, meskipun itu sangat sulit.

Dia memejamkan matanya sejenak, menarik napas dalam-dalam. "Baiklah, Veltika," ucapnya pelan, seolah memberi persetujuan pada keputusan yang sudah dia ambil. "Aku akan menghargai itu, meskipun hati ini tak mudah untuk menerima." Refal meminum segelas Wine.

1
Nikodemus Yudho Sulistyo
Menarik. pasti lebih banyak intrik nantinya. lanjut...🙏🏻🙏🏻
NinLugas: iya ni mau lanjut nulis lg, semngt juga kamu ka
Nikodemus Yudho Sulistyo: tapi menarik kok. semangatt...
total 3 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!