Andara Mayra terpaksa menerima perjodohan dengan seorang pria yang sudah dipilihkan oleh ayahnya.
Namun dibalik perjodohan yang ia terima itu ternyata ia sudah memiliki kesepakatan sebelumnya dengan sang calon suami. kesepakatan jika setelah satu tahun pernikahan, mereka akan bercerai.
akankah mereka benar-benar teguh pada kesepakatan mereka? atau malah saling jatuh cinta dan melupakan kesepakatan itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon wiwit rthnawati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
air terjun
"Yyya gak bisa gitu. Pokoknya gak bisa. Mas gak boleh melanggar kesepakatan." Aku kembali gugup oleh tingkahnya. Wajahnya sudah sangat dekat dengan wajahku, ia bahkan sudah memiringkan wajahnya seperti hendak menciumku.
Drrrrrrt
Dering ponsel milik mas Bara tiba-tiba berbunyi. Sontak ia menarik tubuhnya dan mengacak rambutnya kasar.
Aku bernafas lega. Akhirnya aku terlepas juga dari jeratan buaya satu itu.
"Ya sayang?"
"Ya sayang, ya sayang. Dasar buaya" Aku menggerutu mendengar cara bicaranya. Sontak ia mendelik menatapku.
"Hmmm." Kurasa dia tak melepaskan tatapannya dariku. Aku jadi ngeri sendiri disini.
"Aku lagi di puncak."
"Disini susah signal. Video call juga pasti jelek."
Sepertinya dia sedang menelpon dengan mbak ana. Lebih baik aku keluar dan menghindarinya.
Kuhirup udara sore dengan kabut yang mulai menyelimuti resort.
Bunga-bunga nan cantik menghiasi taman di resort ini.
"Kenapa ninggalin hmm?" Mas Bara sedikit berlari mensejajarkan langkahnya denganku.
"Bukannya sedang asyik melepas rindu dengan mbak ana?"
"So tahu. Eh lihat itu." Mas Bara menunjuk sebuah kolam ikan yang cukup besar. Disana ada dua angsa yang seperti sedang bercengkrama. Bahkan kedua kepala mereka sesekali menyatu membentuk seperti sebuah hati.
"Lucu banget sih mereka." Aku memandang gemas kedua angsa itu.
"Jadi pengen kayak mereka." Ucapan mas Bara kembali membuatku mendelik aneh padanya.
"Akhir-akhir ini kayaknya mas Bara sakit deh. Nanti kalau sudah pulang kita kedokter yah?" Aku menatapnya mengejek.
"Boleh. Ke dokter kandungan gimana? Kita program hamil?" Aku melotot melihatnya. Orang ini benar-benar sudah tidak waras. Aku segera berjalan meninggalkannya.
"Kita makan dulu yuk. Gak laper apa." Mas Bara langsung menarik tanganku menuju restaurant yang ada disana. Semenjak kepergian mbak ana tingkah orang ini memang berubah. Sepertinya mbak ana harus segera kembali deh.
"Bebek bakar madu ya mas." Aku memesan bebek bakar dan teh hijau hangat. Pasti enak dimakan pas dingin-dingin gini.
Setelah perut terisi saatnya kami kembali ke kamar. Langkahku mulai ragu perlahan. Aku kok takut ya berdua-duan dengan mas Bara. Gimana kalau dia macem-macem. Aku ini kan kecil, sedang dia besar dan berotot gitu. Gimana kalau dia. Aku terus menggelengkan kepala membuang pikiran-pikiran buruk dalam otakku.
"Kenapa? Kok berhenti?" Mas Bara memandangku aneh.
"Enggak. Aku masih mau di luar. Mas Bara duluan saja."
Mas Bara pun masuk, sementara aku yang sebenarnya sudah lelah dan mengantuk harus menunggu dulu di luar sampai dia tertidur.
"Sudah dua jam loh kamu di luar. ngapain sih? Kok gak masuk masuk? Mau masuk angin?"
Aku terperanjat karena mas Bara keluar. Ternyata ia belum tidur juga. Padahal disini aku sudah mengantuk.
"Kok mas Bara belum tidur sih?"
"Nungguin kamu lah."
"Nungguin aku?" Jangan-jangan benar dia mau macam-macam lagi.
"Jangan aneh-aneh deh mikirnya. Aku gak bakalan ngapa-ngapain kamu kok. Cuma mau foto bareng aja dan dikirim ke mama papa. Mereka butuh bukti kalau kita lagi honeymoon." Aku yang sudah lelah dan mengantuk tak mengerti dengan ucapannya. Sontak ia langsung menarik tanganku masuk. Ia bahkan mendudukkanku diatas pahanya.
