Leuina harus di nomor duakan oleh ibunya. Sang ibu lebih memilih kakak kembarnya.yang berjenis.kelamin pria. Semua nilainya diakui sebagai milik saudara kembarnya itu.
Gadis itu memilih pergi dan sekolah di asrama khusus putri. Selama lima tahun ia diabaikan. Semua orang.jadi menghinanya karena ia jadi tak memiliki apa-apa.
bagaimana kelanjutannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Maya Melinda Damayanty, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BABY 2
Kedua orang tua Luein begitu terkejut ketika pagi-pagi sekali gadis itu menyerahkan bayi berusia delapan bulan.
"Sayang, anak siapa ini?" tanya Wina langsung menggendong bayi montok yang berada di keranjangnya.
"Semuanya datanya ada di keranjang itu Ma, Pa. Nanti aku akan menjelaskannya setelah pulang dari kantor," ujar Luien lalu mencium ayah ibunya.
"Sayang?" tanya Wina pada suaminya.
"Sudah, tidak apa-apa kau urus saja. Aku percaya putriku," ujar Deon menenangkan istrinya.
Setelah berciuman. Pria itu pun pamit pergi ke kantornya. Wina langsung mengurus bayi tampan itu.
Luein memacu kecepatan mobilnya. Perjalanannya cukup jauh, butuh waktu satu jam setengah. Karena, waktu masih terlalu pagi. Ia pun menekan pedal gas dalam-dalam. Hingga waktu hanya setengah jam saja, ia sudah sampai di gedung perusahaan.
Ia melempar kunci ke juru vallet bertepatan dengan turunnya Gloria dari mobil Leo.
"Sayang, lihatlah. Mobil kredit saja, dia sudah begitu sombong!" adu gadis itu pada pria yang mengantarkannya.
Leo tak begitu menanggapi.
"Sayang!" panggil Gloria.
"Sudah turun lah. Aku sudah terlambat!" bentak Leo.
"Kau ... kau membentakku?" tanya Gloria mulai berdrama. "Baik kita putus!"
Gloria turun dari mobil dan membanting pintunya. Leo tak perduli. Itu lah yang ia inginkan, putus dari Gloria. Dengan itu. Ia bisa mendekati Luien kembali.
Melihat pria pujaannya pergi begitu saja, tak menghiraukan dirinya. Membuat Gloria menghentak-hentakkan kakinya kesal. Ia pun berjalan dengan dagu terangkat. Ia mengenakan kemeja putih lengan sesiku dengan kerah renda, rok span warna hitam. Ia tak boleh memakai pakaian lain selain, selain dua warna itu.
Lift tertutup. Gloria belum sempat berteriak untuk menunggunya. Lagi-lagi ia kesal setengah mati. Luein yang biasa menahan pintu untuknya, kini bersikap acuh.
"Awas kau Luein!"
Hari ini Adrian dan Vic sudah hadir. Wajah keduanya sedikit pucat. Luein sampai kasihan melihatnya. Diana ditugaskan oleh Adrian untuk langsung pergi ke perusahaan Joe's Corp untuk mengambil berkas, Vic pun akan berangkat menyusul Diana. Alex sedang ada pertemuan dengan beberapa kolega.
"Luien, siapkan berkas untuk kerjasama dengan perusahaan Dhompshon Brothers!" titah Adrian.
"Sudah Tuan. Sudah saya siapkan," sahut Luein sambil memeriksa berkas yang dipinta atasannya.
Ketiga orang itu berangkat. Vic menggunakan mobil lain. Sedang Adrian dan Luein menggunakan mobil Bantley hitam miliknya.
Semua sibuk dengan pekerjaan. Hingga melewatkan makan siang. Diana dan Vic selesai membawa kerjasama dengan perusahaan Joe's Corp. Sedang Adrian mengkaji ulang kerjasama yang diberikan pihak Dhompshon Brothers.
"Aku lapar," ujar Vic mengusap perutnya.
"Aku juga. Kita makan siang di restauran ini saja," ujar Adrian.
Waktu pun berlalu. Diana dan Luein akhirnya pulang setelah meminta tanda tangan Adrian.
"Diana, hebat sekali tadi. Ia bisa membawa forum menjadi milik perusahaan kita. Padahal, kita berada di Joe's Corp. Kau tahu, jjka Mr. George Joesun itu pria yang sangat dominan!" puji Vic.
"Ya, kemarin Kak Alex juga bercerita, bagaimana gadis itu bisa menjalin kerjasama dengan salah satu pengusaha yang katanya kemarin kompetitor kita juga lumayan sulit," sahut Adrian mengakui kehebatan Diana.
"Luien juga tak kalah menarik. Aku nyaris saja menandatangani sebuah kerjasama yang tidak begitu menguntungkan ku," lanjutnya.
"Sepertinya, kita menyukai gadis yang tepat," ucap Vic kemudian.
Adrian mengangguk setuju. Sedang, di tempat parkir. Lagi-lagi Luien mengajak Hugo untuk ikut bersamanya.
"Ayo, biar aku antar sampai rumahmu!"
Diana pun menggaet tangan Hugo dan menyuruhnya masuk setelah membuka pintu untuk pria itu. Sedang Gloria berkali-kali menelepon kekasihnya tidak diangkat. Ternyata Leo benar-benar menganggap mereka putus.
Gadis itu terpaksa meminta supir di rumahnya untuk menjemputnya. Gloria menatap mobil Luien dengan pandangan nanar.
"Ck ... aku harus minta mobil sama Papa!" tekadnya.
Setelah mengantar dua orang temannya. Luein kembali ke mansion orang tuanya. Tadinya ia nyaris lupa, jika saja Wina tak mengingatkan gadis itu akan bayi yang ia titipkan tadi pagi.
Melewati jalur alternatif. Luein sampai dengan waktu hanya dua puluh menit. Ia pun turun dari mobilnya. Matilda membuka pintu. Wanita itu langsung tersenyum lebar.
"Sore, Matilda!" sapa Luien lalu mencium dan memeluk wanita itu.
"Selamat sore Nona, apakah kau akan membersihkan diri dulu?" Luein mengangguk.
Matilda pun langsung ke kamar mandi. Sedang Luien masuk kamar ibunya.
"Sore Mam!" sapa gadis itu lalu memberi ciuman pada ibunya.
"Hei Baby," Luien pun mencium bayi montok itu.
"Bersihkan dulu tubuhmu, sayang. Baru kau boleh memegangnya," titah Wina.
Luien menurut. Gadis itu pun mandi, air hangat dan baju tidur sudah disiapkan oleh Matilda. Deon belum pulang. Ia akan pulang larut.
"Sayang, jelaskan soal bayi ini!' pinta Wina begitu penasaran.
Deon sudah membaca surat-surat yang terbawa di keranjang bayi itu. Ia sangat yakin jika bayi laki-laki ini adalah salah satu putra dari Xavier Thomas.
"Luein dapat dari tumpukan kardus Ma," jawab gadis itu.
"Apa kau tidak tahu, bayi siapa ini?" Luein menggeleng.
"Yang aku tahu namanya Edrico Thomas," jawabnya.
"Apa kau tidak mendengar kabar tentang pembantaian masal di kediaman Xavier Thomas?" lagi-lagi Luien menggeleng.
"Sayang, bayi ini milik mendiang Tuan Xavier Thomas. Pria itu ditemukan tewas dengan luka tembak di kepala," penjelasan Wina membuat Luien tertegun sejenak.
"Kau tau. Tadi, berita mengabarkan Paman dari bayi ini mencari keberadaannya. Ia mengatakan jika Sandra, pengasuh dari bayi ini bekerjasama dengan perampok yang membunuh semua kerabatnya," lanjut Wina.
"Jadi, Ma. Bagaimana selanjutnya?" tanya Luien sedikit takut.
"Papa mu membaca surat yang ditulis oleh orang yang membuang Baby Rico. Memastikan, jika dia mengetahui semua yang terjadi, makanya bayi ini ia bawa untuk diselamatkan," jelas Wina lagi.
"Apa tidak kita kembalikan saja, Ma?" tanya Luien.
"Tidak, sayang!" sebuah suara menginterupsi. Deon baru saja tiba dari kantornya, ternyata pria itu pulang lebih awal.
"Kita akan merawatnya, Daddy sudah mendaftarkan dia sebagai Philips," lanjut pria itu lalu.memberi kecupan di kening Istri dan putrinya
"Mmm ... aku tidak akan diabaikan lagi kan?" cicit Luien takut-takut.
"Oh ... sayangku, Mama tidka akan melakukan kesalahan itu lagi, Nak," jawab Wina lalu memeluk putrinya sayang.
Luien pun lega. Ia pun menggendong Baby Rico yang akan menjadi adiknya.
"Hi, Baby, namamu sekarang adalah Edrico Lazuard Philips, ya," ujar Luien lalu meniup perut buncit bayi itu hingga tergelak.
"Mamma ... mamma!" sahut bayi itu sambil menyemburkan ludahnya.
Wina tertawa lepas. Deon menatap istrinya yang begitu cantik ketika tertawa. Ia pun memberi ciuman dan membisikkan sesuatu yang membuat Wina merona.
"Apa yang kalian rencanakan?" tanya Luein curiga melihat rona merah di pipi ibunya.
"Ck ... menikahlah, maka kau akan tau, apa saja yang menjadi percakapan suami istri itu," sahut Deon menjawab pertanyaan putrinya.
"Ah, apa kau sudah punya pacar?" tanya Wina menggoda putrinya.
"Pacar apa," sahut Luien lalu membawa Rico keluar kamar dan membiarkan ayah dan ibunya melanjutkan apa yang mereka rencanakan tadi.
bersambung.