Cekrek
Mas Bara mengambil gambarku yang berada diatas pangkuannya.
Setelah selesai ia berpindah duduk di atas ranjang tambahan dan berbaring disana.
"Sudah tidur sana. Aku tahu kamu lelah dan ngantuk kan? Kamu gak perlu khawatir. Aku gak bakal ngapa-ngapain kamu kok. Aku juga mau tidur."
Kulihat mas Bara membalikkan badannya memunggungiku dan setelah cukup lama aku membaringkan tubuhku yang sudah sangat ingin tidur ini.
Akupun terlelap.
"Good night istri kecilku." Seperti mimpi, mas Bara mengecup keningku dengan wajah yang tersenyum hangat memandangku.
Pagi hari yang segar. Sejuknya pemandangan kebun teh dan udara yang masih bersih membuatku lumayan relax.
"Mau kemana hari ini?" aku terkejut karena mas Bara sudah berdiri disampingku dengan keadaan Rapi.
"Kemana ya? Aku gak tahu. Kan aku baru kesini. Jadi aku gak tahu ada tempat apa saja disini.
"Mau lihat air terjun?"
"memang disini ada air terjun?" aku menatapnya penasaran
"Ada."
"Emang Mas Bara mau, ngajak aku kesana?"
"Kalau kamu mau, kenapa enggak. Ayo."
Ia menarik tanganku berjalan menuju mobilnya.
Kami hanya membutuhkan waktu lima belas menit untuk sampai di tempat yang di maksud mas Bara.
Sebuah air terjun yang tak begitu tinggi namun cukup indah untuk dinikmati.
"Mau merasakannya?"
"Hah?" Aku ternganga saat mas Bara mengulurkan tangannya mengajakku turun menuju air terjun.
"Gak bahaya mas?" Aku sedikit ragu dengan ajakannya. Pasalnya kulihat dibawah sana sepertinya banyak batu dan cukup licin juga.
"Enggak. Kamu tenang saja. Ada aku yang akan selalu menjagamu."
Ia memegang tanganku dan menatap mataku dengan penuh keyakinan.
Akhirnya akupun turun bersamanya.
Ia membawaku menuju sebuah batu besar yang berada sedikit dekat dengan air yang terjun dari atas. Air yang cukup dingin membuatku sedikit bergidik, namun aku masih bisa menikmatinya. Apalagi posisi yang begitu dekat dengan air terjun, membuat kami bisa sedikit merasakan percikan air yang jatuh dari atas.
"Bukankah ini menyenangkan?" Kedua tangan mas Bara terulur ke samping, matanya terpejam merasakan air yang sedikit menyiprat pada wajahnya. Niat jahil ku akhirnya kumat.
Kupercikan air ke wajahnya. Sontak ia terperanjat dan menatapku tajam. Namun sedetik kemudian ia ikut melakukan hal yang sama denganku.
"Mau basah-basahan kan? Rasakan ini." Ia terus melakukannya dengan intens, membuat baju yang kami pakai akhirnya basah.
"Mas ih, jadi basah kan?" Aku sedikit kesal karena ia sudah membuat baju yang ku pakai basah.
"Biarin. Siapa juga yang duluan?"
"Ya tapi kan aku gak sampe buat mas Bara basah." Aku mencoba menghindar darinya, tapi batu yang sedikit licin membuatku hampir saja tergelincir.
"Aaaa." Tangan mas Bara langsung menarik tanganku dan membuat tubuhku menempel pada tubuhnya. Kini kami saling berhadapan dengan tangan mas Bara yang melingkar erat di pinggangku.
posisi yang begitu intim membuat tatapan kami bertemu, ia mendekatkan wajahnya padaku.
cup
Ia mengecup bibirku lembut dan itu membuat tubuhku mematung tak dapat merespon. Oh tuhan setelah ciuman pernikahan waktu itu, kini ia kembali menciumku, dan bahkan ia sedikit melumatnya. Hello Mayra, kenapa diam saja?
Aku mencoba mendorong tubuhnya, namun tanganya yang melingkar di pinggangku terasa sangat erat, dan itu membuatku kesulitan.
"Mmmmh." Aku mencoba memukul dadanya pelan. Cukup lama hingga akhirnya berhasil membuatnya melepaskanku.
"Manis." Ia tersenyum smirk menatapku.
"Dasar buaya mesum." Aku segera menjauh meninggalkannya.
Aku langsung menuju mobil. Aku tak peduli dengannya yang terus memanggil namaku. Bisa-bisanya dia kembali mencuri ciumanku.
.